Wednesday, August 31, 2005

Imunisasi Polio

Masih ingat cerita mopping-up polio bulan Mei dan Juni lalu? Nah.. baruuu aja tanggal 22 Agustus lalu Ibu meng-update posting tersebut dengan pernyataan bahwa Bapak dan Ibu memutuskan tidak memberi imunisasi polio lanjutan buat Ene—Mopping-up polio tahap ke-2 Udane nggak ikut karena lagi sakit—eh... ternyata ada program PIN (Pekan Imunisasi Nasional) lagi dari Pemerintah RI, yaitu tanggal 30 Agustus dan 27 September 2005. Sebenarnya, alasan utama nggak melanjutkan imunisasi tahap ke-2 saat itu karena Ibu susah meluangkan waktu kalau harus pergi ke klinik atas inisiatif sendiri :), jadi Ibu menyambut gembira program PIN kali ini. Sudah gratis, dekat rumah lagi! Hehehe...

Walhasil, kemarin pergilah Ibu, Ene dan si Mbak ke RS Krakatau Medika untuk imunisasi polio. Kok Uka nggak ikut? Alasannya, Uka usianya sudah lebih dari 5 tahun, sehingga tidak menjadi target program lagi. Selain itu Uka juga sekolah. Sebenarnya sih Uka pengiiin banget ikut imunisasi. Buat Uka pergi imunisasi itu seperti pergi main2, hehe... Bolak-balik Uka nanya ke Ibu sambil pasang wajah memelas, "Kenapa sih Bu aku tidak boleh imunisasi?". Ibu sampai mem-bawa2 nama Pemerintah RI untuk meyakinkan Uka :D Ibu bilang, "Aturan dari Pemerintah, imunisasi hanya untuk usia sampai dengan 5 tahun. Uka kan sudah di atas 5 tahun?". Pertanyaan Uka bahkan masih diajukan saat kami berangkat bareng kemarin pagi. Uka baru berhenti bertanya setelah dia turun di sekolahnya dan kami melanjutkan perjalanan ke RS :)

Rupanya ketidakhadiran Uka dalam acara imunisasi ini juga kurang berkenan buat Ene. Ketika turun dari mobil dan berjalan menuju RS, Ene 'mendendangkan' gumaman, "Ukaaa.. Ukaaa.. Ukaaa.." Rupanya dia merasa sendirian! :D Apalagi ternyata belum ada satu pun petugas yang tampak pada tenda yang khusus didirikan untuk program ini. Akhirnya sambil menunggu petugas datang, kami berkeliling RS. Itung2 survei karena RS KM sekarang ini punya gedung baru yang beroperasi sejak awal Agustus 2005 lalu.

Wah... ternyata benar kata Tante Weni, gedung baru RS bagus! Paling tidak jika dibandingkan gedung lama, gedung baru ini lebih luas dan lebih nyaman (Catat! Definisi nyaman menurut Ibu adalah berpendingin udara hehe..). Selain itu, interiornya lebih menarik, tidak lagi didominasi warna putih yang khas RS! Gedung baru ini letaknya bersebelahan dengan gedung lama, jadi ketika kami menyusuri arah belakang RS, ternyata ada lorong yang nyambung ke lorong di gedung lama.

Ibu jadi ingat obrolan dengan Uka sekitar bulan Juli lalu. Waktu itu kami lewat di depan gedung baru RS yang sudah selesai dibangun tapi belum beroperasi.
"Uka, coba lihat itu! Gedung baru RS sudah selesai dibangun. Bagus ya Uka?".
"Iya, Bu bagus!!! Kapan2 kita nginap di situ ya?!".
"Hah?!!$%#*@ Jangan sampai deh nginap di RS meski gedungnya bagus!".

Balik ke PIN, sambil menunggu para petugas datang, kami pun menuju kantin untuk sarapan. Ibu sebenarnya sudah sarapan, tapi Ene dan si Mbak belum karena ngejar berangkat pagi. Ene cuma bawa bekal susu sebotol, itupun sudah habis setengahnya di perjalanan :) Menu sarapan di kantin cuma ada 3: nasi kuning dengan lauk abon dan telur dadar di-iris2, nasi putih dengan lauk abon dan telur dadar di-iris2, dan mie goreng dicampur telur dan sedikiiiiiiit sayur :) Tadinya Ibu mau milihin mie goreng, tapi ternyata Ene memilih sendiri menu sarapannya, nasi putih! Sementara si Mbak memilih nasi kuning. Minumnya 2 gelas es manis hangat. Ibu juga beli kue soes untuk oleh2 Uka, dia demen banget kue ini. Belakangan, dari 5 biji kue yang dibeli Ibu, Uka menghabiskan 3 di antaranya, sisanya Ibu dan Ene. Itu pun Uka masih merasa kurang! Katanya, "Kenapa sih Ibu cuma beli 5?". Hehehe... tadinya sih Ibu mau beli 10 karena mengira harganya Rp1000-an (biasanya segitu), tapi ternyata harganya Rp1500-an! Padahal ukurannya seuprit! :D

Jam 08.15, selesai sarapan kami kembali ke tenda PIN. Sudah ada petugas di sana, tapi ternyata vaksinnya belum datang! Kami menunggu lagi di tenda bersama sekitar 5 balita lain. Nggak lama, datang Tante Yeni dan Zahra. Ene dan Zahra lahirnya cuma beda 3 hari di RS yang sama, RS KM. Zahra 6 Des 2003, Ene 9 Des 2003.

Vaksin tiba sekitar 08.30 dan segera kami antri mendaftar, diimunisasi, dan diberi tinta hitam di jari kelingking Ene. Seperti halnya imunisasi 31 Mei lalu, kali ini pun sambil berjalan pulang menuju mobil, Ene mengangkat jemarinya yang terkena tinta se-olah2 takut tintanya tersenggol dan hilang! :D Semoga Ene nggak ada halangan untuk ikut PIN tahap ke-2 27 September nanti.

Tuesday, August 30, 2005

Bolak-balik ke Bazar

Sepanjang weekend lalu mobil terparkir manis di rumah, tapi bukan berarti Ibu, Uka dan Ene nggak ada acara ke luar rumah. Justru frekuensi ke luar rumah terhitung sering karena di lapangan dekat rumah kami sejak Jumat malam hingga Minggu siang digelar berbagai macam acara dalam rangka perayaan HUT RI ke-60 dan HUT PT Krakatau Steel Ke-35 dengan tema "Tri Mandala Utama: Berpikir, Berkarya dan Berbudaya". Dan karena jarak dari rumah ke lokasi acara sangat dekat, makanya nggak perlu naik mobil :) Bahkan, jalan di depan rumah kami ikut menjadi lahan parkir mobil para pengunjung acara tersebut.

Sayangnya, Bapak tidak ikut menikmati kemeriahan ini karena Bapak nggak pulang ke Cilegon. Ini karena acara Bapak di Jogja juga cukup padat. Hari Sabtu (27/8) Bapak ada workshop dilanjut piket acara Ospek (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus) bagi mahasiswa baru. Hari Minggu (28/8) Bapak jadi juri lomba inovasi mahasiswa. It's ok, dad! We do understand :)

Berikut ini laporan acara weekend:

Jumat (26/8):

Sekitar jam 7 malam, iseng2 Ibu sambil menggendong Ene, diikuti Uka di belakang, mendekat ke arah keramaian, maksudnya sih cuma mau ngintip apakah malam itu sudah ada acara. FYI, perayaan semacam ini pada tahun2 sebelumnya baru dimulai hari Sabtu, tapi ternyata tahun ini sudah dimulai hari Jumat malam. Acara iseng2 ini akhirnya terpaksa dilanjut karena Ene berjumpa Ivan yang lagi jalan2 dengan kedua kakak dan ortunya, jadi dia mau jalan2 juga. Ivan ini teman main Ene yang umurnya sebaya. Hampir tiap hari Ene main dengan Ivan.

Walhasil, Ibu mengajak Ene pulang dulu karena saat itu Ene tidak beralaskaki. Meski Ene nangis, Ibu tetap mengajak Ene pulang untuk pakai sepatu dulu, karena kalau harus menggendong Ene terus2an Ibu nggak kuat. Ene beratnya 14kg! :D Setelah Ene pakai sepatu, Ibu, Uka dan Ene berangkat lagi. Ibu memutuskan langsung menuju ke area bazar. Menurut info Tante Yuni, dia akan jualan di stand no.16 pada hari Sabtu dan Minggu, jadi Ibu mau survey dulu lokasinya karena sudah janji mau nengok—dan syukur2 membeli :)—makanan yang dijual Tante Yuni.

Sampai di area bazar Ibu tidak berhasil menemukan stand no.16 karena stand2 di situ bukannya dikasih no. tapi dikasih nama kelompok2 pesertanya, dan Ibu tidak tahu Tante Yuni mewakili kelompok apa :( Kami malah ketemu Om Wisnu, Tante Sulis, Deo dan Agni, beserta rombongannya yang lagi makan bakso. Jadinya Ibu ngobrol dengan Tante Sulis dan Om Wisnu, sementara Udane main sama Deo. Deo ini satu sekolah dengan Uka, tapi beda kelas.

Nggak lama, Ibu memutuskan segera pulang karena niatnya memang cuma ngecek stand. Dan lagi malam itu pertunjukan yang digelar di panggung terbuka belum dimulai. Dalam perjalanan pulang Uka minta 'pajak mainan' as usual :) Malam itu Udane beli balon, tapi yang nggak pakai gas (nggak bisa melayang). Sesampainya kami di rumah baru terdengar pertunjukan rampak bedug dimulai. Dug.. deruug.. dug.. dug.. deruug.. dug.. dug..!!!

Sabtu (27/8):

Bangun tidur kami langsung mandi dan sarapan, siap2 menuju bazar. Jam 9 pagi kami (Ibu, Uka, Ene dan Yuk) berangkat. Ternyata saat itu sedang digelar lomba menggambar dan lomba mewarnai untuk anak2. Yah... kalau saja kami berangkat lebih pagi pasti Uka bisa ikutan lomba. Tapi nggak pa2, Uka oke2 aja kok :)

Di area bazar kami langsung menemui Tante Yuni yang hari itu jualan tekwan dan PopIce. Ibu pesan 5 porsi tekwan untuk dibawa pulang dan 3 PopIce. Belakangan sesampai di rumah yang paling banyak menghabiskan tekwan adalah Uka! Katanya yummy!!! Hehehe...


Tante Yuni (baju pink) sedang jaga stand bersama partner setia, Bu Indra (baju krem) dan Tante Imel (baju biru membelakangi kamera). Ibu sering bercanda menjuluki mereka 'the three musketeers' karena kalau ikutan bazar di-mana2 selalu kerjasamanya bertiga :)

Selesai beli tekwan dan PopIce, juga me-lihat2 stand yang lain, kami pulang karena Ene sudah menunjukkan tanda2 mengantuk. Dalam perjalanan pulang Uka minta dibelikan burger dan (lagi2) mainan. Kali ini mainannya kincir angin bergambar Dora The Explorer. Kalau Ene mah ngikut aja :) Sampai di rumah benar seperti yang diperkirakan, nggak lama kemudian Ene tidur. Dan Uka langsung menghabiskan 2 burger sekaligus! Setelah Uka kenyang, jam 11 Ibu dan Uka berangkat lagi :D

Selain bazar serta lomba menggambar dan mewarnai, hari itu juga ada lomba senam pakarena untuk grup orang dewasa. Di panggung belum ada pertunjukan, dan Ibu baru menyadari bahwa yang dipakai sebagai latar belakang panggung adalah golok raksasa dengan bahan baku dari PT Krakatau Steel! Sayang Ibu tidak tau persis dimensi dan berat golok tersebut.


Uka mejeng di depan panggung dengan latar belakang golok raksasa, senjata khas Banten.

Kembali ke bazar, kali ini Ibu beli mangga harum manis. Dijual sekantong 2 kiloan seharga Rp13.000,- yang berarti sekilo Rp6.500,- (Benar kan? Hahaha...). Di sebelahnya ada duren montong, mmmhhh.... yummy!!! Sebagai seorang penggemar duren tentu saja Ibu ngiler :D Tapi mau beli utuh sebuah kok mahal ya? Lagian di rumah yang doyan cuma Ibu hehe... Ternyata akhirnya ada solusi! Saat itu ada Bu Kamarul yang juga lagi naksir duren dan dia menawarkan untuk beli patungan dan dimakan di tempat! Deal! Jadilah kita patungan bertiga—Dengan satu ibu lagi yang, maaf, nggak tau namanya padahal tetangga juga hehe... Maklum Ibu bukan termasuk ibu gaul—masing2 Rp10.000,-. Untung di tas Ibu ada tisu basah buat cuci mulut dan tangan sesudah makan duren :). Uka sama sekali nggak mau duren, bahkan untuk mencobanya sekali pun!

Selesai makan duren, kami berdua pulang. Mampir bentar lihat lomba senam, tapi ternyata sudah mau break istirahat siang. Di situ ada penjual jeruk medan, murah sekilo Rp5000,- jadi Ibu tertarik membeli. Setelah dicicipi eh.. kok rada asam (pantas murah haha..) tapi karena kasihan sama penjualnya, ya sudah beli sekilo aja.

Sore jam 4-an kami menuju lokasi perayaan (lagi). Kali itu ke area panjat tebing yang dikelola sekelompok pemuda. Ternyata mereka menawarkan kegiatan meluncur di tali dari ketinggian sekitar 5 meter bagi yang berminat. Tentu saja dengan dibantu mereka sebagai para ahlinya. Kebanyakan yang tertarik untuk mencoba adalah anak2 kira2 seusia SD. Asyik juga tampaknya :) Kali ini pulangnya Udane masing2 membawa pedang mainan. Tumben ya Ibu begitu murah hati mengabulkan permintaan Uka akan mainan? Hahaha... sekali2 boleh lah, asal nggak yang mahal :)

Jadi sepanjang Sabtu ini Ibu dan Uka sudah tiga kali bolak balik ke area perayaan. Malamnya sebenarnya ada Joy Tobing nyanyi, tapi Ibu nggak menyaksikan, gantian Yuk dan si Mbak yang main dengan temen2 mereka. Tapi dari rumah Ibu bisa ikut mendengarkan suara emas Joy Indonesian Idol.

Minggu (28/8):

Niatnya pagi2 mau ikutan acara jalan santai yang ada door prize sepeda motornya. Tapi karena Udane susah dibangunin, ya sudah apa boleh buat Ibu nggak mau maksa. Semalam Ibu sudah janji sama Bapak via telpon, nggak akan maksa Udane bangun pagi2 untuk ikut jalan santai hehehe... Jam 07.30 Udane baru bangun, tepat saat jalan santai dimulai. Setelah mandi dan sarapan, Ene berangkat main dulu dengan si Mbak ke rumah Ivan. Ibu dan Uka belakangan, mau ke bazar. Sengaja berpisah supaya Ibu dan Uka bisa keliling2 tanpa diganggu kantuk Ene, hehehe... Kalau sama si Mbak kan Ene bisa pulang duluan kalau sudah ngantuk.

Pagi2 Tante Yuni sudah sms, bilang kalau hari ini jualan spaghetti. Waktu Ibu nanya Uka apa dia mau spaghetti, wah... Uka seneng banget! Termasuk makanan favoritnya selain pizza. Pokoknya sudah seperti orang Itali deh, hehe.. Belakangan, dari 4 bungkus spaghetti yang Ibu beli untuk dibawa pulang, Ibu menghabiskan satu setengah bungkus dan Uka dua setengah! Ene kebagian dikit :)

Kali ini Ibu dan Uka ketemu Om Azis, Tante Fiqhi, Azka dan Dina. Benernya Sabtu ketemu juga, tapi nggak sempat ngobrol lama karena waktu itu Ibu dan Uka sudah mau pulang. Tante Fiqhi sekeluarga habis ikut jalan santai, jadi lagi istirahat melepas lelah :)


Ki-ka: Dina (di kereta), Tante Fiqhi, Uka, Azka, Om Azis. Lihat tuh di belakang... banyak banget pengunjungnya! Lagi pada nunggu pengumuman door prize hehe..


Ki-ka: Om Azis, Dina, Tante Fiqhi, Ibu, Azka. Biar nggak ikut jalan santai, Ibu tampil sportif juga hahaha...

Dan seperti kemarin2, hari ini Ibu kena pajak lagi :) Tadinya Ibu belikan dua balon yang pakai gas (bisa melayang) untuk Udane. Ketika ketemu Azka, satu balon Ibu berikan ke Azka sementara yang dibawa Uka terlepas dan melayang :D Jadi, karena Uka nggak mau pulang dengan tangan kosong, dia mulai lirik kiri lirik kanan mencari penjual mainan :D Akhirnya setelah melalui tawar menawar yang cukup sengit—bukan Ibu dengan pedagang, tapi Ibu dengan Uka :)—disepakati untuk membeli cairan sabun untuk bikin gelembung. Yang penting buat Uka kan dia nggak pulang dengan tangan kosong, dan yang penting buat Ibu kan murah meriah! Deal! Hahaha.....

Malamnya ketika Bapak telpon, Udane berebut bercerita ke Bapak. Ternyata yang paling menarik untuk Ene adalah pesawat kecil—sebenarnya bukan pesawat karena seperti mobil bak terbuka dengan layar seperti gantole di atasnya, apa ya namanya?—yang mondar mandir membawa spanduk bertuliskan ucapan selamat ulang tahun dan tema kegiatan. Di telpon, bolak balik Ene bilang, "Awat... bang... awat... bang... awat... bang...!" Maksudnya 'pesawat terbang', hehehe...

Monday, August 29, 2005

Tribute to Cak Nur

Innalillahi wa innailaihi roji'un. Baru saja Ibu membaca berita duka di Kompas Cyber Media dan di detik.com.

KCM:

Jakarta, KCM

Cendekiawan Nurcholish Madjid (Cak Nur) meninggal dunia di ruang 4403 Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI) Jakarta, Senin (29/8) pukul 14.05 WIB.

Cak Nur dirawat di RSPI sejak pekan lalu karena penyakit hati yang dideritanya kambuh. Penyakit yang diderita Cak Nur adalah kelanjutan riwayat penyakit hati yang pernah diderita sebelumya. Meski sudah menjalani transplantasi hati, namun itu tidak mengurangi risiko penyakit yang dideritanya kambuh lagi.

Penulis: Nik

detik.com:

Jakarta - Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Satu lagi putra terbaik bangsa meninggal dunia. Senin (29/8/2005), cendekiawan Nurcholish Madjid wafat.

Cendekiawan yang sering disapa cak Nur ini meninggal dunia pukul 14.05 WIB di RS Pondok Indah, Jakarta Selatan. Hingga pukul 14.20 WIB, jenazah Cak Nur masih berada di RS tersebut.

Keluarga dan kerabat sudah berkumpul di RS. Para tokoh dan kawan dekat Cak Nur, seperti Wakil Ketua KPK Erry Ryana Hardjapamekas juga sudah berkumpul di RS.

Saat dihubungi detikcom, Erry membenarkan Cak Nur telah meninggal dunia pukul 14.05 WIB. Hal yang sama juga dibenarkan sekretaris pribadi Cak Nur, Rahmat dan Widjayanto.

Dua pekan lalu, kondisi Cak Nur memburuk. Setiap makan, Cak Nur selalu muntah. Akhirnya, pekan lalu Cak Nur dilarikan ke RS Pondok Indah. Cak Nur ditangani secara intensif tim dokter di ICU. Kondisi Cak Nur sempat membaik pada Jumat (26/8/2005) lalu.

Selama dirawat, Cak Nur ditempatkan di ruang 4403. Sejak dirawat di RS Pondok Indah, Cak Nur dijenguk sejumlah tokoh nasional. Presiden SBY dan Wapres Jusuf Kalla juga telah menjenguknya.

Cak Nur meninggal dunia dalam usia 66 tahun. Pendiri Yayasan Paramadina ini meninggalkan seorang istri, Omi Komaria dan dua anak. Kedua anaknya, Nadya Madjid (34) dan Ahmad Mikail Madjid (32), yang selama ini tinggal di Washington dan Boston, AS telah pulang ke Jakarta akhir pekan lalu. (asy)

Mengapa Ibu turut berdukacita dan sampai merasa perlu mengungkapkannya di blog ini padahal tidak kenal beliau secara pribadi? Karena Cak Nur termasuk salah satu tokoh yang Ibu kagumi dalam hal pemikiran dan pandangan. Ini sama halnya dengan kekaguman Ibu terhadap K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) maupun K.H. A. Mustofa Bisri (Gus Mus). Menurut Ibu—terlepas dari bagaimana cara beliau2 ini menyampaikannya—ada satu benang merah pemikiran dan pandangan dari ketiga tokoh ini, yaitu bahwa beliau2 ini konsisten dalam menghargai pluralisme, perbedaan pendapat, dan universalitas. Untuk Gus Dur, lebih khusus lagi konsisten dalam membela kelompok minoritas dan menentang diskriminasi.

Seringkali Ibu merasa pemikiran maupun pandangan—atau lebih tepat disebut sebagai uneg2 :)—Ibu terwakili oleh beliau bertiga. Tapi tentu saja, pemikiran dan pandangan beliau2 ini sangat jauh lebih matang dan lebih komprehensif daripada Ibu :) Boleh dibilang, pemikiran dan pandangan beliau bertiga semakin memperkaya dan menjadi sumber inspirasi bagi Ibu.

Yang lebih menarik lagi, beliau bertiga notabene lahir dan besar di lingkungan yang relatif homogen, yaitu para santri! Meski demikian—yang mengagumkan—pemikiran dan pandangan beliau2 ini tidak lantas otomatis menjadi homogen, justru sebaliknya! Dan dengan posisi demikianlah, justru beliau bertiga bisa dengan mudah dan tanpa tendensi menyampaikan otokritik bagi kalangannya. Dan dengan demikian, beliau2 ini teguh dan konsisten dengan pemikirannya meski banyak pihak yang tidak setuju, bahkan ada yang terang2an menentang dan menghujatnya!

Dan hari ini, telah berpulang ke Rahmatullah, salah seorang pemikir yang secara konsisten dan terus menerus menyuarakan konsep pluralisme dan universalitas agar bangsa ini tidak terpecah belah, tidak saling curiga, tidak saling memaki dan menghujat antar golongan yang satu dengan yang lain. Semoga pemikiran dan pandangan ini tidak turut wafat bersama sang tokoh, tapi tetap tumbuh subur di Bumi Pertiwi tercinta. Amin.

Selamat jalan Cak Nur! Semoga lapang jalanmu menghadap Sang Khalik!

Friday, August 26, 2005

Malu Dicium Ibu

Ibu pernah baca artikel, pernah mendapat info dari teman, bahkan pernah juga menyaksikan sendiri bahwa ada periode seorang anak nggak mau dicium orang tuanya, terlebih di depan umum, apalagi di depan teman2nya!!! Nah.. saat ini ternyata periode itu sedang terjadi pada Uka!

Jadi gini ceritanya, sejak Uka mulai sekolah dulu dan jika kebetulan pas masuk pagi—kadang2 Uka masuk siang tergantung jadwal—dia berangkatnya sekalian bareng Ibu ke kantor. Sampai di sekolah Uka, Ibu selalu ikut turun dari mobil, membenahi baju Uka dan kemudian cupika cupiki (cium pipi kanan cium pipi kiri). Jadi hampir seperti ritual! :D Masalahnya, sejak sekitar semingguan ini Uka menolak dicium Ibu!!! Hu.. hu.. hu.. Ibu sedih deh... :(

Dan seperti halnya yang pernah Ibu baca, pernah Ibu dengar dan pernah Ibu saksikan, reaksi si ibu umumnya 'semakin ditolak anak, semakin maksa nyium'! Dan it happened to me! Hahaha..... Tadi pagi pun demikian kejadiannya. Ibu maksa nyium Uka di depan pintu masuk halaman sekolah karena Ibu pikir situasinya lagi sepi, jadi nggak ada alasan untuk malu. Uka lagi2 menolak, dan terjadi sedikit adegan tarik menarik antara Ibu dan Uka—Kalau orang nggak tau jangan2 Ibu malah dikira mau nyulik Uka :D

Tepat saat itu, dari pintu halaman sekolah keluar seorang ibu yang baru saja mengantar anaknya. Menyaksikan adegan heboh antara Ibu dan Uka, si ibu tersebut tersenyum dan berkomentar, "Malu ya?". Ekspresinya seolah mengatakan bahwa dia—si ibu itu, bukan Uka :)—maklum karena pernah mengalami hal yang sama. Melihat ekspresi 'maklum' si ibu tersebut, Ibu jadi merasa mendapat 'teman senasib' dan tidak lagi memaksa Uka. Dalam hati, Ibu janji nggak akan maksa nyium Uka di depan umum lagi kecuali atas persetujuan Uka. Tapi kalau di rumah masih boleh ya Uka? Maksudnya masih boleh nyium, dan masih boleh maksa hahaha...

Tuesday, August 23, 2005

SHG dan CSD

Awalnya beberapa minggu yang lalu ketika Bapak tiba2 bilang pengin nonton film Gie. Kenapa dibilang tiba2? Karena sudah lamaaaaaa banget Bapak nggak pernah nonton film, sudah berbilang tahun! :D Tentu saja Ibu lantas nanya ke Bapak, "Kok tertarik nonton Gie, memangnya punya bukunya?". Kata Bapak, "Punya. Lo.. nggak tau to? Sudah lama kok aku belinya".

Maklum aja kalo Ibu sampai nggak tau persis buku2 yang dibeli Bapak, soalnya kalo Bapak belanja buku biasanya lebih dari satu buku. Sudah gitu, buku2 yang dibeli Bapak bervariasi, mulai dari buku manajemen, buku esai/pemikiran/renungan, buku2 best seller, buku2 kiat ini itu, novel, kumpulan cerpen, sampai chicklit dan teenlit! Hahaha... Di antara buku2 yang dibeli Bapak, biasanya yang Ibu tanyakan adalah apakah ada novel atau kumpulan cerpen. Pertama, karena itu yang menjadi minat utama Ibu :) Kedua, dengan selalu direriung Udane, Ibu nggak punya cukup waktu untuk bacaan yang 'agak berat', hehehe.. Nah.. rupanya buku karangan Soe Hok Gie (SHG) yang dibeli Bapak, terlewat dari pengamatan Ibu karena alasan 'agak berat' tersebut :) Setidaknya waktu itu Ibu berasumsi demikian :)

Tapi karena film Gie lagi ramai dibicarakan, Ibu jadi tertarik baca bukunya. Maka ketika Bapak balik ke Jogja, Ibu memeriksa rak buku, men-cari2 buku SHG. Ternyata yang Ibu temukan bukan "Catatan Seorang Demonstran" (CSD) tapi "Di Bawah Lentera Merah" (DBLM), sebuah thesis sarjana SHG yang dibukukan. Ketika hal ini Ibu konfirmasikan ke Bapak, ternyata yang dimaksud Bapak buku SHG ya DBLM ini, bukan CSD! :( Adapun CSD baru direncanakan untuk dibeli karena selama ini Bapak belum pernah nemu bukunya hehe... Ketika Ibu cerita ke Tante Weni tentang keinginan nonton Gie, Tante Weni lantas nunjukin blog temennya yang mengulas tentang SHG lumayan lengkap. Setelah membaca review tentang SHG pada blog ini, Ibu semakin tertarik untuk membaca sendiri CSD.

Nah.. weekend kemarin, ternyata Bapak pulang ke Cilegon bawa oleh2 CSD untuk Ibu! Tentu saja Ibu seneng. Selain karena memang pengin baca CSD, cover buku tersebut gambarnya Nicholas Saputra! Hahaha... Ibu memang suka dengan gaya cool dan cueknya Nicholas. Sssstt.. jangan rame2 yah! :)

Sampai saat entry ini ditulis, Ibu belum selesai baca CSD, bahkan in fact Ibu belum sampai bagian yang ditulis SHG sendiri! :D Yang Ibu baca baru 5 tulisan pengantar dari berbagai pihak. Yang pertama dari Harsja W. Bachtiar (alm), yang saat menulis kata pengantar adalah Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia, perguruan tinggi tempat SHG belajar sebagai mahasiswa Jurusan Sejarah. Yang kedua dari Arief Budiman, kakak kandung SHG yang juga seorang sosiolog dan berprofesi sebagai dosen di University of Melbourne. Yang ketiga dari Mira Lesmana, produser film Gie. Yang keempat dari Riri Reza, sutradara film Gie. Dan yang kelima dari Daniel Dhakidae (bagian ini cukup panjang ulasannya karena sebenarnya bukan termasuk pengantar melainkan Bab I dari CSD). Dari kelima kata pengantar ini pun sudah banyak hal menarik tentang SHG yang patut untuk disimak. FYI, buku CSD yang dibeli Bapak adalah versi terbaru, makanya ada pengantar dari Mira Lesmana dan Riri Reza. Kalau versi sebelumnya tidak ada pengantar dari kedua orang ini.

Menurut Harsja W. Bachtiar:

"Soe Hok Gie adalah seorang cendekiawan yang ulung yang terpikat pada ide, pemikiran dan terus menerus menggunakan akal pikirannya untuk mengembangkan dan menyajikan ide-ide yang menarik perhatiannya.
.............
Soe Hok Gie adalah seorang pemuda yang penuh cita-cita dan terus menerus berjuang agar supaya kenyataan-kenyataan yang diwujudkan oleh masyarakat kita dapat diubah sehingga lebih sesuai dengan cita-citanya yang didasarkan atas kesadaran yang besar akan hakekat kemanusiaan. Dalam memperjuangkan cita-citanya ia berani berkurban dan memang sering menjadi kurban.
.............
Kecaman yang dilontarkan oleh Soe Hok Gie dilancarkan atas pemikiran yang jujur, atas dasar itikad baik. Ia tidak selalu benar, tapi ia selalu jujur".
[Cetak tebal dari Ibu]

Sebelum membaca CSD, Ibu sempat berkomentar tentang SHG pada Bapak, "Sebenarnya kalau di-pikir2, mengapa SHG menjadi sosok yang monumental di antara rekan2 seangkatannya yang mungkin banyak juga yang memperjuangkan hal yang sama, itu karena SHG rajin menulis!" SHG tidak hanya membuat catatan harian, tapi juga rajin menulis di media tentang kritik sosial pada masanya. Dan ternyata pendapat Ibu ini disinggung juga oleh Harsja W. Bachtiar dalam pengantarnya.

"Memang tak banyak mahasiswa seperti Soe Hok Gie: seorang pemuda yang tidak hanya belajar dan bertindak berusaha mewujudkan cita-citanya, melainkan juga dengan tekun mencatat apa yang dialaminya, apa yang dipikirkannya. Dengan perantaraan catatan-catatan hariannya dapatlah kita memperoleh pengetahuan mengenai kehidupan para mahasiswa dengan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh mereka". [Cetak tebal dari Ibu]

SHG bahkan membuat catatan harian sejak usianya belum genap 15 tahun! SHG lahir 17 Desember 1942 dan meninggal 16 Desember 1969. Catatan hariannya dimulai pada awal 1957 dan berakhir 10 Desember 1969 (tapi yang diterbitkan hanya sampai 8 Desember 1969). Buku versi pertamanya diterbitkan oleh LP3ES pada tahun 1983.

Membaca tulisan Harsja W. Bachtiar, Ibu semakin yakin tidaklah sia2 membuat blog Udane ini :) Bukan supaya hal ini menjadi monumental, tetapi supaya Uka dan Ene memperoleh pengetahuan mengenai kehidupan mereka semasa kanak2 (syukur2 hingga dewasa kelak). Dan juga untuk mendorong Uka dan Ene menulis tentang apa yang mereka alami, apa yang mereka pikirkan, kelak ketika mereka mampu menulis sendiri.

Dalam pengantar Arief Budiman, beliau menuturkan tentang rasa sepi yang mendera sosok SHG yang sering diungkapkannya kepada sang kakak. SHG bilang,

"Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya".

Sampai suatu ketika SHG menerima sepucuk surat dari seorang kawan di Amerika yang ditunjukkannya kepada sang kakak. Surat tersebut mampu memberi kekuatan bagi perjuangannya.

"Gie, seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, selalu. Mula-mula kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, penderitaan".

Dan setelah adiknya meninggal, Arief Budiman mendapat perenungan bahwa:

"Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang. Mereka memang tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata "Ya" atau "Tidak", meskipun cuma di dalam hatinya".

Sedangkan ulasan Daniel Dhakidae, antara lain berkisah bahwa perjalanan CSD sampai akhirnya terbit tahun 1983 sangatlah panjang. Setelah SHG meninggal, tahun 1970 didirikan Yayasan Mandalawangi yang bertujuan untuk meneruskan cita2 SHG. Salah satu kegiatan yayasan ini adalah mengumpulkan catatan harian SHG untuk diterbitkan. Setelah mencari sana-sini catatan SHG yang terserak serta melakukan editing, tahun 1972 telah siap naskah dalam bentuk cetak-coba yang disunting oleh Ismid Hadad dan Fuad Hashem yang rencananya akan diterbitkan oleh LP3ES. Tapi karena situasi pada waktu itu kurang kondusif, maka naskah ini tidak jadi dicetak. Namun demikian, bentuk fotokopiannya sudah banyak beredar ke-mana2 meski sepotong2.

Baru pada tahun 1979 muncul lagi niat untuk menerbitkan naskah ini, namun ternyata naskah cetak-cobanya sudah tidak bisa ditemukan dalam bentuk lengkap! Baik pada penyuntingnya, penerbit LP3ES, maupun orang tua SHG, sehingga akhirnya naskah CSD disusun ulang berdasarkan naskah cetak-cobanya yang berhasil ditemukan, ditambah perbaikan di sana-sini. Akhirnya tahun 1983 terbit edisi cetak oleh LP3ES dengan penyunting Aswab Mahasin, Ismed Natsir dan Daniel Dhakidae. Naskah baru ini selanjutnya muncul dalam dua versi cover. Buku yang Bapak beli sudah cetakan ke-8 dari versi cover Nicholas.

Updated 08/09/2005:
Buku yang Bapak beli ternyata cetakan ke-8 dihitung sejak terbit pertama kali tahun 1983 (versi cover lama), bukan dihitung sejak cover Nicholas. Dengan demikian kesalahan telah Ibu perbaiki :)

Omong2, tadi pagi Ibu bangun kesiangan. Jam 07.30!!! Padahal jam segitu Uka sudah harus masuk sekolah! :( Gara2nya semalam jam satuan Ibu terbangun karena Ene sedikit rewel akibat mimpi buruk. Tapi setelah Ene tidur lagi justru Ibu yang susah tidur. Jadi Ibu ambil CSD dan asyik baca pengantar2nya sampai nggak terasa sudah jam 4 pagi! Buru2 Ibu tutup CSD dan segera tidur dengan pertimbangan kalau diteruskan nggak tidur bisa2 tertidur di kantor :) Maksudnya sih tidur sebentar aja, eh... malah kebablasan, hahaha...

Thursday, August 18, 2005

Detik2 Proklamasi

Seperti halnya tahun2 lalu, tahun ini pun Ibu nggak melewatkan acara Detik2 Proklamasi (DDP) Kemerdekaan RI Ke-60 yang diselenggarakan di halaman Istana Merdeka, Jakarta. Tentu saja hanya lewat televisi, habis belum pernah diundang hadir secara langsung sih! :) Entah kenapa Ibu senang melihat acara ini. Mungkin dasarnya memang Ibu seorang nasionalis tulen—Hahaha... sorry muji diri sendiri nih :D—atau bisa jadi karena Ibu berasal dari keluarga tentara jadi seneng lihat pasukan baris berbaris :)

Acara DDP kali ini Ibu rasakan lebih menyentuh karena mengingat kondisi tanah air yang cukup memprihatinkan. Mulai dari tsunami yang menerjang Aceh akhir tahun lalu, harga BBM yang meningkat disusul kelangkaannya sehingga ada gerakan hemat energi dalam skala nasional, belum lagi wabah flu burung, busung lapar, dan demam berdarah yang susul menyusul. Semua kejadian itu selalu membuat Ibu menarik napas panjang. Nyesek rasanya!

Namun syukurlah di antara hal2 buruk tersebut muncul berita menggembirakan yaitu telah ditandatanganinya MoU antara Pemerintah RI dengan GAM untuk mewujudkan perdamaian di Aceh. Meski banyak pihak masih meragukan kelanjutan perjanjian ini dengan berbagai analisanya, tapi setidaknya ada secercah sinar di tengah lorong kegelapan yang panjang! Ibu sendiri sebenarnya masih menyimpan kekhawatiran bahwa Aceh akan terlepas dari NKRI seperti halnya Timor Timur (yang sekarang menjadi Timor Leste), tapi Ibu nggak mau bernegatif thinking. Just wait and see, ditambah doa semoga perkembangannya ke arah yang baik! Amin.

Berita menggembirakan lainnya, Pemerintah Belanda akhirnya mengakui bahwa Hari Kemerdekaan Indonesia adalah 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949 seperti yang selama ini kekeuh mereka akui :) Dan ini diperkuat dengan kehadiran Menlu Belanda Bernard Bot di acara DDP. Bot menyampaikan:

"The most important thing about today is that we are finally speaking openly to the Indonesians. For many years there have been Dutch representatives at the celebrations of Indonesia's independence on 17 August. With the support of the government, I can make it clear to the people of Indonesia that the Netherlands understands that the independent Republic of Indonesia in fact began on 17 August 1945 and that we - sixty years later - fully accept this both morally and politically".

Lihat juga: Pidato Menlu Bot di Jakarta, 16 Agustus 2005.

Bagian yang paling Ibu tunggu di acara DDP ini adalah aubade yang dibawakan oleh Gita Bahana Nusantara pimpinan konduktor Addie MS dan paduan suara dari para siswa SD, SMP, SMU, dan perguruan tinggi di berbagai wilayah ibukota Jakarta. Kali ini lagu2 yang dibawakan adalah "Hari Merdeka" ciptaan H. Mutahar, "Tanah Airku" ciptaan Ibu Sud, "Bagimu Negeri" ciptaan Kusbini, "Gebyar-Gebyar" ciptaan Gombloh, dan "Syukur" ciptaan H. Mutahar.

Berikut ini syair Gebyar-Gebyar-nya Gombloh yang termasuk lagu perjuangan favorit Ibu:

Indonesia merah darahku
putih tulangku
bersatu dalam semangatmu

Indonesia debar jantungku
detak nadiku
bersatu dalam simfonimu

Gebyar-gebyar pelangi jingga!

Rasanya memang jantung Ibu berdebar dan nadi berdetak kencang dengerin lagu ini! HIDUP INDONESIAKU!

Renungan & Becak Hias

Selain lomba2 yang diikuti Uka dan Ibu, acara 17 Agustusan di RW 04 Kelurahan Kotabumi dimeriahkan dengan Renungan Malam pada 16 Agustus jam 19.30-24.00 WIB dan Lomba Becak Hias pada 17 Agustus jam 15.00 WIB.

Renungan Malam, selain diisi dengan final tenis meja, juga diramaikan dengan acara karaoke bersama, bakar jagung, dan puncaknya pemotongan tumpeng. Acara ini diadakan di depan rumah Bapak Tutug Murdawa (Pak RW) dengan menggelar tikar di jalan. Semula Ibu agak ragu mengajak Uka dan (terutama) Ene ke acara ini karena khawatir ngantuk, tapi ternyata Udane menikmati acara ini. Udane ber-lari2 ke sana ke mari sampai mandi keringat (padahal malam hari).

Udane juga turut menghabiskan jagung bakar, masing2 1 buah. Untuk Ene, ini benar2 menakjubkan! Ene memang suka jagung (biasanya direbus), tapi belum pernah sampai habis sebuah, biasanya separo aja sudah mandeg. Ibu sampai dibantu Tante Yeni nyuapin Ene karena belum selesai Ibu mipili—Apa ya bahasa Indonesianya? :)—jagung, Ene sudah bilang, "Hak!", tanda minta disuapi lagi. Makasih ya Tante Yeni! :)


Uka dan Dania berpose di depan teman2 lain yang lagi main gaple! :)


Uka dan teman2 yang cewek semua :) lagi main... apa ya? Duh.. Ibu lupa nama permainan ini padahal dulu kecil sering memainkannya :). Sementara Ene jadi penggembira :)

Jam 10 malam, acara Renungan Malam belum selesai dan tumpeng pun belum dipotong, tapi Ibu memutuskan mengajak Udane pulang karena Ene sudah tampak lelah (meski nggak rewel). Lucunya, Ene nggak mau digendong menuju rumah yang berjarak sekitar 100m dari lokasi acara. Dia maunya jalan sendiri padahal jalannya sudah ke kiri ke kanan seperti pendekar mabok, mana pelaaaan lagi! Hehehe... Sampai depan pagar rumah baru Ene nangis minta gendong.

Setelah mengganti baju Udane, Ibu ke kamar mandi untuk gosok gigi. Selama itu Udane nggak kedengaran suaranya. Setelah Ibu tengok, ternyata Udane sudah tertidur lelap, ngeringkel di kasur bawah, zzz..zzz..zzzzzzz!!! :) Rupanya mereka benar2 kelelahan. Menurut info Tante Yeni keesokan harinya, tumpeng baru dipotong sekitar jam 23.30.

Lomba Becak Hias diselenggarakan dengan tujuan selain untuk memeriahkan HUT RI juga untuk terciptanya lingkungan sosial masyarakat yang kompak serta adanya ketertiban para abang becak di lingkungan RW 04. Ketentuan lomba sbb:

  1. Acara dilaksanakan dengan keliling kompleks perumahan, start dan finish di halaman Gedung BAPOR KS.
  2. Pesertanya abang becak di lingkungan RW 04 dengan sponsor warga RW 04.
  3. Warga yang menjadi sponsor mengganti biaya operasional becak selama sehari sebesar Rp 20.000,- kepada abang becak. Abang becak juga mendapat kaos seragam dari panitia.
  4. Warga yang menjadi sponsor menghias becak sesuai dengan kreativitas masing2 dan menanggung biayanya.
  5. Hadiah bagi pemenang diperuntukkan bagi abang becak.
  6. Selama keliling, becak ditumpangi oleh warga yang menjadi sponsor (akan lebih baik sambil berpakaian adat) dengan dikayuh oleh abang becak.


Untuk lomba ini Ibu nggak ikut, tapi Uka sangat antusias menyaksikannya, bahkan dia ikut2an naik becak (entah siapa sponsornya) keliling kompleks. Dan ketika para pemenang diumumkan oleh juri, dia berkomentar, "Kok becak Uka nggak juara ya Bu?", se-olah2 becak yang dia naiki adalah becak dia, padahal jadi sponsor pun tidak! :D

Kelima becak yang mendapat nomor, 4 di antaranya sudah Ibu perkirakan akan menjadi juara karena sepintas saja penampilannya sudah beda dengan yang lain. Kelihatan kalau effort-nya lumayan dan dikerjakan dengan serius :) Yang tidak Ibu duga adalah Juara 5. Kali jurinya tertarik dengan plang di atas becak tersebut yang berbunyi "Kendaraan Dinas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)" dengan plat no. "B 45 MI" yang bisa dibaca 'basmi' :) Maklum, sekarang ini lagi rame2nya bangsa Indonesia menyoroti kasus2 korupsi.

Ibu Sud

Setelah nonton acara Detik-Detik Proklamasi di televisi kemarin, Ibu baru tau kalau ternyata lagu yang Ibu maksud pada posting "17 Agustusan" dua hari lalu berjudul "Tanah Airku" ciptaan Ibu Sud. Kemarin yang menyanyikannya Samuel Dharmawan, penyanyi cilik yang menjadi juara kontes AFI (Akademi Fantasi Indosiar) Junior 1. Dengerin lagu itu (lagi2) bikin Ibu menitikkan air mata. Apalagi Samuel membawakannya dengan penuh penghayatan, ditunjang suara emasnya yang menakjubkan untuk anak seumur dia. Wah.. jadi merinding deh rasanya!

Sebagai rasa hormat dan permohonan maaf Ibu terhadap mendiang Ibu Sud, berikut Ibu tampilkan sekilas tentang Ibu Sud dan beberapa lagu ciptaannya yang disarikan dari Wikipedia Indonesia dan beberapa media lain:

Nama lengkap: Saridjah Niung Bintang Soedibio. Lahir: Sukabumi, 26 Maret 1908. Bungsu dari 13 bersaudara. Wafat: Jakarta, 9 Juni 2004. Pendidikan: Kweekschool, Bandung. Belajar seni suara, musik dan main biola pada Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer. Karir: Pengajar HIS Petojo, HIS Jalan Kartini, HIS Arjuna (1925-1941). Kegiatan lain: Membatik. Kegemarannya terhadap batik diturunkan pada cucunya, disainer kondang Charmanita.

Ayah angkat: Prof. Dr. Mr. J.F. Kramer, seorang indo-Belanda (beribukan keturunan Jawa ningrat) pensiunan Wakil Ketua Ketua Hooge Rechtshof (Kejaksaan Tinggi) di Jakarta, yang selanjutnya menetap di Sukabumi. Ayah kandung: Mohamad Niung, pelaut asal Bugis yang kemudian menjadi pengawal Mr. Kramer. Suami: Bintang Soedibio (almarhum, meninggal 1954).

Catatan sejarah: Ibu Sud turut mengiringi Indonesia Raya melalui biola saat lagu itu pertama kali dikumandangkan di Gedung Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.

Dari sekitar 200 lagu anak2 yang diciptakan Ibu Sud, di bawah ini beberapa di antaranya yang cukup terkenal dan (kebetulan) Ibu tau melodinya:

BECAK (diciptakan tahun 1942)

Saya mau tamasya, berkeliling-keliling kota
Hendak melihat-lihat keramaian yang ada
Saya panggilkan becak, kereta tak berkuda
Becak, becak, coba bawa saya


Saya duduk sendiri dengan mengangkat kaki
Melihat dengan aksi, ke kanan dan ke kiri
Lihat becakku lari, bagai takkan berhenti
Becak, becak, jalan hati-hati


BURUNG KUTILANG

Di pucuk pohon cempaka
Burung kutilang bernyanyi
Bersiul-siul sepanjang hari
Dengan tak jemu-jemu
Mengangguk-angguk sambil berseru
Tri-li-li li-li li-li li-li


Sambil berlompat-lompatan
Paruhnya selalu terbuka
Digeleng-gelengkan kepalanya
Menentang langit biru
Tandanya suka dia berseru
Tri-li-li li-li li-li li-li


KUPU-KUPU

(1)
Kupu-kupu yang lucu
kemana engkau terbang
Hilir-mudik mencari
bunga-bunga yang kembang


Berayun-ayun
pada tangkai yang lemah
Tidakkah sayapmu
merasa lelah


(2)
Kupu-kupu yang elok
bolehkah saya serta
Mencium bunga-bunga
yang semerbak baunya


Sambil bersenda-senda
semua kuhampiri
Bolehkah kuturut
bersama pergi


HUJAN

(1)
Tik-tik-tik bunyi hujan di atas genting
Airnya turun tidak terkira
Cobalah tengok dahan dan ranting
Pohon dan kebun basah semua


(2)
Tik-tik-tik bunyi hujan bagai bernyanyi
Saya dengarkan tidaklah jemu
Kebun dan jalan semua sunyi
Tidak seorang berani lalu


(3)
Tik-tik-tik hujan turun dalam selokan
Tempatnya itik berenang-renang
Bersenda gurau meyelam-nyelam
Karena hujan berenang-renang


MENANAM JAGUNG (Diciptakan tahun 1942)

(1)
Ayo kawan kita bersama
Menanam jagung di kebun kita
Ambil cangkulmu, ambil pangkurmu
Kita bekerja tak jemu-jemu


Cangkul, cangkul, cangkul yang dalam
Tanah yang longgar jagung kutanam


(2)
Beri pupuk supaya subur
Tanamkan benih dengan teratur
Jagungnya besar lebat buahnya
Tentu berguna bagi semua


Cangkul, cangkul, aku gembira
Menanam jagung di kebun kita


LAGU GEMBIRA

(1)
Bernyayi kita bernyayi
Karena bergirang hati
Bersorak, bertepuk, berarak-arak
Bersorak, bertepuk, berarak-arak


(2)
Bersiul kita bersiul
Tandanya kita berkumpul
Bersorak, bertepuk, berarak-arak
Bersorak, bertepuk, berarak-arak


PELAUT (diciptakan tahun 1940)

Nenek moyangku orang pelaut
Gemar mengarung luas samud'ra
Menerjang ombak tiada takut
Menempuh badai sudah biasa


Angin bertiup layar terkembang
Ombak berdebur di tepi pantai
Pemuda b'rani bangkit sekarang
Ke laut kita beramai-ramai


MAIN ULAR-ULARAN (lagu permainan)

Ular naga panjangnya bukan kepalang
Menjalar-jalar selalu kian kemari
Umpan yang lezat itulah yang dicari
Ini dianya yang terbelakang

Tuesday, August 16, 2005

17 Agustusan

Besok, 17 Agustus 2005 Republik Indonesia berulangtahun yang ke-60. Untuk ukuran human-being sih sudah tergolong manula :) tapi untuk sebuah negara—yang harapannya tentu tetap eksis sampai ratusan tahun—masih tergolong muda. Dan seperti biasa setiap menjelang Ultah RI banyak kegiatan diselenggarakan untuk merayakannya, tak terkecuali di sekolah Uka maupun di lingkungan tempat tinggal kami RW 04 Kelurahan Kotabumi.

Di sekolah, menurut cerita Uka, dia mengikuti lomba memasukkan pensil ke dalam botol, lari pakai sarung dan memakai baju+sepatu. Di ketiga lomba ini dia, katanya, juara dua, tiga dan tiga. Dan tadi pulang sekolah ternyata dia membawa pulang hadiah, sebuah wadah plastik untuk bekal sekolah. Ibu lantas bertanya:

"Ini hadiah apa Uka?".
"Nggak tau.. aku kalah kok..."
"Lo.. kalah kok dapat hadiah?"
"Oh.. aku tadi menang narik tali.." (sambil memeragakan adegan narik tali)
"Narik tali? Tarik tambang maksudnya?"
"Nggak tau.." (Uka lantas kembali asyik dengan legonya)

Walhasil, Ibu nggak yakin persis hadiah apa yang dimenangkan Uka :)

Updated 19 Agustus 2005:
Kemarin Ibu nanya gurunya Uka via Buku Komunikasi, Uka menang apa kok dapat hadiah? Dan ternyata saudara2, Uka tidak memenangkan lomba apapun! Kotak makanan itu adalah hadiah hiburan yang dibagikan ke semua murid! Hahaha... Eniwe, Ibu bangga Uka turut berpartisipasi dalam banyak lomba dalam rangka memeriahkan HUT RI Ke-60 :D

Di rumah, Sabtu-Minggu kemarin, Uka ikut lomba juga, masukin bendera ke dalam botol dan membawa kelereng. Kalau yang ini Ibu turut menyaksikan. Wah.. ternyata rame juga, yang rame para ortu yang menjadi official merangkap supporter anak2nya, termasuk Ibu hehehe... Contoh nih.. sesaat sebelum Uka lomba masukin bendera, eh... dia bilang haus, mau ngambil minum yang disediakan panitia. Ibu lantas melarang soalnya sebentar lagi para peserta sudah mau dipanggil, "Udah biar Ibu aja yang ngambilin, kamu di sini aja". Ibu lantas lari2 kecil ambil minum untuk Uka. Dalam hati Ibu ketawa, nggak kalah ama Olimpiade, ada Official Team-nya juga :D Untuk kedua lomba ini Uka nggak menang, tapi Ibu tetap appreciate karena dia sudah mau berlomba. Ibu perhatikan, ada beberapa anak yang sama sekali nggak mau ikut lomba, cuma nonton aja. Ada yang karena malu, ada yang karena cuek. O ya, Ibu juga ikutan lomba lo... :) Lomba masukin pensil ke dalam botol. Dan seperti Uka, Ibu pun nggak dapat nomor! Hahaha... Yang penting ikut memeriahkan HUT RI. Alasan! :)).

BTW, ngomongin HUT RI, Ibu jadi ingat masa2 tinggal di negara orang (Australia 1997-1998, Canada 2001-2002). Buat kami (Bapak dan Ibu), tinggal di negara orang membangkitkan rasa cinta tanah air yang luar biasa—meski bukan berarti kalau tinggal di tanah air justru nggak cinta :) Ada satu lagu nasional (tapi maaf Ibu nggak tau pengarangnya) yang sering banget Ibu nyanyikan sebagai obat 'homesick' dan mampu membuat Ibu berurai air mata (dan Bapak mendengarkan dengan serius).

Tanah airku tidak kulupakan
Kan terkenang selama hidupku
Biarpun saya pergi jauh
Tidak kan hilang dari kalbu
Tanahku yang kucintai
Engkau kuhargai...

Walaupun banyak negri kujalani
Yang masyur permai di kata orang
Tetapi kampung dan rumahku
Di sanalah kurasa senang
Tanahku tak kulupakan
Engkau kubanggakan...

Tuh kan... sambil nulis syair di atas, mata Ibu sudah terasa pedas, hiks.. hiks.. :(

Buat yang tercinta Negara Kesatuan Republik INDONESIA, dirgahayu! Semoga rakyatmu tetap kokoh bersatu tuk menggapai cita2 adil makmur sejahtera. AMIN!

Lego

Hari Minggu Udane dibelikan mainan oleh Bapak di Ramayana. Kali ini Uka milih lego—itu lo mainan nyusun konstruksi, dulu merek yang terkenal Lego, makanya Ibu sampai sekarang menyebut mainan itu lego meski yang dibeli bukan merek Lego :)—sementara Ene milih boneka jerapah.

Nah.. tentang lego ini, sampai di rumah, bukannya Uka yang asyik main, tapi Ibu! Maklum, semasa kecil Ibu pengin banget punya koleksi lego yang berseri tapi apa daya karena mahal jadi nggak pernah berani minta ke Yang Gik (bapaknya Ibu). Makanya sekarang balas dendam! Hahaha... Selain itu Uka juga nggak mau main sendiri, dia minta Ibu yang nyusun lego sesuai petunjuk, dia bantu nyari2 bentuk yang dimaksud. Klop kan?! :)

Nah.. di bawah ini hasil kerjasama Ibu dan Uka. BTW, status konstruksi saat ini sudah dibubarkan, oleh Ene :D


Konstruksi sesuai petunjuk


Konstruksi hasil modifikasi Ibu dan Uka


Uka dan konstruksi modifikasi

Thursday, August 11, 2005

Nangis Nonton Mr. Bean?

Seperti biasa semalam (Rabu) jam 20.00 WIB Uka nonton Mr. Bean di Trans TV. Di-mana2 yang namanya orang nonton film komedi tentulah tertawa, bahkan sering kali sampai ngakak. Tapi tidak demikian halnya dengan Uka karena dia justru menitikkan air mata menyaksikan Mr. Bean. Kok bisa? :)

Kisahnya Mr. Bean sedang mengunjungi sebuah pameran (kalau nggak salah) "Adult Exhibition". Seperti biasa Mr. Bean mengendarai mobil Morris kesayangannya warna hijau pupus dengan kap mesin warna hitam. Ternyata di tempat parkir sudah ada mobil Morris yang persis sama dengan milik Mr. Bean, hanya beda no.mobil. Parkirnya di tempat khusus dengan plang "reserved". Dasar Mr. Bean, mobil yang tampaknya mendapat perlakuan yang istimewa tersebut dipindahkan dengan cara didorong dan tempat parkirnya dipakai buat mobilnya. Maksa banget pokoknya! :D

Singkat cerita, selesai menikmati pameran (yang tentunya banyak diisi kisah2 konyol ala Mr. Bean di setiap ruang pamer) dia menuju lokasi parkir mobilnya. Tapi Mr. Bean kaget karena mobilnya sudah nggak ada di tempat semula. Setelah tengok kiri kanan dengan ekspresi bingung, Mr. Bean menemukan mobilnya yang ternyata sudah parkir di tengah lapangan. Mr. Bean pun tersenyum lega dan hendak menghampiri mobil tersebut. Belum sampai ke mobil, perhatian Mr. Bean teralihkan oleh kue2 lezat (Mmmhh... yummy... Ibu aja juga pengin hehe...) yang dijual di pinggir lapangan parkir dan dia pun mendekati kue2 tersebut.

Sementara Mr. Bean sedang asyik memilih kue, membayarnya dan kemudian memakannya dengan nikmat, di latar belakang tampak si Morris sedang dikelilingi orang banyak dan tak lama kemudian si Morris digilas oleh sebuah tank dan para penonton pun bertepuk tangan atas kesuksesan tank tersebut menggilas si Morris hingga rata dengan tanah! Mendengar tepuk tangan yang riuh, Mr. Bean menoleh dan betapa kagetnya dia menyaksikan si Morris sudah tak berbentuk lagi. Mr. Bean pun hanya bisa memandang si Morris dengan ekspresi layaknya orang yang kehilangan a precious thing in his life! Dia pelan2 mendekati 'bangkai' si Morris dan mengambil slot besar (kunci tambahan untuk pintu mobil yang khas Mr. Bean) untuk dibawa pulang sebagai kenang2an.

Nah.. ternyata adegan yang belakangan ini tidak hanya menyedihkan untuk Mr. Bean tapi juga buat Uka! Uka yang duduk di lantai di sebelah Ibu tiba2 menyembunyikan wajahnya di pangkuan Ibu. Ibu curiga Uka nangis karena biasanya begitu tingkahnya kalau lagi sedih. Dan ketika Ibu angkat wajah Uka, eh.. ternyata benar matanya berair! Antara ingin tertawa dan kasihan, Ibu pun memeluk Uka sambil menjelaskan bahwa itu hanya film, komedi lagi! Ternyata Uka benar2 berempati dengan Mr. Bean. Uka... Uka..., ada2 aja! Rowan Atkinson pasti bakal sesedih kamu kalau tau filmnya yang harusnya bikin orang ketawa justru bikin kamu nangis :)

Monday, August 08, 2005

Cita-cita Uka

Seingat Ibu, konsep 'cita-cita' mulai dikenal Uka sejak dia bersekolah karena pembicaraan awal antara Ibu dan Uka tentang cita2 dimulai semasa Uka di Play Group. Sebenarnya ketika itu Uka tidak mengatakannya sebagai 'cita-cita', tapi lebih ke pernyataan 'kalau sudah besar mau jadi apa', selanjutnya Ibu yang menegaskan kalau itu namanya 'cita-cita'. Sejak itu, cita2 Uka selalu ber-ubah2 :)

Ketika di Play Group cita2 Uka ada 3 (tiga) sekaligus: power ranger, polisi, dan dokter! Fantastic, isn't it? :) Ceritanya, pada masa itu Uka terobsesi dengan kata2 'suka menolong'. Di awal masa sekolah, di antara obrolan Ibu dan Uka memang sering terucap harapan Ibu supaya Uka jadi anak yang suka menolong, tidak pelit dan tidak mau menang sendiri. Mengapa Ibu menekankan hal ini? Karena ketika itu untuk pertama kalinya Uka mulai belajar bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain di luar lingkungan keluarganya, jadi Ibu mencoba membekali Uka supaya bisa bertenggang rasa dengan orang lain. Kebetulan waktu itu Uka senang dengan film Power Rangers dan mengagumi para polisi yang bertugas di jalan raya, jadi tokoh2 ini Ibu pakai sebagai contoh orang2 yang suka menolong. Tokoh lain yang Ibu pakai sebagai contoh orang yang suka menolong adalah dokter. Walhasil, jadilah Uka ber-cita2 sebagai power ranger, polisi, sekaligus dokter! :D

Saat di TK-A (Nol Kecil) cita2 Uka berubah menjadi pelukis! Tadinya sih Ibu mencandai Uka dengan mengatakan, "Uka kalau besar nanti mau jadi pelawak ya?". Ini karena selain kartun, acara televisi yang menjadi favorit Uka adalah yang berbau komedi, seperti API (Audisi Pelawak TPI), Mr. Bean, dan belakangan ini Extravaganza!. Tapi ternyata Uka segera menukas candaan Ibu dengan seriously mengatakan, "Nggak! Kalau sudah besar aku mau jadi pelukis!" Hah?! Ibu sama sekali nggak nyangka Uka punya angan2 demikian—Meski mungkin spontan aja :). Setelah Ibu ingat2, memang sejak belum sekolah pun, Uka senang men-coret2 dinding rumah sampai nggak ada tembok di rumah yang bersih dari coretan Uka :) Baru setelah sekolah, coretan di dinding mulai berkurang dan medianya berganti menjadi buku gambar—Atau barangkali karena sudah nggak ada dinding kosong di rumah yang bisa di-coret2 lagi ya? :D


Coretan Uka dengan media dinding bertopik "Asal" :D Digambar semasa belum sekolah.


Gambar Uka dengan media buku gambar bertopik "Mudik". Digambar semasa sekolah sepulang mudik (2004?). Garis paralel muter2 dengan gambar mobil kecil2 di tengahnya menurut Uka rute dari Cilegon menuju rumah Mbah Hardjo di Wonosobo :)

Nah.. setelah duduk di TK-B, baru2 ini Uka membuat statement baru tentang cita2nya, katanya kalau sudah besar dia ingin menjadi pilot! Pernyataan ini (lagi2) spontan saja tanpa ada rangkaian kejadian yang menjadi pencetusnya. Setelah Ibu tanya alasan ingin menjadi pilot, ternyata jawabannya karena pilot bisa terbang, lalu Uka memperagakan posisi terbang ala Superman dan Batman! Rupanya dalam imajinasinya, pilot terbang itu sama dengan kalau Superman atau Batman terbang, hahaha... Dasar anak2!

Kita tunggu saja, apalagi yang akan menjadi cita2 Uka. Dan kelak, apakah di antara cita2 itu ada yang menjadi kenyataan? Hanya waktu yang bisa menjawab. Ibu hanya berdoa kelak Uka—dan Ene juga tentunya—tumbuh menjadi dewasa, bukan hanya sekedar 'tua', apa pun profesinya. Amin.

Ke Matahari

Weekend kali ini kami ke Matahari dengan tujuan utama nyari celana jeans buat Bapak.

Ceritanya Bapak akan melakukan perjalanan naik bis selama seminggu bersama rombongan dosen Teknik Mesin UGM dari kota ke kota (Ibu nggak tau persis kota mana saja yang disinggahi). Berangkat dari Jogja Senin pagi—Jadi Senin pagi ini (8/8) begitu sampai di bandara Jogja (setibanya dari Cilegon), Bapak langsung ke kampus untuk memulai perjalanan naik bisnya—dan berakhir di Bandung (kalau nggak salah) hari Jumat (12/8). Dari Bandung rencananya Bapak akan memisahkan diri dari rombongan untuk pulang ke Cilegon.

Nah... untuk perjalanan selama seminggu tanpa ada kesempatan mencuci baju, maka yang paling praktis adalah memakai celana jeans—Mau dipakai seminggu nggak kusut, kotorpun nggak kelihatan :D Cuma masalahnya Bapak sudah lama nggak punya celana jeans. Sejak Bapak kerja di Jogja (Januari 2003) ternyata berat badan Bapak bertambah beberapa kilo—Semoga ini nggak berarti bahwa ternyata Bapak lebih ayem setelah jauh dari Ibu :D—dan akibatnya celana jeansnya yang lama nggak muat dan sudah lama dihibahkan ke orang lain. Baru sekarang Bapak ada trigger untuk beli celana jeans lagi.

O ya, di Matahari ini seperti biasa Uka minta dibelikan sesuatu sebagai 'upeti' keikutsertaannya bepergian :) Biasanya dia minta mainan, tapi kali ini sama Bapak dibelikan harmonika. Uka senang sekali, begitu dibayar eh.. langsung bungkusnya dibuka dan harmonikanya dimainkan. Dia tadinya malah minta pegangan harmonika yang dikalungkan di leher, katanya biar seperti Iwan Fals hehe.. Sudah dapat harmonika, ternyata sampai di rumah Uka masih komplain, katanya, "Kok aku nggak dibelikan mainan sih?" Jawab Bapak, "Kan tadi sudah dibelikan harmonika". Uka membalas lagi dengan gaya bicara seperti kalau ngasih tau Ene, "Itu bukan mainan Bapaaak... itu alat musik...!". Ibu yang mendengar dialog tersebut dari kejauhan tertawa sambil berkata dalam hati, "Gotcha!!!", sementara Bapak speechless..... hehehe...

Friday, August 05, 2005

Memanusiakan Manusia

Posting kali ini agak panjang. Bukan tentang Udane tapi tentang keprihatinan Ibu terhadap aksi KEKERASAN yang dilakukan sekelompok orang terhadap kelompok lain yang notabene dengan alasan menegakkan KEBENARAN! How come? KEBENARAN... KEKERASAN... rasanya bukan hal yang patut dipersandingkan! Apakah kebenaran harus ditegakkan dengan kekerasan? Dan tentang kebenaran? Siapa yang berhak mengklaim kebenaran? Bukankan kebenaran yang hakiki hanyalah milik Allah swt?

Pagi ini Ibu baca berita di Kompas Cyber Media (KCM) dengan judul Pemerintah Didesak Tindak Penyerang Kelompok Ahmadiyah yang memberitakan bahwa sejumlah tokoh agama dan tokoh nasional mendeklarasikan Petisi Bersama Warga Negara Indonesia. Butir2 petisi tersebut, antara lain:

  • Desakan terhadap Pemerintah agar menindak tegas pelaku penyerangan terhadap kelompok Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) serta menjamin kebebasan anggota kelompok itu menjalankan keyakinannya.
  • Semua pihak harus menghormati Pancasila dan Konstitusi yang menjadi cermin kesepakatan antar warga negara.
  • Fatwa MUI yang menyatakan aliran atau pemikiran tertentu adalah sesat, harus digugurkan.
Petisi tersebut dibacakan oleh Koordinator Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdhalla pada ulang tahun ke-65 K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ciganjur, Jakarta Selatan, Kamis (4/8) malam. Selain itu Ulil menambahkan bahwa adanya perbedaan tidak boleh disikapi dengan tindakan kekerasan namun harus dibuka pintu dialog seluas-luasnya. "Jika dalam berdialog tidak menemukan kesepakatan maka kita harus sepakat untuk tidak sepakat dan harus menghormati satu sama lain," kata Ulil.

Setelah membaca berita ini, Ibu menjelajah ke situs web Gus Dur dan menemukan tulisan yang menyejukkan dari K.H. A. Mustofa Bisri (Gus Mus) terkait hal di atas. Beliau ini salah satu tokoh yang Ibu kagumi karena pemikiran dan pandangannya. Beliau bukan hanya seorang kiai, tapi juga seorang penulis esei, kolom, puisi, dan cerpen. Selain itu, beliau juga seorang pelukis. O ya tambahan info, beliau juga mertua dari Ulil Abshar Abdhalla.

Berikut kutipan lengkap tulisan beliau yang pernah dimuat di harian Jawa Pos, 4 Agustus 2005, dengan tajuk "Keyakinan":

Salah satu hak manusia paling asasi adalah keyakinan. Kita bisa mengajak orang untuk meyakini apa yang kita yakini, tapi tak bisa memaksakannya. Nabi Ibrahim as dengan segala kebijaksanaannya tidak bisa membuat ayahnya sendiri meyakini keyakinannya, meski keyakinannya itu benar.

Nabi Luth as dengan segala kesantunannya tak mampu membuat istrinya mengimani apa yang diimaninya, meski keyakinannya tersebut benar. Demikian pula, Nabi Nuh dengan segala kewibawaannya tak dapat membuat istri serta anaknya beriman.

Sebaliknya, Firaun dengan segala kekuasaan dan keganasannya tak mampu memaksakan kepercayaannya kepada Asiya, istrinya. (Lihat contoh yang diberikan Allah dalam Q 66: 10-11).

Mau contoh lagi?

Nabi Muhammad SAW dengan segala kearifan, kesantunan, kewibawaan, keamanahan, kefasihan, dan kasih sayangnya tak mampu membuat pamannya beriman. Bahkan, paman yang sekaligus tetangga dekat dan pernah berbesanan dua anak (’Utbah Ibn Abdul ’Uzza Ibn Abdul Muthalib atau yang terkenal dengan Abu Lahab pernah menjadi suami Ruqayyah, putri Nabi Muhammad, dan anaknya yang lain, ’Utaibah, menjadi suami putri Rasulullah lainnya, Ummi Kultsum. Keduanya menceraikan istri-istrinya atas perintah Abu Lahab) sangat memusuhi Nabi.

Ketika Nabi Muhammad SAW seperti hendak "memaksa" karena -dan dengan- kasih sayangnya yang agung, Allah yang mengutusnya justru memperingatkan: "Innaka laa tahdii man ahbabta, walaakinalLaha yahdii man yasyaa…" Sungguh engkau tidak akan dapat memberi hidayah (membuat iman) orang yang engkau sayangi (sekalipun); tapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Ia kehendaki (Q 28: 56).

Hidayah adalah hak prerogatif Allah. Kita hanya bisa mengajak orang meyakini kebenaran yang kita yakini benar. Tapi, apakah orang yang kita ajak tersebut terajak atau tidak, itu bukanlah di tangan kita. Apabila dengan kasih sayang saja Rasulullah SAW tidak mampu "memaksakan" keyakinan kebenaran, bahkan kepada orang yang paling dekat, apalagi pemaksaan dengan kebencian.

Sebagai orang Islam, saya wajib mengajak orang untuk meyakini kebenaran Islam. Mengajak ke jalan Tuhan Yang Mahaesa. Dan, Allah telah memberi arahan cara mengajak ke jalan-Nya. Yaitu, dengan hikmah, dengan bijaksana, dan nasihat yang baik. Bila perlu berbantahan, berbantah dengan cara yang lebih baik.

Tuhan lebih mengetahui tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya. Apabila disakiti, membalas pun harus sama, tidak berlebih. Namun, apabila bersabar, justru lebih baik. (Baca Q. 16: 125-126)

Saya tidak mungkin bisa mengajak dengan bijaksana apabila saya mengedepankan nafsu saya. Saya harus berpikir cermat agar ajakan saya tidak justru membuat orang lari dari jalan Allah. Satu dan lain hal, karena orang tidak hanya mendengarkan tuturan saya, melainkan lebih melihat kelakuan saya. Meski ajakan saya secara lisan benar dan baik, apabila perilaku saya tidak mendukung, apalagi berlawanan dengan ajakan saya itu, tentu malah cemoohan yang akan saya dapatkan.

Saya meyakini agama saya adalah agama yang benar, agama yang penuh kasih sayang, rahmatan lil ’aalamiin. Tapi, saya tidak cukup hanya menggembar-gemborkan hal itu ke sana ke mari, sedangkan perilaku saya justru tidak mencerminkan kebenaran, tidak mencerminkan kasih sayang sebagaimana yang dicontohkan pemimpin agung saya, Nabi Muhammad SAW.

Karena rahmat Allah, Nabi Muhammad SAW berperilaku lemah lembut kepada orang. Seandainya beliau kaku dan kasar budi, firman Allah, pastilah orang-orang akan lari menjauhi beliau (baca Q 3: 159). Dan, otomatis Islam pun akan dijauhi.

Syukurlah, Rasulullah SAW, seperti dicatat sejarah, adalah pribadi teladan yang benar-benar lemah lembut, penuh kasih sayang, pemurah, dan penuh perhatian. Beliau tidak hanya menebar cahaya kebenaran, tapi juga menabur kasih sayang dan menyebar kedamaian. Kehadiran beliau benar-benar rahmatan lil ’aalamiin.

Bagi orang Islam, terutama yang ingin mengajak ke jalan Allah dan memuliakan agama-Nya, tidak ada yang lebih baik daripada mengikuti jejak dan contoh Nabi Muhammad SAW. Dan, mengikuti jejak serta mencontoh Nabi Muhammad SAW kiranya tidak terlalu sulit bagi mereka yang benar-benar manusia, yang mengerti manusia, dan yang memanusiakan manusia. Sebab, Rasulullah SAW adalah manusia yang paling manusia, yang amat paham manusia, dan sangat memanusiakan manusia.

Karena itu, seandainya pun -dalam menegakkan kebenaran- beliau pernah membenci manusia yang tidak benar, tidak pernah kebenciannya membawanya untuk berlaku tidak adil sesuai firman Tuhan yang mengutusnya. ("Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan, janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil…" Q 5: 8)

Saya membayangkan, beliau pasti bersedih jika melihat umatnya yang mengaku sangat mencintainya -dan dengan dalih membelanya- melakukan tindakan-tindakan yang sama sekali tidak pernah beliau ajarkan serta contohkan. Apalagi bila hal itu bisa mencoreng kemuliaan agamanya.

[Cetak tebal dari Ibu]

Tuesday, August 02, 2005

Lima Hari Kerja Bapak

Weekend kemarin Bapak membawa berita gembira. Mulai bulan Agustus 2005 ini, Jurusan Teknik Mesin UGM memberlakukan lima hari kerja! Horeee...!!! FYI, belum semua jurusan di UGM memberlakukan lima hari kerja. Tapi ah.. apa istimewanya? Tentu saja istimewa karena itu berarti Bapak bisa pulang ke Cilegon Jumat malam instead of Sabtu sore seperti sebelumnya! Memang sih kadang2 Bapak pulang Jumat malam, tapi itu statusnya ijin untuk hari Sabtunya. Kalau keseringan kan nggak enak juga meski selama ini rekan2 Bapak nggak pernah ada yang komplain :)

Lima hari kerja buat Bapak berarti makin banyak waktu untuk berkumpul dengan Udane. Sesuatu yang sangat berarti! Terlebih Ene sudah makin besar dan makin dekat dengan Bapak. Kalau Bapak lagi di rumah, wah.. Ene apa2 maunya sama Bapak. Bapaknya nggak kelihatan sebentar aja—biasanya kalau nggak ngerokok di teras, baca koran atau buku di kamar buku, ya pulas di kamar—sudah di-cari2, "Bapak.. Bapak..", sambil muter2 di dalam rumah. Kalau sudah nemu Bapak, dia akan tersenyum gembira meski nggak butuh apa2 :) Wah.. ekspresinya itu lo.. yang bikin gemes!

Tapi semalam ketika Bapak nelpon, Bapak mengabarkan bahwa weekend pertama lima hari kerja, yang berarti next weekend, Bapak justru nggak bisa pulang Jumat malam. Hari Jumat ada test program S2 Ekstensi yang hasilnya sudah harus diumumkan hari Senin. Karena Bapak ikut bikin soal buat test ini, jadi Bapak mesti ikut ngoreksi. So Bapak baru bisa pulang ke Cilegon Sabtu sore. It's okay Dad! We understand kok! :)

Updated 08/08/2005:
Weekend kemarin Bapak jadi pulang ke Cilegon dan mengkonfirmasi ke Ibu bahwa test yang dimaksud di atas BUKAN untuk program S2 Ekstensi, tapi program Ekstensi, yaitu program S1 bagi mereka yang sudah menyelesaikan D3. Selain itu, testnya BUKAN hari Jumat, tapi Sabtu pagi—Maaf banyak kesalahan informasi :). Jadi Sabtu pagi begitu test selesai dilaksanakan Bapak segera mengoreksinya dan segera pula meluncur ke bandara untuk menuju Cilegon. And he arrived at the airport just in time! Phuih, hampir saja ketinggalan pesawat!!! :)

Lomba Burung Berkicau

Baru sempat cerita nih... Minggu kemarin, sepulang dari Ramayana—Huh?! Ramayana lagi? Bener2 gak kreatif! :) Maklum pilihan buat main di Cilegon terbatas :)—kami mampir ke Lomba Burung Berkicau yang diadakan di lapangan terbuka di seberang Hotel Permata Krakatau. Tadinya Ibu pikir kalo cuma nonton aja gratis, eh.. ternyata ada tiket masuknya Rp2000,- buat berempat. Atau mungkin yang diitung cuma Bapak dan Ibu aja kali ya? :)

Dari kejauhan, terlihat arena lomba begitu ramai. Ada orang2 yang lagi mandiin burung—Ternyata bukan cuma orang yang butuh mandi :) Ada orang2 yang lagi menenteng sangkar burung. Sangkar2 tersebut ditutup kain supaya burung2 tersebut tidak stress ketika di-pindah2—Bukan cuma orang lo... yang bisa stress, burung pun juga :). Banyak juga orang2 yang berjualan, mulai dari makanan—Ini juga bukan makanan orang aja, tapi makanan burung juga seperti jangkrik—sampai pernik2 untuk pemeliharaan burung, seperti CD suara burung (Kata Bapak, ini untuk melatih burung supaya berkicau sesuai suara burung pada CD), tempat minum keramik untuk burung, majalah2 tentang burung dan masih banyak lagi.

Semakin dekat ke arena lomba, terdengar suara hiruk pikuk orang2 ber-teriak2, "Juri, no.29 juri....!!!". "Juri... no.21!!!". "Juri... no.35 aja!!!". Ibu kaget juga mendengar suara2 itu. Tadinya Ibu membayangkan bakal mendengar suara2 merdu burung berkicau, sesuatu yang tergolong langka jika kita hidup di kota. Tapi ternyata yang terdengar kok seperti suara2 di terminal bis! :( Memang sih burung2 itu berkicau, tapi masih kalah oleh suara2 teriakan di sekitarnya.

Rupanya yang ber-teriak2 adalah para pemilik burung yang lagi dilombakan dan mereka sedang berusaha mempengaruhi para juri yang sedang serius menilai. Huh?! Sampai segitunya ternyata mereka menyemangati juri. Bukannya menyemangati burungnya! Hahaha... Ibu jadi berpikir, bagaimana juri bisa menilai suara burung dengan benar dengan suasana seperti itu. Dan setelah Ibu perhatikan, memang juri2 tersebut harus berkonsentrasi ekstra untuk dapat mendengarkan kicauan burung2. Belum lagi, mereka harus jeli membedakan suara burung satu dengan yang lain karena jarak antar sangkar relatif dekat (menurut Ibu).


Suasana penjurian salah satu kelompok burung berkicau.

Ketika apa yang Ibu pikirkan ini Ibu sampaikan ke Bapak, Bapak bilang, "Ya begini ini lomba burung berkicau. Makanya burung2 yang nggak biasa ikut lomba, pasti stress dengan suasana seperti ini dan justru nggak mau berkicau". Wah.. kok Ibu jadinya nggak simpatik ya dengan lomba burung berkicau semacam ini. Buat Ibu, lomba ini jadi seperti ajang egoisme pemilik burung. Ibu jadi ingat penggalan sebuah lagu (maaf, Ibu nggak tahu pengarangnya):

Wahai kau burung dalam sangkar...
Sungguh nasibmu malang benar...
Tak seorang pun ambil tau...
Luka dan lara di hatimu...

Bayangkan, burung2 itu diberi sangkar yang harganya ratusan ribu rupiah, diberi tempat minum dari keramik, diberi pakan yang terbaik, tapi 'harga' mereka di mata para pemiliknya hanya ditentukan oleh kicauan yang dihasilkannya. What a pity!

Ketika Ibu mencari tau lebih jauh, ternyata hadiah2 yang ditawarkan cukup menggiurkan. Selain dapat medali, pemenang juga mendapat barang2 elektronik mulai dari magic jar, televisi, sampai ke kulkas! Sementara biaya pendaftaran berkisar antara Rp50.000,- sampai Rp100.000,- tergantung jenis burung dan kelompok lombanya.

Sebagai contoh, untuk burung Anis Merah ada beberapa kelompok lomba, yaitu—urut mulai dari yang pendaftarannya paling mahal—Sanggabuana A, Sanggabuana B, Bintang Banten, Bintang PBI, Sejati A, dan Sejati B. Burung2 lain yang dilombakan adalah Anis Kembang, Cucak Hijau (bukan Cucakrowo seperti judul lagu itu lo... hehe..), Murai Batu, dan beberapa jenis burung lagi yang Ibu nggak ingat. Masing2 dibagi lagi menjadi beberapa kelompok seperti halnya Anis Merah.

Di atas adalah foto salah satu Anis Merah yang juara dengan hadiah yang diperolehnya, sebuah kulkas! Tapi tentu saja kulkas ini bukan buat si Anis Merah, tapi untuk pemiliknya! Tuh kan... semakin kelihatan egoisme para pemilik burung yang ikut lomba. Yang juara burungnya, yang dapat hadiah pemiliknya! :)


Bapak asyik memperhatikan burung2 dengan Ene yang tertidur di gendongannya, sementara Uka asyik dengan jangkrik di plastik yang dibelikan Bapak seharga Rp1000,- untuk 15 ekor. Ternyata ini pertama kali Uka tau jangkrik :)