Thursday, July 28, 2005

Ibu Lagi M?

Belakangan ini di televisi ada iklan sebuah produk pembalut wanita—Sebenarnya Ibu agak nggak sreg dengan istilah ini. Masak wanita dibalut? :D Tapi apa ya istilah yang pas? Au ah!—yang storyboardnya tentang seorang cowok yang sedang 'menembak' temen ceweknya dengan pertanyaan: "Lagi M ya?". Maksud 'M' tentunya bukan Madat atau Mabok—Siapa juga yang ngira itu? :))—tapi Menstruasi. Yang jadi masalah, pertanyaan tersebut disampaikan di ruang publik sehingga membuat si cewek membalas dengan ekspresi 'so what gitu loh' karena merasa jengah. Eh... tapi kenapa juga ya cewek kalo ditanya hal itu di depan umum merasa risi? I don't know, but that really happen :)

Updated 05/082005:
Setelah memperhatikan lebih teliti iklan yang dimaksud di atas, ternyata statement cowoknya yang benar adalah: "Kamu lagi M nggak?" Dengan demikian kesalahan telah diperbaiki. Sorry for any inconvenience it may cause :))

Nah... kejengahan si cewek di iklan tersebut Ibu alami tadi malam. Ceritanya Ibu ke Toko Edi dengan Udane dan Si Mbak. Ketika melewati bagian pembalut wanita dengan berbagai macam merek dan model, tiba2 Uka nyeletuk, "Ibu lagi M ya?". Wah!!! Rasanya muka Ibu seperti udang rebus karena suara Uka cukup keras untuk didengar orang2 yang belanja di sekitar Ibu. Secara reflek Ibu langsung menegur Uka sambil melotot, "Hush! Nggak boleh bilang gitu!". Dan Uka pun reflek menjawab, "Ups, maaf!", sambil menutup mulutnya. Sejenak kemudian baru Ibu berpikir bahwa itu bukan salah Uka, dia kan hanya menirukan apa yang dia lihat dan belum memahami 'nilai rasa' dari suatu ungkapan. Justru Ibu seharusnya menjelaskan konsep 'nilai rasa' ini ke Uka, bukan sekedar marah saja. Maaf yo Le..! Lain kali Ibu akan lebih hati2 dengan reflek Ibu.

Memang kadang2 Ibu mengalami kesulitan untuk menjelaskan sesuatu ke Uka dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh alam pikiran kanak2nya, di antaranya masalah menstruasi ini. Sebelum kasus di atas, ketika pertama kali melihat Ibu membeli pembalut wanita, Uka bertanya pada Ibu, "Ini apa Bu?". Ibu jawab singkat, "Itu popoknya Ibu", sambil berharap jawaban tersebut memuaskan. Tapi ternyata Uka masih melanjutkan dengan pertanyaan, "Oh... Ibu masih suka ngompol seperti Ene ya?". Gubrraaakk!!! Speechless.......... Help!

Wednesday, July 27, 2005

Cincau Penurun Panas

Senin sore dua hari lalu, Ene panas. Entah berapa temperaturnya, Ibu nggak berani ngukur karena Ene biasanya marah kalau pas panas gitu terus diukur pake thermometer. Padahal kalau Uka yang lagi panas dan Ibu ukur dengan thermometer, eh... Ene malah ikut2an ngukur suhu badannya :)

Waktu itu, sebenarnya Ibu sudah terpikir untuk mencoba resep tradisional penurun panas dengan daun cincau. Resep ini yang ngasih tau Mama Azka alias Tante Fiqhi. Tapi karena sudah malam sementara Ibu nggak punya tanaman cincau—harus minta dulu ke Tante Fiqhi :)—jadi untuk sementara Ibu kasih obat turun panas yang biasa.

Malam itu Ene tidur agak gelisah karena badannya masih panas. Bahkan jam satu malam kurang seperempat Ene terbangun dan minta nonton TV. Jam satu lebih seperempat, semua stasiun televisi sudah mengakhiri siarannya sehubungan program hemat energi secara nasional. Ene jadi agak uring2an. Akhirnya Ibu minumi lagi obat turun panas dan setelah itu dia mau bobok lagi.

Besok siangnya baru Ibu berkesempatan ke rumah Tante Fiqhi untuk minta daun cincau tersebut sekaligus cara pemberiannya. Siang itu juga Ene Ibu kasih resep tersebut, demikian juga malamnya. Alhamdulillah Ene sudah nggak panas dan malam bisa tidur dengan nyenyak!

Ini dia resepnya:

  1. Ambil 2 (dua) helai daun cincau, lalu tambahkan 3 (tiga) sendok makan air matang.
  2. Remas2 daun cincau yang sudah diberi air matang tadi sampai air berwarna hijau dan mengental.
  3. Saring air remasan daun cincau tersebut, kira2 hasilnya menjadi 2 (dua) sendok makan air cincau.
  4. Segera minumkan 2 (dua) sendok makan air cincau tersebut pada anak yang sakit. Jika menunggu terlalu lama, air tersebut akan semakin mengental seperti agar2 sehingga untuk anak yang masih kecil—apalagi dalam kondisi sakit panas—agak sulit untuk menelannya.
O ya, air cincau ini nggak ada rasanya, hambar aja, hampir seperti air putih. Jadi buat anak yang suka rasa manis bisa dicampur dengan sedikit madu. Apalagi menurut info dari mulut ke mulut—Ibu belum pernah menerapkannya ke Udane :)—madu juga berkhasiat dalam menurunkan panas. Kemarin sih Ene minum air cincau tanpa campuran madu karena Ene belum pernah minum madu, kalau dicampur madu Ibu khawatir Ene justru muntah karena Ene agak susah minum obat.

Monday, July 25, 2005

Prosotan

Sabtu pagi Ibu ditemani Uka, Ene dan Si Mbak pergi ke sekolah Uka untuk memperoleh informasi lebih jelas tentang sistem standing instruction—transfer secara otomatis dari rekening ortu ke rekening sekolah—yang rencananya akan diterapkan sekolah Uka dalam hal pembayaran SPP. Ternyata sistem ini masih dipending alias ditangguhkan pelaksanaannya karena banyak ortu yang keberatan dengan berbagai macam alasan.

Setelah urusan Ibu dengan Bu Ummu yang mewakili sekolah sudah selesai, ternyata Udane belum mau pulang. Mereka masih asyik bermain dengan alat2 permainan yang tersebar di halaman sekolah. Banyak di antaranya yang baru, dan Uka bangga sekali dengan semakin banyaknya mainan di sekolahnya :) Salah satu alat permainan yang menjadi favorit Ene adalah prosotan. Dan ternyata dia berani meluncur sendiri tanpa dipegangi (Kadang2 Ibu memang terlalu khawatir hehe...). Setelah di-bujuk2, barulah Udane mau pulang.

Meskipun Sabtu pagi sudah lumayan puas main prosotan, ternyata Udane masih menjadikan prosotan sebagai favorit ketika Minggu malam diajak Bapak dan Ibu ke playground yang ada di Cilegon Supermall. Playground tersebut cukup luas dan bangunannya ber-tingkat2 dengan banyak lorong untuk ditelusuri oleh anak2 (dan orang dewasa yang mendampingi anak2 hehe..). Bener2 ajang eksplorasi anak2!!! Tapi seperti telah disebut, Udane nguplek aja di bagian prosotan. Cuma prosotannya beda dengan yang di sekolah. Yang ini tingginya kira2 2 meter dengan panjang lintasan kira2 5 meter dan sudut kemiringan kira2 30 derajat. Pada bagian untuk meluncur terbuat dari pipa2 kecil berwarna-warni yang di-jejer2 sehingga ketika diluncuri pipa2 itu berputar pada poros masing2 dan otomatis lebih licin daripada prosotan biasa. Pada bagian untuk naik terbuat dari bantalan2 empuk sehingga Ene bisa naik sendiri tanpa bantuan.

Meski Ene bisa naik sendiri, tetap aja Ibu ikutan mendampingi Ene naik. Selain karena banyak anak2 yang lebih besar berseliweran yang kadang2 menyenggol Ene, juga untuk meyakinkan bahwa Ene meluncur dengan posisi yang benar. Setelah Ene meluncur dan berada di bawah, Ibu menjemput Ene lagi untuk naik dan meluncur lagi. Sekali dua kali turun naik masih belum terasa buat Ibu, tapi setelah Ene minta naik turun lebih dari 5 kali, baru deh keringat Ibu bercucuran!!! Sementara Bapak cuma duduk di bagian bawah prosotan sambil senyum2 melihat tingkah anak2nya (dan juga Ibunya! Hehe...) Bapak nggak PD gantiin peran Ibu karena para pendamping anak2 yang lain kalau nggak anak2 ABG yang nemenin adik2nya, ya para ibu. Bapak2nya kebanyakan jadi penonton hehehe... Akhirnya setelah hampir satu jam, Bapak dan Ibu berhasil membujuk Udane untuk meninggalkan arena permainan. Itupun dengan iming2 untuk nyari minum karena Ibu bener2 kehausan!!!

Kami lantas mampir di Pizza Hut, di situ ketemu Om Widi dan Tante Yuni dengan trio cowoknya Diaz, Yerry dan Wildan. Komentar pertama Tante Yuni ketika melihat Ibu setelah sekian lama nggak ketemu, "Kok langsing?!". Wah... Ibu ge-er!!! Hahaha... Bagaimana nggak tambah langsing kalau tiap hari harus meladeni polah tingkah Udane yang nggak bisa diam, termasuk main prosotan! :))

'Bapak' Versi Uka

Waktu ke Toko Edi Sabtu malam, seperti biasa Uka minta upeti mainan :), kali ini Uka beli dough—semacam lilin yang bisa dibentuk macam2—plus cetakannya. Lumayan banyak mocel cetakannya, ada bentuk kapal, mobil, pesawat, pohon, ikan, dll. Warna dough-nya ada 2, merah dan kuning.

Semula Uka cukup puas dengan cetakan yang tersedia pada paket mainan tersebut. Tapi lama2 Uka bosen juga. Dia lantas bereksperimen dengan mencampuradukkan kedua warna dough. Setelah itu mulai membentuk sesuatu hasil kreasinya sendiri. Nggak lama kemudian, Uka memamerkan hasil karyanya kepada Ibu.

Ternyata Uka membuat patung 'Bapak'! Lengkap dari kepala sampai kaki, hanya saja bagian kepalanya besar seperti layaknya sebuah karikatur. Dan yang paling menarik dari bagian kepala 'Bapak' adalah hidungnya! Besar sekali!!! Ketika Ibu komentari, "Kok hidungnya besar?", Uka dengan enteng menjawab, "Kan Bapak hidungnya besar!" Hahaha...

Oleh2 Paklik Pangat

Sabtu sore 23 Juli, Bapak pulang ke Cilegon membawa kaos buat Uka dan Ene. Ternyata kaos2 tersebut buah tangan dari Paklik Pangat—adik Bapak—dan Bulik Ina yang sempat ketemu Bapak di rumah Bulik Prie—adik Bapak juga—di Jogja.

Paklik Pangat yang dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Jember sedang menempuh studi S3 bidang structure molecular di Gyeongsang National University, Jinju, Korea Selatan, sejak awal tahun 2004. Sejak itu Paklik Pangat sudah dua kali pulang ke tanah air, Januari dan Juli 2005. Setiap kali pulang, Paklik Pangat selalu mengajak keluarganya yang tinggal di Jember untuk menengok Mbah Hardjo kakung dan putri di Wonosobo, terus mampir ke Jogja ketemu dengan Bapak, Bulik Prie sekeluarga dan Bulik Wur. Dan setiap kali itu pula Udane dan para sepupu yang lain mendapat oleh2 kaos. Kaosnya kembaran, jadi kalau ada family gathering nggak perlu beli seragam lagi :)

Sabtu malamnya Bapak ngajak ke Toko Edi. Kaos oleh2 yang masih bau toko itu langsung saja dipakai oleh Udane—tentunya atas prakarsa Ibu :) Pake dulu, baru dicuci! :D Ene yang sekarang lagi demen pake ikat pinggang seneng banget karena kaosnya ada kantongnya, hehe...

Terima kasih Paklik Pangat dan Bulik Ina! Salam untuk Umar, Dhiya, dan Hanan! Sering2 ya oleh2nya :)

Tx 2 Djenar Maesa Ayu!

Baru sekarang Ibu sempat bilang thanks to Djenar Maesa Ayu. Eh.. emangnya Ibu kenal dengan si penulis muda yang menuai banyak kontroversi sekaligus decak kagum itu? Nggak sih... :) Cuma, ide gaya bahasa singkat dan patah2 pada posting yang lalu, Ibu peroleh setelah membaca kumpulan cerpennya "Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)". Jadi, tx 4 inspiring me, Djenar!

Tentang Djenar. Lahir di Jakarta, 14 Januari 1973, putri pasangan sutradara (alm) Sjuman Djaja dan bintang film senior Tutie Kirana. Ibu dari Banyu Bening (10) dan Btari Maharani (2) hasil dari perkawinannya dengan Edhi Widjaya—Berita terakhir di infotainment, Djenar dan Edhi dalam proses cerai, justru karena mereka masih saling sayang :((. Djenar biasa dipanggil Nai oleh lingkungan terdekatnya. Gaya bicaranya blak-blakan. Penyuka warna hitam. Namanya kalau diterjemahkan secara harafiah berarti "sapi putih nan cantik" :)

Tentang karyanya. Kumpulan cerpen pertama Djenar yang berjudul "Mereka Bilang, Saya Monyet!" telah cetak ulang 8 kali dan masuk dalam nominasi 10 besar buku terbaik Khatulistiwa Literary Award 2003, selain juga akan diterbitkan dalam bahasa Inggris. Saat ini cerpen dengan judul yang sama sedang dalam proses pembuatan ke layar lebar. Cerpen "Waktu Nayla" menyabet predikat Cerpen Terbaik Kompas 2003, yang dibukukan bersama cerpen "Asmoro" dalam antologi cerpen pilihan Kompas. Sementara cerpen "Menyusu Ayah" menjadi Cerpen Terbaik 2003 versi Jurnal Perempuan dan diterjemahkan oleh Richard Oh ke dalam bahasa Inggris dengan judul "Suckling Father" untuk dimuat kembali dalam Jurnal Perempuan versi bahasa Inggris, edisi kolaborasi karya terbaik Jurnal Perempuan. Buku keduanya, "Jangan Main-Main (dengan Kelaminmu)" juga meraih sukses dan cetak ulang kedua hanya dua hari setelah buku itu diluncurkan pada bulan Februari 2005. Kumpulan cerpen ini berhasil meraih penghargaan 5 besar Khatulistiwa Literary Award 2004. "Nayla" adalah novel pertama Djenar yang juga diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama.

Tentang kontroversi karyanya. Djenar mengungkapkan, "Yang saya tulis bukan aktivitas seksual tapi masalah seksualitas. Masalah seksualitas itu ya dari realitas sehari-hari bahwasanya banyak sekali tindakan pelecehan seksual, tindakan kekerasan terhadap perempuan ya hal-hal seperti itu". Dia juga menegaskan, "Apa yang saya tulis sama sekali tidak melebihi dari realitas. Realitas kita jauh lebih fiktif ketimbang fiksi".

Tentang ketertarikan Ibu terhadapnya. Pertama tau nama Djenar dari Kompas beberapa waktu lalu yang mengulas tentang munculnya penulis2 muda perempuan berbakat. Setelah itu Ibu tahu dari televisi. Waktu itu Djenar diwawancarai oleh salah satu infotainment. Bukan tentang tulisannya tapi tentang koleksi bajunya yang kebanyakan berwarna hitam!!! Ternyata Djenar itu cantik dan seksi! Kalau pujian semacam ini datang dari seorang perempuan juga, bisa dipastikan bahwa dia memang cantik dan seksi :) Ibu terus jadi penasaran, gimana ya hasil karya seorang penulis secantik Djenar dengan gaya hidup metropolisnya? Ketika Ibu cerita ke Bapak kalau pengin nyari karya Djenar, eh.. ternyata Bapak baru saja beli kumpulan cerpen Djenar yang kedua. Jadi klop!

Tentang komentar Ibu terhadap karyanya. Singkat aja, mencengangkan! Baik dalam hal gaya penulisan maupun isinya. Gaya penulisan Djenar menurut Ibu orisinal. At least dari sekian banyak buku yang pernah Ibu baca, baru kali ini Ibu nemu gaya patah2 seperti irama musik staccato, plus gaya repetisi yang tidak membosankan. Sedangkan isi tulisannya menurut sebagian orang cenderung jorok dan vulgar, tapi Ibu tidak setuju. Mungkin lebih tepat dibilang jujur dan lugas dalam mengungkapkan tentang seksualitas. Tapi memang perlu dicatat bahwa karya Djenar sepantasnya dibaca oleh orang dewasa dan harus dilihat sebagai sebuah proses kreatif.

Catatan: Data tentang Djenar dan karyanya disadur dari:
- http://www.vision.net.id/detail.php?id=2505
- http://www.gramedia.com/author_detail.asp?id=EAEN3437

Wednesday, July 20, 2005

Acara Weekend

Baru sempet posting acara weekend. Tiga hari ini Ibu sibuk kerjaan di kantor. Lagi disain web Board Manual. Jadi singkat aja ya :)

Sabtu 16 Juli:

Semua bangun pagi kecuali Uka. Uka baru bangun jam 10! :) Sarapannya jadi telat.

Jam makan siang. Bapak ngajak masang sarung jok mobil. Sudah pesan 3 hari sebelumnya sesuai tipe mobil. Harga 600ribu termasuk masang. Sarung sebelumnya sudah dicopot lama. Mengelupas. Lama masang sekitar setengah jam. Selama nunggu Ibu nyuapin Ene. Habis! Bawa bekal dari rumah. Bapak beli rujak. Dimakan rame2.

Setelah itu ke Ramayana. Uka dan Bapak potong rambut. Gundul! Ene nggak ikutan. Susah duduk diam kalau dicukur. Giliran Ene kalau Uka dan Bapak potong rambut lagi :)

Ibu beliin Ene celana untuk pergi. Celana yang lama sudah kekecilan semua! Uka dan Bapak ikutan beli baju :)

Terus ke KFC. Uka dan Bapak kelaparan! Ibu sudah makan siang sebelum berangkat. Uka dan Ene beli paket ayam. Yang dikejar mainannya :) Ayam Ene disantap Uka! Ene nggak makan. Minum aja. Terus pulang.

Minggu 17 Juli:

Siang manggil topeng monyet yang lewat. Hah... lagi?! Already 3 times! Belum bosen juga :)

Malamnya ke Ramayana. Hah... lagi?! Benernya Bapak mau ke Dunkin Donuts. Ngopi. Uka merengek ke Ramayana. Ke taman bermainnya. Sabtu nggak sempat. Sudah kelamaan nyari baju :)

Pulangnya mampir McD. Uka pengin es krim. Akhirnya beli makan juga. Yang dikejar (lagi2) mainannya :) Bapak nggak jadi ngopi. Sudah malam. Pulang.

Tuesday, July 12, 2005

Ke Pantai

Sabtu 9 Juli kami pergi ke pantai Anyer, tepatnya di lokasi wisata Tanjung Tum. Sebelumnya sama sekali nggak ada rencana mau ke pantai. Jangankan ke pantai, pergi keluar rumah pun nggak. Tiba2 aja sekitar jam 11—a.m. of course :)—Bapak nawarin Uka, "Uka, mau ke pantai nggak?". Tentu saja jawaban Uka, "Mau!", karena pada dasarnya dia sudah mulai jenuh liburan di rumah terus :) Sejak minggu ke-2 libur sekolah, which started from 20 June, Uka hampir tiap hari nanya 'hari ini tanggal berapa?' untuk selanjutnya disusul pertanyaan 'tanggal 18 masih lama ya?'—maksudnya 18 Juli, saat dia masuk sekolah lagi di TK B :)

Ini juga yang bikin Bapak tergerak untuk ngajak refreshing, biar Uka nggak jenuh! Selain itu juga biar Uka ada cerita kalau ditanya guru dan temen2nya saat masuk sekolah lagi. Jangankan libur panjang, setiap Senin aja gurunya selalu nanya anak2 liburnya—libur weekend maksudnya—kemana aja? Terus setelah itu disuruh gambar atau cerita liburannya itu. Selama ini cerita maupun hasil gambarnya Uka kebanyakan diisi kegiatan belanja dengan Bapak, Ibu, dan Ene. Itu pun bukan belanja ke pasar tradisional lo... tapi ke supermarket! :) Ibu sudah kapok ke pasar tradisional di Cilegon, hehe... (Buat Tante Weni: Kok kisah 'duka' sewaktu pergi ke pasar bareng Tante Liena nggak nongol sih di blognya? Seru lo... hahaha...)

Begitulah, rencana Bapak yang mendadak ini membuat Ibu harus melakukan persiapan kilat. Persiapannya mulai dari gantiin baju Ene dan Uka, nyiapan baju ganti plus handuk kecil buat Udane, juga buat Bapak dan Ibu—in case ikutan basah :)— terus nyiapin bekal susu buat Ene dan camilan buat semuanya, juga nyiapin ember kecil buat main2 di pantai plus bantal buat tidur di perjalanan karena jarak tempuhnya lumayan jauh sekitar 1/2 jam, apalagi sudah jam bobok siang. Untung Ibu sudah lumayan terlatih dengan persiapan mendadak semacam ini. Maklum, kami kalau pergi2 yang agak jauh memang seringkali nggak direncanakan, tergantung banget dengan mood Bapak. Selain karena Bapak yang nyetir, juga karena Bapak termasuk orang rumahan, jadi lebih senang berteman bantal dan guling kalau weekend hahaha... Setelah semua beres, then off we go!!!

Di perjalanan, tepat seperti yang Ibu perkirakan, Uka dan Ene terlelap. Ene tidur di pangkuan Ibu yang duduk di belakang, sementara Uka tidur di sebelah Ibu dengan posisi tengkurap, kepala di bantal dan kaki tertekuk ke atas nyandar di pintu mobil. Melihat Uka dalam posisi demikian, Ibu baru sadar bahwa ternyata Uka sudah bertambah tinggi. Rasanya baru beberapa waktu yang lalu kaki Uka masih bisa selonjor kalau tidur di jok belakang mobil :) How fast the time is running when we see the children grow! Meski posisinya tampak nggak nyaman, ternyata Uka tidur sangat pulas. Bahkan saking pulasnya, Uka sampai susah dibangunkan ketika tiba di Tanjung Tum.

Tanjung Tum merupakan area pantai yang cukup luas dengan pohon2 kelapa dan beberapa pondok peneduh di sekitarnya yang terbuka untuk umum. Tarif per mobil sedan berikut penumpangnya Rp15.000,-, kalau untuk kendaraan jenis lain mungkin tarifnya beda. Lokasi ini memang diperuntukkan bagi mereka yang tidak bermaksud menginap. Nggak ada fasilitas losmen atau resort. Yang tersedia hanya kamar mandi serta warung2 dengan menu utama es degan alias es kelapa muda. Di sini kelapanya benar2 muda, maksudnya nggak seperti di resto di kota2 yang seringkali sudah nggak muda lagi alias sudah pantas disebut kelapa aja hehehe... Selain itu ada juga yang jual otak2 ikan dan emping, penganan khas Banten. Terus ada yang nyewain tikar untuk lesehan—memangnya untuk apa lagi tikar kalau bukan untuk lesehan :)—dan ban untuk berenang dari yang ukuran kecil sampai yang segede gajah, hahaha...

Saat kami tiba, sudah banyak pengunjung di situ, bahkan ada satu panggung terbuka yang ternyata untuk acara kumpul2 keluarga suatu perusahaan. Meski sudah banyak pengunjung, tapi suasananya nggak crowded karena tempatnya luas. Pondok2 peneduh sudah terisi semua, jadi kami menyewa tikar seharga Rp5000,- per lembar—mahal amat!—dan mencari tempat yang teduh di bawah pohon kelapa untuk beristirahat. Saat itu ternyata banyak yang jual layang2. Bapak langsung membeli sebuah seharga Rp3000—heks! lagi2 mahal amat!—untuk Uka dan Ene. Sejak lama memang Bapak ingin ngajak Uka main layang2. Sebelumnya—waktu Ene belum lahir—Uka pernah dibelikan layang2 sama Bapak, tapi nggak berhasil diterbangkan di depan rumah karena nggak ada angin! Hehe... Jadi kali ini Bapak ingin mewujudkan obsesinya mengajari Uka, sekalian Ene, main layang2. Dan ternyata Uka dan Ene sangat menikmati main layang2!—Eh.. ada nggak ya anak2 yang nggak suka main layang2? :)

Capek main layang2, Udane menuju air! Masak ke pantai nggak main air? :) Dan sepertinya dugaan Ibu bahwa Ene takut air yang volumenya gede semakin terbukti (lihat entry Udane dan Air). Jangankan merendam kakinya di air, kakinya terbalut pasir aja sudah bikin Ene risih dan minta segera dicuci! Hahaha... Jadi akhirnya dari kami berempat, yang bajunya sampai basah dan harus ganti cuma Uka! Hehehe...


Bapak lagi ngajarin Uka main layang2.


Bukannya merhatiin Bapak, Uka malah asyik joged dengerin lagu dangdut dari panggung terbuka. Gayanya dangdut abis ya, jempolnya diacungin! Hahaha...


Akhirnya bisa juga Uka menerbangkan layang2 sendiri. This was his first time! Congratulation Uka! :)


Ene risih kakinya kena pasir :)


Sementara Uka justru asyik mengisi embernya dengan pasir!


Bapak mo nyariin sesuatu buat Udane.


Bapak lagi nunjukin apa yang baru saja dicarinya. Apa ya?


Ini dia yang dicari Bapak, keong laut! Coba itung ada berapa tuh! :D


Kali ini Ibu berpose dengan Udane, masak Bapak aja :) Bapak tuh dasarnya nggak hobi moto dan dipoto, sementara Ibu demen moto dan dipoto, jadi nggak klop kan? Hehehe...

Wayang

Jumat malam 8 Juli 2005 Bapak datang dari Jogja membawa oleh2 wayang kulit pesanan Uka. Ada 4 tokoh yang dibawa Bapak: Bima, Gatotkaca, Rahwana, dan Hanoman. Sebelumnya Uka sudah punya 2 tokoh: Ontoseno dan Semar, sayang yang Ontoseno gagang utamanya sudah patah jadi nggak bisa dimainin lagi. Sebelumnya Uka juga pernah di-oleh2i VCD wayang orang dengan lakon Ramayana oleh Bapak.

Uka memang senang dengan wayang, baik wayang orang maupun (terutama) wayang kulit. Kalau pas nggak ngantuk, dia betah nonton wayang kulit di TVRI yang biasanya ditayangkan Sabtu malam dengan ditemani Bapak. Pernah juga Uka nonton live ketika beberapa waktu lalu tetangga kami Bapak Tutug Murdawa mantu dan menggelar pertunjukan wayang kulit di depan rumahnya. Karena waktu itu Bapak nggak ada di Cilegon dan Ibu harus ngeloni Ene, maka yang nemenin Yuk. Sebenarnya Ibu agak keberatan karena Uka baru saja sembuh dari sakit—panas karena radang tenggorokan—tapi Uka merajuk jadi akhirnya Ibu ijinkan dengan catatan harus pakai jaket dan segera pulang jika sudah ngantuk atau badan terasa nggak enak. Untunglah kantuk Uka—satu2nya yang menjadi kendala nonton wayang :)—segera datang, jadi Uka pulang beberapa saat sebelum jam 12 malam setelah sebelumnya berangkat jam 10 malam! Selama Uka nonton wayang itu, Ibu bolak balik lihat jam dan menengok keluar dari jendela ruang tamu mengharap Uka pulang, hehehe...

How come Uka jadi suka sama wayang yang sering keliru disebutnya 'layang'? Penyebabnya sudah pasti Bapak! :D Seperti kata pepatah, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya. Karena Bapak suka wayang, nggak heran kalau Uka jadi senang wayang juga. Ene pun tampaknya mulai tertarik dengan wayang, paling tidak dia sudah tau bagaimana cara memainkan wayang kulit :) Tapi Bapak tidak pernah memaksakan anak2nya untuk gemar wayang, jadi minat itu muncul sendiri dari hal2 kecil seperti oleh2, terus nonton wayang di TV yang semula nggak sengaja. Dari situ Bapak cerita tentang nama2 tokoh dalam jagad pewayangan plus rangkaian kisahnya, dan selanjutnya mengalir begitu saja.

Bapak menggemari wayang sejak kecil. Ketika Bapak SD, gara2 wayang pernah sampai memecahkan kaca jendela rumah!!! Ceritanya, sore itu Bapak ngantuk padahal jam 12 malam ada pertunjukan wayang kulit, jadi Bapak mau tidur dulu dan pesan sama Mbah Hardjo putri supaya dibangunkan saat pertunjukan dimulai. Rupanya Mbah Hardjo putri tidak membangunkan Bapak, mungkin karena lupa atau mungkin karena berpikiran Bapak tidurnya pulas jadi kasihan kalau dibangunin. Akibatnya keesokan harinya Bapak marah dan terjadilah 'tragedi' itu hehe... Jadi kebayang kan seberapa besar passion Bapak sama yang namanya wayang. Kalau dirunut dari sejarah keluarga sih hal ini nggak mengherankan karena kakeknya Bapak dari pihak Mbah Hardjo kakung adalah dalang dan dulu punya satu set lengkap wayang kulit. Lagi2, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya :)

Kalau Ibu sih nggak terlalu gemar wayang kulit, kalau wayang orang sih masih OK, itu pun harus ada orang yang mendampingi sebagai guide yang menjelaskan jalan ceritanya dan tokoh2nya :) Dulu, peran ini dipegang oleh Yang Gik (bapaknya Ibu), tapi semenjak Yang Gik tiada tahun 1992, nggak ada lagi yang jadi guide dan otomatis Ibu nggak pernah lagi bersinggungan dengan wayang. Hanya sekali—tahun 1996—Ibu sempat kesengsem dengan pertunjukan wayang kulit, yaitu ketika dalangnya itu lo... yang nongol di iklan obat Oskadon 'pancen o ye'—tuh kan.. nama dalangnya aja Ibu nggak hapal! Hahaha... Ceritanya waktu itu Ibu malam2 nggak bisa tidur dan iseng2 nonton wayang. Eh.. kok wayangnya agak lain dari biasanya karena ada musik campursari, terus gaya ndalangnya ngepop, pakai ngobrol dan gojegan dengan para sinden. Apalagi pas adegan goro2—adegan para punakawan di bagian tengah cerita—wah.. Ibu ter-pingkal2 dibuatnya.

Updated 19/08/2005:
Setelah nanya ke Bapak, ternyata nama dalang yang Ibu maksud di atas adalah Ki Mantep Sudarsono. Maaf ya Ki, atas ketidaktahuan hamba :)

Belakangan—setelah kenal Bapak—baru Ibu ngeh kalau dalang tersebut memang membawa stream baru dalam dunia pewayangan dan sempat menuai pro dan kontra terhadap new wave-nya tersebut. Tapi menurut Ibu, langkah dalang tersebut perlu dilakukan untuk menjembatani kesenjangan antara generasi muda sekarang yang lebih akrab dengan budaya pop dengan kekayaan tradisi warisan leluhur. Buat Ibu, budaya tradisional—dalam hal ini wayang—perlu dilestarikan, namun harus dicari cara yang tepat supaya proses pewarisan ini tidak terasa dipaksakan di kalangan generasi muda. Kalau sudah akrab, nah.. baru diperkenalkan dengan bentuk aslinya. Begitu saudara2... Hahaha... kayak pidato 17-an aja!

O ya, salah satu hal—dari sekian buanyaak hal :)—yang membuat Ibu terkesan sama Bapak di saat masa pacaran adalah pengetahuan Bapak tentang wayang. Waktu itu nggak kebayang bahwa ada orang seumuran Ibu yang gemar wayang dan tahu detil sampai ke filosofi wayang. Haree geneee ngomongin wayang?! Hahaha.... Dan karena Ibu nggak ingin dibilang 'nggak nyambung' kalau diajak ngobrol soal wayang sama Bapak, waktu itu Ibu bela2in beli buku2 populer tentang wayang! Hahaha... ketahuan ya kalau Ibu dulu jaim, alias jaga image, di depan Bapak! Setelah membaca buku2 itu, Ibu baru ngeh kalau ternyata pada dasarnya cerita wayang itu berasal dari dua epos, yaitu Ramayana dan Baratayudha. Jadi tokoh2 dalam kedua epos tersebut nggak mungkin saling ketemu. Misalkan, tokoh Rama—dari epos Ramayana—nggak mungkin dong terlibat adegan dengan Arjuna—dari epos Baratayudha. Sampai segitu parahnya ya pengetahuan Ibu, huahaha...


Udane menggelar wayang oleh2 Bapak :)


Udane lagi ndalang... Uka mainin Gatotkaca dan Rahwana, Ene mainin Semar dan Hanoman. Memangnya ada ya lakon wayang dimana tokoh2 tersebut ketemu? Hehehe...

Monday, July 11, 2005

Mood Nulis

Sudah seminggu lebih blog Udane nggak di-update. Maklum aja, Ibu lagi kehilangan mood nulis. Penyebabnya? Nggak jelas juga :D Yang jelas, karena belum mood nulis, Ibu lantas nengokin blog2 orang lain dan akibatnya justru nyasar dari satu blog ke blog yang lain yang ternyata wow... keren2 abis! Baik dari sisi disainnya maupun gaya nulisnya. Pokoknya kata almarhum Harry Roesli te-o-pe-be-ge-te alias top banget bo!!! Secara gw blog2 itu so inspiring! Hahaha.. ini nih pengaruh dari blog2 yang Ibu kunjungi yang rata2 penulisnya memang dari generasi yang lebih muda dari Ibu—Hihihi.. jadi malu, ketauan kalo dah ga muda lagi. Gara2 blog2 itu Ibu jadi ikut2an pake basa gaol... dan hasilnya ga pantes banget gitu loh.... Udah ah... mo balik ke original style aja, soalnya kalo pake basa gaol ga PD!!! Huahahaha...

Balik ke mood nulis, sekarang si doi dah muncul lagi. Hopefully, setelah ini blog Udane bisa rutin di-update, at least once a week. Bukannya Ibu ditunggu para penggemar seperti J.K. Rowling si jenius pengarang Harry Potter itu sih...—penggemar Ibu paling2 kan Tante Weni dan Tante Mita hahaha...— cuma biar kelak Uka dan Ene bisa punya banyak kenangan untuk dibaca. Moga2 aja sampai masa itu tiba, blog providernya masih eksis hehehe...