Wednesday, April 26, 2006

Imunisasi Polio 4 & 5

Tadinya Ibu sudah males mau nulis cerita tentang imunisasi polio Ene karena kejadiannya sudah lewat hampir sebulan yang lalu (hehehe...) tapi demi melengkapi dokumentasi (Ini salah satu manfaat blog!) tentang imunisasi jadi ya akhirnya tetap ditulis :D

Sesuai dengan program pemerintah, tanggal 27 Februari 2006 dan 12 April 2006 yang lalu, Ene ikut imunisasi polio tahap 4 dan 5. Namun, beda dengan tahap 1 - 3 yang imunisasinya diberikan di RSKM Cilegon, kali ini imunisasi Ene diberikan di Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) Nusa Indah di Jogja, tepatnya di sebuah rumah penduduk yang dijadikan posyandu, di perkampungan sebelah kompleks perumahan tempat kami tinggal. Adanya perbedaan suasana ini ternyata menimbulkan reaksi yang berbeda terhadap Ene. Gini cerita lengkapnya.

Menjelang imunisasi tgl 27 Feb Ibu sudah mulai mikir2 lokasi imunisasi. Di dekat UGM ada RS Dr. Sardjito, tapi wah.. nggak kebayang deh ramenya di situ. Bapak aja males berobat ke Sardjito hehe.. Maklum aja, namanya rumah sakit besar yang tidak hanya berfungsi sebagai rumah sakit rujukan, tapi juga sebagai teaching hospital alias tempat pembelajaran para mahasiswa Kedokteran UGM, jadi bisa dibayangkan ruwetnya. Apalagi Ibu belum pernah masuk ke Sardjito, nanti malah harus nyari2 tempat imunisasi sama Ene. Belum lagi kalo ternyata tidak ada program imunisasi di Sardjito! Wah... bisa tambah berabe kan?

Alternatif kedua adalah Puskesmas yang terletak di Jl. Kaliurang sekitar Km. 8 (kami di Km. 13). Puskesmas ini selalu Ibu lewati kalo ke kota (wilayah kami nggak termasuk kota hehe..). Namun makin dekat hari imunisasi Ibu makin merasa kalo Puskesmas ini pun sebenarnya terlalu jauh dari rumah kalo hanya untuk sekedar imunisasi. Ntar persiapan dan tetek bengeknya (mulai dari mandiin Ene sampai ngurus perbekalan dll.; fyi, kalo pergi jauh Ene mesti bawa botol susu dan nggak cukup sebotol tapi harus 2 botol yang 250 cc!) jauh lebih lama dari pemberian imunisasinya sendiri yang hanya 2 tetes! Jadi Ibu masih memikirkan alternatif lokasi lain yang lebih dekat.

Ibu yakin pasti ada lokasi imunisasi di sekitar rumah, masalahnya cuma kurang info aja! Jadi Ibu berencana nanya ke Tante Retno (ibunya Neta, Brian, dan Dimas) di sebelah rumah. Dimas kan juga masih termasuk balita, jadi mestinya ikut imunisasi. Tapi ndilalah (kebetulan) Ibu lupa2 melulu (tanda2 proses penuaan? hehe..) sampai baru ingat lagi pas malam sebelum imunisasi! Wah... kalo harus ngetok rumah Tante Retno nggak enak karena sudah malam (sekitar jam 9), mau telpon belum tau no. telpon rumahnya (nggak pernah nanya), apalagi no. HP-nya! (Catatan: Kalo sekarang sih Ibu sudah tau no. telp Tante Retno, baik telp rumah maupun HP karena namanya juga tetangga, pasti bakal ada aja keperluannya.)

Untungnya, Ibu ingat kalo Tante Trias tinggal di perumahan yang sama dengan kami dan kedua buah hatinya juga masih balita, jadi mestinya tau tempat imunisasi terdekat. Tante Trias ini teman sekantor Bulik Prie, dan Tante Trias ini yang ngasih informasi tentang rumah yang sekarang kami tempati. Jadi malam itu Ibu sms Tante Trias meski tidak terlalu berharap dibalas malam itu juga karena biasanya orang (Ibu maksudnya :D) kalo sudah di rumah, HP-nya ditaruh di kamar ato entah dimana, yang jelas nggak di-tengok2 lagi, terutama kalo nada deringnya nggak kenceng. Apalagi waktu itu kan sudah malam, mungkin Tante Trias sudah tidur. Tapi syukurlah nggak lama kemudian Tante Trias membalasnya. Tante Trias ngasih info posyandu terdekat yang letaknya di sekitar gerbang utama perumahan kami plus jadwal imunisasi yang dimulai jam 9 pagi sampai jam 12 siang. Tante Trias malah dapat undangan tertulis dari posyandu tersebut untuk imunisasi. Jadi nggak salah alamat kalo Ibu nanya ke Tante Trias hehe... Makasih Tante Trias!

Jadi keesokan harinya Ibu, Ene, dan Yang Nuk (waktu itu Yang Nuk belum pulang ke Surabaya) berangkat imunisasi berjalan kaki karena jarak yang relatif dekat. Tapi ternyata Ene yang biasanya suka jalan kaki pagi sama Yuk, kali itu nggak mau jalan dan minta gendong! Karena sejak awal Ibu niatnya sekalian gerak badan (mau bilang 'olah raga' kok malu, masak jalan kaki bentar aja dibilang olah raga, kalo nggendong Ene yang beratnya 15 kg sambil jalan kaki 1 km nah... itu baru bisa disebut 'olah raga' haha..) jadi ok lah Ene digendong Ibu.

Kami sengaja datang di posyandu tepat jam 9 pagi sesuai jadwal dengan harapan belum terlalu rame, tapi ternyata sampai di sana sudah banyak ibu2 beserta para balitanya, jadi suasananya rada hiruk pikuk, apalagi ada beberapa anak yang menangis karena nggak mau diimunisasi. Dan yang lebih kacau lagi, terdengar keras pula suara petugas yang berusaha memberi imunisasi dengan ancaman dan intimidasi, bukan bujukan! "Mengko disuntik lo yen ra gelem ditetesi! Iki mung ditetesi kok, ora lara! Wis disuntik wae yen ra gelem!" (Nanti disuntik lo kalo gak mau! Ini cuma ditetesi kok, nggak sakit! Sudah disuntik aja kalo nggak mau!) Nah.. dengan suasana semacam itu dan sikap petugas yang sama sekali tidak bersahabat, terang aja Ene lantas menolak diimunisasi! Dia langsung bilang, "Ibu... nggak mau! Nggak mau! Pulang!" Sikap Ene ini berbeda 180 derajat dengan saat dia diimunisasi di Cilegon. Waktu itu sama sekali tidak ada penolakan, bahkan Ene terkesan menikmati saat2 pergi ke rumah sakit.

Akhirnya, karena tidak ada tanda2 Ene bisa dibujuk dengan mudah, Yang Nuk yang (untungnya :D) membawa jarit gendongan lantas menggendong Ene (yang waktu itu sudah turun dari gendongan Ibu) sementara Ibu mendaftarkan Ene. Begitu Ibu selesai mendaftar dan bermaksud membujuk Ene lagi supaya mau membuka mulut dengan sukarela, eh.. ternyata si petugas sudah mendekati Ene di gendongan Yang Nuk. Dan hanya dalam hitungan beberapa detik, si petugas yang berpostur tinggi besar dan berseragam pegawai negeri segera memencet hidung Ene (yang secara refleks segera membuka mulut) dan meneteskan cairan imunisasi polio!!! Ibu cuma melongo menyaksikan adegan 'kekerasan' tersebut.

Meski akhirnya Ene tertetesi cairan imunisasi, tapi sepanjang jalan pulang Ibu tidak habis pikir dengan cara2 yang ditempuh si petugas terhadap anak2 balita tersebut. Kok harus seperti itu! Di-takut2i dengan suntikan, dipencet hidungnya! Wah.. wah.. Ibu aja se-umur2 belum pernah (dan semoga tidak pernah) memencet hidung Ene meski kadang2 Ene (terutama ketika usianya kurang dari 1 tahun) susah minum obat! Tapi di sisi lain Ibu mencoba memberi excuse untuk tindakan petugas tersebut. Mungkin dia dikejar target harus mengimunisasi sekian banyak balita, sementara banyak balita (bahkan ibunya!) yang menolak diimunisasi. Dan petugas tersebut belum tau cara2 yang lebih persuasif untuk membujuk anak2. Dan masih banyak excuse yang lain yang pada intinya membuat Ibu bisa memaafkan dan memaklumi petugas tersebut :)

Dan tgl 12 Apr kembali Ibu mengantar Ene imunisasi polio tahap 5 ke Posyandu Nusa Indah tanpa keraguan. Kali ini Ibu berangkat berdua Ene naik motor. Milih naik motor daripada jalan kaki karena khawatir Ene minta gendong lagi! :P Kalo ada Yang Nuk sih gak papa, ada yang diajak gantian nggendong (hehehe..), nah kali ini gak ada Yang Nuk karena udah pulang ke Surabaya. Ibu juga udah mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan di posyandu nanti. Kalo perlu, Ibu bakal netesin sendiri cairan imunisasi ke mulut Ene! :D

Sebelum berangkat, Ibu nengok sebentar ke rumah sebelah, barangkali Tante Retno juga mau ngantar Dimas imunisasi, bisa barengan. Tapi ternyata Tante Retno malah nggak tau kalo hari itu ada imunisasi. Tante Retno dan Dimas memang sudah siap2 pergi tapi bukan untuk imunisasi melainkan ada perlu yang lain sekalian ngantar Dimas sekolah. Kata Tante Retno, Dimas imunisasinya sekalian jalan aja, sak nemunya tempat. Katanya, dulu2 juga gitu :D Ya sudah akhirnya Ibu dan Ene naik motor berdua. Seperti biasa Ene duduk depan. Ibu belum berani membiarkan Ene duduk di belakang, takut jatuh! Kalo naik motor, Ene bisa tiba2 berdiri dari duduknya dan berteriak bak jagoan!!

Supaya Ene merasa seneng dan santai dulu, Ibu nggak langsung ke posyandu, tapi keliling perumahan dulu, melewati lokasi pelatihan anjing. Kebetulan lagi ada dua anjing di situ, satu dalmatian (yang ini Ibu yakin jenisnya) dan satu lagi golden retriever (yang ini kalo gak salah :D). Wah.. Ene seneng banget lihat anjing2 itu. Dia pecinta binatang sejati seperti bapaknya! Eh.. tapi ada satu binatang yang ditakuti Ene (juga Uka). Tau nggak apa? LABA-LABA!!!!! Duh... gimana nih Tante Weni, kok dua kurcaciku persis kayak RON WEASLEY! Awas ya.. jangan ngakak lho!! Hahaha....

Habis lihat anjing, baru Ibu dan Ene meluncur ke posyandu. Begitu motor memasuki halaman posyandu, Ene mulai merengek, "Bu.. nggak mau, pulang aja!" Tapi alhamdulillah suasananya nggak seriuh sebelumnya. Kali itu hanya ada satu petugas (seingat Ibu, petugas ini sebelumnya bagian pendaftaran, sementara petugas tinggi besar yang netesin cairan ke Ene pada periode sebelumnya, saat itu nggak tampak batang hidungnya) dan seorang ibu lagi dengan anaknya di pangkuan, lagi ngobrol. Ibu lantas mendekat sambil menggendong Ene. Setelah mendaftar, ternyata petugas pendaftar ini sekaligus yang netesin. Ene sempat mau menolak, tapi untunglah petugas yang ini nggak menggunakan cara2 'kekerasan'. Dia membujuk Ene dengan mengatakan kalo tetesan tersebut rasa stroberi! :D Dan Ibu membujuk dengan menjanjikan Ene untuk lihat anjing lagi. Dengan dua jenis bujukan ini, akhirnya Ene pun mau membuka mulutnya dan tes.. tes.. cairan imunisasi pun masuk ke mulut Ene dengan selamat! Hehehe... Dan sesuai janji Ibu, pulangnya kami mampir lagi nengok dalmatian dan (mungkin :D) golden retriever.

Oya.. hari imunisasi ini (hari Rabu) benernya pas jadwal ngajar Ibu untuk Kelas B, tapi karena Kelas A (kelas paralel dengan B) yang jadwalnya hari Selasa masih libur kuliah (dipakai ujian), jadinya Kelas B Ibu liburkan juga biar adil (menurut Ibu :D). Selain itu, kebetulan ini pas hari imunisasi, jadi klop kan?! :D

Thursday, April 20, 2006

Tentang Biografi Gus Mus

Biografi yang berjudul Ngetan-Ngulon Ketemu Gus Mus ini ditulis oleh Abu Asma Anshari, Abdullah Zaim, dan Naibul Umam ES sebagai refleksi 61 tahun K. H. A. Mustofa Bisri tahun 2005 yang lalu. Biografi ini mengulas kehidupan beliau sejak masa kanak2 hingga dewasa. Mulai dari latar belakang keluarganya yang campuran antara santri dan pedagang, masa2 sekolahnya termasuk kenakalan2 beliau di masa muda, pengalaman beliau semasa menjadi anggota DPRD Jawa Tengah di jaman Orba, sampai kiprah beliau di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Yang tak ketinggalan diulas lengkap adalah pandangan2 dan pemikiran2 beliau tentang banyak hal yang buat Ibu terasa menyejukkan. Sikap, pandangan hidup, dan pemikiran2 beliau inilah yang membuat Ibu kagum akan kiai sekaligus budayawan ini.

Yang cukup membuat Ibu surprise adalah kenyataan bahwa Gus Mus tidak pernah nutug (selesai sampai dapat ijazah) sekolahnya semasa di madrasah! Satu2nya pendidikan beliau yang nutug adalah ketika kuliah di Universitas Al Azhar Mesir. Kuliah itupun diselesaikan dalam waktu 6 tahun, setahun lebih lama dari masa normal perkuliahan. Hal ini karena jurusan yang beliau ambil (Ibu lupa namanya) pada dasarnya diperuntukkan bagi orang2 Arab, sehingga kehadiran beliau di jurusan tersebut cukup mengherankan para dosennya sampai dikira salah ambil jurusan hehe.. Hanya ada 2 orang lain selain Gus Mus yang berasal dari Asia yang mengambil jurusan tersebut, satu dari Thailand (kalo Ibu nggak salah) dan satu lagi adalah K. H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Inipun Gus Dur nggak sampai selesai karena beliau memandang kuliah di jurusan ini sia2 mengingat banyak mengulang pelajaran di pesantren. Gus Dur akhirnya menyelesaikan kuliahnya di Iran. Adapun bagi Gus Mus, karena semasa di pesantren dulu beliau banyak bolosnya (Ternyata santri juga manusia! Hehe..) maka kuliah di Al Azhar ini justru dianggap sebagai tantangan sekaligus sarana untuk membuktikan diri bahwa beliau bisa juga nutug sekolahnya! :D

Selain ayahandanya K. H. Bisri Mustofa dan kakaknya K. H. Cholil Bisri, salah seorang yang berpengaruh dalam hidup Gus Mus adalah Gus Dur, terutama dalam hal menularkan kebiasaan membaca. Semasa mereka sama2 kuliah di Mesir, Gus Mus menyaksikan betapa keranjingannya Gus Dur dengan bacaan, mulai dari yang berbahasa Inggris, Perancis, maupun Arab. Kalo sedang membaca, Gus Dur nggak mau diajak bicara, jadi daripada bengong sendiri, Gus Mus akhirnya ikut mengoleksi buku dan larut dalam bacaan. Selain itu, di masa itu pula Gus Mus diajak Gus Dur untuk mengelola sebuah majalah meski Gus Mus hanya ditugasi sebagai pengisi ilustrasi pada halaman2 yang kosong. Waktu itu Gus Mus tidak diijinkan menulis oleh Gus Dur karena menurut Gus Dur, Gus Mus lebih punya talenta dalam melukis. Tapi ternyata di belakang hari siapa sangka bahwa akhirnya Gus Mus justru dikenal luas sebagai sastrawan dan budayawan! Ternyata Gus Dur pun juga manusia! Bisa salah hehehe...

Monday, April 17, 2006

Long Long Wiken

Bagi para pekerja, minggu lalu merupakan minggu yang singkat karena cuma ada 3 hari kerja: Selasa, Rabu, dan Kamis. Senin 10 April libur Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, sedangkan Jumat 14 April libur Jumat Agung. Jadi ada 2 long wiken!! Asyik kan?! Terus ngapain aja yah kami selama 2 long wiken itu? Well, please take a deep breath 'cause this will be a very long long story!! :D

LONG WIKEN I: 7-10 April 2006

Long Wiken I ini meski acara kami padat, tapi bukan padat karena liburan, melainkan karena 2 gawe besar keluarga Hardjo Suwito alias Mbah Hardjo. Yang pertama acara wisuda Bulik Wur dari Jurusan Studi Pembangunan (Ini kalo nggak salah. Kalo salah ya maap ya Bulik Wur, hehehe...) Universitas Wangsa Manggala (Unwama) Jogjakarta. Yang kedua acara Ujian Masuk UGM ato UM UGM yang diikuti oleh Bulik Ning, adik Bapak yang bungsu.

Dua acara ini boleh dibilang kontradiksi karena yang satu acara hepi2, sedangkan yang satu lagi acara seurieus karena menyangkut masa depan bangsa dan negara (baca: Bulik Ning, hehe..)! Selain itu, Bapak juga ikut jaga UM UGM dari pagi sampai sore.

Jumat, 7 April 2006

Sekitar jam 7 malam, Bapak, Ibu, dan Ene meluncur ke rumah Bulik Prie untuk menjemput Bulik Ning yang sore itu bersama Mbah Hardjo kakung-putri baru tiba dari Manggis naik bis.

Skenarionya, Mbah Hardjo kakung-putri tidur di rumah Bulik Prie sementara Bulik Ning 'dipingit' di Kaliurang. Maksudnya biar Bulik Ning tidak terganggu pembicaraan menyangkut wisuda Bulik Wur. Alasan lain, di rumah Bulik Prie ada 2 kurcaci (Salma dan Yusuf) yang berpotensi menjadi 'disturbance', sementara di Kaliurang hanya ada 1 kurcaci (Ene) yang punya potensi yang sama :) Uka tidak lagi masuk kategori ini karena sudah bisa diajak omong dan diberi pengertian. Thanks ya Uka!

Oya, Uka nggak ikut menjemput Bulik Ning karena asyik dengan aktivitasnya sendiri. Sekarang Uka memang tidak selalu mau diajak pergi. Biasanya dia akan nanya detil kemana perginya. Kalo sekiranya tidak ada kemungkinan buat dia untuk bermain ato beli mainan, Uka akan menolak untuk ikut! Apalagi sekarang Uka lagi hobi menggambar ato kalo nggak ya main2 dengan temen2 di lingkungan rumah yang kebetulan banyak yang seumur dan sejenis kelamin. Hihihi.. yang terakhir ini istilah yang nggak umum. Maksudnya, temen2 main Udane di rumah banyak cowoknya!

Ibu sih bisa maklum dengan hal ini karena Uka memang sudah bertambah besar dan sudah punya mau dan keasyikan sendiri. Cuma, untuk Mbah Hardjo tentunya ada yang kurang dengan ketidakhadiran Uka. Uka belum ngeh kalo dia dikangeni mbah2nya meski seminggu sebelumnya kami sempat main ke Manggis beberapa hari. Dan benar saja, seperti yang sudah Ibu duga, sesampai di rumah Bulik Prie, pertanyaan pertama dari Mbah Hardjo adalah kenapa Uka nggak ikut? Hehehe...

Jangankan Mbah Hardjo yang memang jarang ketemu Uka, Bapak aja yang setelah kami berkumpul di Jogja sudah bisa ketemu Uka tiap hari masih suka berat hati kalo Uka menolak diajak menemani keluar rumah karena lagi asyik dengan sesuatu :D Dan jangankan Uka, Ene aja sudah mulai menolak diajak pergi2 kalo lagi asyik main dengan temen2nya! Hehehe... Buat Bapak, rasanya ada yang kurang kalo pergi2 (yang bukan untuk tujuan kerja) tidak diikuti kedua kurcacinya :D

Sabtu, 8 April 2006

Rencana semula, kami mau nengok ruang ujian Bulik Ning dulu (biar keesokan harinya nggak ter-buru2) sebelum meluncur ke kampus Bulik Wur sekitar jam 11 dengan perkiraan saat itu seremonial wisuda sudah selesai. Tapi ternyata seremonialnya lebih cepat dari yang diperkirakan sehingga Mbah Hardjo kirim sms supaya kami ke acara wisuda dulu.

Jam 9 kami meluncur ke kampus Bulik Wur yang letaknya lumayan jauh dari Kaliurang. Unwama terletak di jalan raya menuju Wates (sejauh yang Ibu ingat hehe..). Yang jelas perjalanan ke sana hampir 1 jam padahal lewat ring road yang relatif nggak macet!

Sampai di sana seremonial sudah selesai dan keluarga sudah berkumpul semua. Ada Bulik Prie sekeluarga serta Bulik Iis dan Bulik Iin (putri2 Mbah Sri, adik Mbah Hardjo putri) yang juga kuliah di Jogja. Nggak lama, Mbah Hardjo kakung-putri serta Bulik Wur keluar dari ruang seremoni.

Setelah foto2 sampai gigi kering karena 'meringis' terus (terutama berlaku buat Ibu yang selalu 'pamer gigi' kalo difoto karena kalo mingkem nggak merasa cakep hahaha...), kami lantas meluncur ke Hartz Chicken Buffet di Jl. Magelang Km5 No.119 untuk makan siang sekaligus merayakan wisuda Bulik Wur. Alasan Bapak memilih resto ini sederhana. Bapak sudah sering makan2 di sini bareng dosen, mahasiswa, bahkan temen2 kos, tapi justru belum pernah ngajak keluarga! :D

Konsep Hartz Chicken Buffet adalah all you can eat and drink for just Rp40,000 for adult and Rp25,000 for children (including tax). Syaratnya makanan dan minuman di situ nggak boleh dibawa pulang dan apabila ada makanan yang berlebih yang tidak dimakan akan dikenai harga sesuai tarif menu tersebut. Ini hal yang wajar untuk menghindari orang2 yang kemaruk dan lupa diri hehe..

Menu yang disediakan di sini sangat bervariasi. Ada buffet soup & salad, buffet minuman mulai dari soft drink, coffee & tea, es krim sampai cocktail yang bisa diramu sendiri campurannya. Juga ada buffet cake & pastry serta buffet main course yang terdiri dari makanan yang berkarbohidrat (seperti nasi goreng, mashed potatoes, spaghetti dll.) dan makanan berprotein hewani (Ibu nggak ingat jenisnya apa aja karena nggak mencicipi yang ini. Ibu terlanjur kenyang dengan cake & pastry hehe..). Terus ada satu buffet lagi untuk makanan yang freshly fried seperti ayam goreng, nuggets, onion rings, dll. Overall, menurut Ibu, cita rasa makanan di sini sebenarnya nggak terlalu istimewa, tapi suasananya sangat cocok untuk bersantap bersama keluarga karena tempatnya nyaman (ber-AC dan nggak umpel2an) dan pelayanannya baik. Udane serta Salma dan Yusuf bisa berlarian ke sana sini tanpa mengganggu orang lain. Di sini disediakan juga ruang tersendiri buat yang punya hajat khusus bersama para undangan.

Selesai makan, Bapak, Ibu, Bulik Ning, dan Udane lantas ke UGM untuk nyari ruang tes, sementara yang lain menuju ke tujuan masing2. Bulik Ning kebagian tes di ruang Fakultas Filsafat. Ibu baru kali itu ke fakultas ini dan ternyata suasananya sangat berbeda dengan di Fakultas Teknik tempat Ibu ngajar. Di sepanjang sisi lantai dasar gedung2 kuliah di Filsafat ada tembok2 rendah (bahasa Jawa: badhug) yang bisa untuk duduk2 sambil diterpa angin semilir dan diteduhi pohon2 rindang di sekitar gedung. Hal ini beda dengan lingkungan Fakultas Teknik yang relatif gersang. Ini mungkin karena gedung2 Fakultas Teknik dibangun belakangan, bukan termasuk bangunan tua di UGM, jadi konsepnya beda.

Oya, Bulik Ning ikutan tes kelompok IPA. Pilihannya: 1. Teknik Kimia (almamater Bapak); 2. Teknik Fisika (dulu Ibu kuliah di jurusan ini juga, tapi di ITS); dan 3. Pertanian (almamater Bulik Iis). Jadi ketiga pilihan Bulik Ning memiliki referensi keluarga. Entah apakah ini disengaja Bulik Ning, yang jelas kalo Bulik Ning ditanya tentang hal ini, jawabannya hanya senyum simpul :) Dan Bulik Ning nggak mau memilih Teknik Mesin ato Teknik Industri dengan alasan nggak tertarik. Ato jangan2 dia risi kalo diajar kakak sendiri ya? Hehe..

Minggu, 9 April 2006

Ibu bangun lebih pagi dari biasanya untuk nyiapin sarapan Bapak dan Bulik Ning yang harus berangkat paling lambat jam 6 pagi. Maklum, perjalanan dari rumah ke UGM sekitar setengah jam. Belum lagi khawatir kena macet di sekitar kampus kalo berangkat kesiangan. Di musim UM UGM gini, area sekitar kampus sangat padat!

Sekitar jam 9 pagi, Ibu dapat sms dari Bapak. Bapak nulis kalo ada peserta UM UGM yang tertidur di ruang ujian! Hah?! Kok bisa? Ibu sms balik, apa nggak dibangunin? Jawaban Bapak, udah. Ah ada aja! Kasihan memang kalo nggak dibangunin. Tentunya peserta tersebut sudah berupaya sedemikian rupa untuk ikut ujian, masak pas hari pelaksanaannya justru terlewatkan begitu saja. Belakangan Bapak cerita, sepertinya peserta tersebut baru datang dari luar kota karena tampak lelah. Memang UM UGM hanya diselenggarakan di 9 kota di Indonesia termasuk Jogja, jadi banyak yang langsung datang dari luar kota. Peserta tahun ini tidak kurang dari 32 ribu orang, sementara kursi yang diperebutkan hanya sekitar 6000! Kebayang kan betapa susahnya mendapatkan pendidikan tinggi yang bermutu dan relatif murah di negara ini!

Bulik Ning selesai ujian jam 2 siang dan langsung pulang ke Kaliurang naik angkutan umum. Ide Ibu untuk menjemput Bulik Ning naik motor ditolak Bapak mengingat kemacetan di seputar UGM. Ntar bukannya bisa cepat pulang, yang ada malah saling cari :) Sementara Bapak baru selesai bertugas jam 4 sore karena masih harus nunggu yang ujian IPC (IPA+IPS). Itupun Bapak masih harus nunggu dulu sampai jalanan tidak terlalu padat.

Kata Bulik Ning, pengumuman UM UGM baru nanti awal Juni 2006 (Ibu nggak ingat persis tanggalnya, yang jelas setelah pengumuman kelulusan SMU). Semoga aja Bulik Ning bisa diterima di UGM mengikuti jejak Bapak, Paklik Pangat, Bulik Prie, dan Bulik Iis. Amin.

Senin, 10 April 2006

Hari ini rencananya mau ngajak jalan2 Bulik Ning ke Malioboro untuk refreshing sebelum balik ke Manggis sore harinya. Tapi ternyata sekitar jam 10 pagi kami kedatangan tamu istimewa, yaitu Bu Nur, mantan ibu kos Bapak semasa tinggal di Pogung Baru. Bu Nur ditemani kedua putra dan salah satu menantunya.

Ini benar2 surprise (dan sedikit bikin grogi plus pekewuh, terutama buat Bapak, hehe..) karena kami sebagai yang muda malah belum sempat sowan ke rumah beliau. Apalagi pas ngambil barang2 di kos terakhir kali bulan Januari lalu, Bapak nggak sempat pamit Bu Nur karena beliau saat itu lagi ke Jakarta. Setelah itu, Bapak beberapa kali mampir ke rumah Bu Nur sepulang kerja tapi nggak pernah ketemu.

Bu Nur, meski usianya sudah berkepala 6 tapi kesibukannya cukup tinggi. Selain sibuk dengan bisnis batik Pekalongan dan beberapa bisnis lainnya, beliau juga sibuk dengan aktivitas sosial. Dan karena kesibukan beliau itu, kami sama sekali nggak menyangka bahwa Bu Nur bakal menyempatkan diri untuk menengok kami.

Setelah Bu Nur sekeluarga pulang, kami akhirnya jadi juga jalan2. Tapi karena sudah agak kesiangan padahal Bulik Ning harus pulang ke Manggis sore itu juga, kami akhirnya nggak jadi ke Malioboro melainkan ke Gramedia dilanjutkan makan siang di Dunkin' Donuts, di sebelah Gramedia. Setelah itu kami langsung ke terminal bis Jombor untuk ngedrop Bulik Ning.

Di Gramedia, selain beli buku2 dan alat2 tulis Udane, Ibu juga beli Buku ke-1 dari trilogi Klan Otori yang berjudul Across The Ningtingale Floor karya Lian Hearn, atas rekomendasi Tante Weni. Menurut info di buku tersebut, buku pertama dari trilogi yang sangat fenomenal ini telah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa dan memperoleh 11 penghargaan dari berbagai negara. Buku ke-2 dan ke-3 maing2 berjudul Grass for His Pillow dan Brilliance of The Moon.

Meski Tante Weni sudah kasih rekomendasi 'very good' untuk trilogi ini, bahkan sudah membeli lengkap serinya (PS: Untuk Om Bambang & Tante Liena, jangan pinjem bukunya Tante Weni lho... Beli sendiri!! Hehehe..), tapi Ibu agak menahan diri dulu untuk memborong sekaligus ketiga seri trilogi tersebut. Bukannya Ibu nggak percaya dengan rekomendasi Tante Weni (hehehe...) cuma nggak percaya apakah Ibu bisa segera menyelesaikannya. Karena meski sekarang ini Ibu nggak kerja full time seperti dulu, tapi rasanya kok waktu masih terasa kurang terus ya? Apa karena dasarnya manusia itu nggak pernah puas? Hahaha... Dan benar saja, sampai sekarang novel tersebut belum tersentuh karena Ibu terlanjur asyik duluan membaca biografi K. H. A. Mustofa Bisri alias Gus Mus.

LONG WIKEN 2: 14-16 April 2006

Jumat, 14 April 2006

Pagi nggak ke-mana2, kecuali Bapak dan Uka pergi Jumatan ke masjid di belakang rumah.

Sepulang Jumatan, Udane main dengan temen2 di sekitar rumah. Ada kakak-adik Brian (kelas 2 SD) dan Dimas (Play Group) yang rumahnya persis di sebelah kanan rumah kami, ada Christo (kelas 4 SD), dan ada Deni ( kelas 3 SD). Biasanya juga ada Boske (kelas 5 SD), Bagas (kelas 2 SD), dan Almer (satu sekolah dan sekelas dengan Uka) tapi siang itu Boske dan Almer nggak muncul, sementara Bagas sedang liburan di Balikpapan, tempat mama dan papanya bertugas sebagai dokter (Bagas tinggal di Jogja dengan opa dan om-nya). Selain itu, masih ada Chacha (kelas 1 SD, adik Christo) dan Neta (kelas 3 SD, kakak Brian dan Dimas), tapi kedua cewek manis ini lebih banyak main di rumah masing2 seperti pada umumnya anak perempuan.

Temen2 Udane yang disebut di atas sekarang ini menjadi 'center of the world'-nya Udane. Kalo sudah main dengan mereka, wah... Udane nggak ingat lagi sama Bapak dan Ibu. Kalo dipanggil pulang karena sudah waktunya makan ato mandi ato memang karena sudah magrib, selalu saja ditanggapi Udane dengan cemberut, bahkan kadang2 marah! :D

Perkembangan ini pada dasarnya menggembirakan Bapak dan Ibu, mengingat semasa tinggal di Cilegon, Bapak dan Ibu justru agak susah mendorong Uka untuk beraktivitas di luar rumah. Uka lebih suka nonton film2 kartun di TV. Ibu juga nggak tau persis penyebab perubahan ini. Mungkin karena pola bermain anak2nya yang berbeda. Di Cilegon (at least di kompleks kami tinggal dulu), Ibu perhatikan anak2 biasanya hanya keluar rumah sore hari, itupun paling banter hanya 2 jam karena begitu menjelang magrib sudah balik ke rumah masing2. Di Jogja (inipun at least di perumahan tempat kami tinggal sekarang), anak2nya nggak mengenal yang namanya tidur siang, jadi begitu pulang sekolah ya langsung nyamperin temen2 sekitar untuk diajak main.

Pernah suatu siang menjelang sore, di bulan pertama kami tinggal di Jogja, Uka lagi main di sekitar rumah dengan temen2nya yang saat itu bersepeda semua (Uka belum bisa naik sepeda meski punya sepeda hehe..). Nggak lama kemudian, Ibu mendapat laporan dari Yuk yang nungguin Udane main, katanya Uka pergi dengan temen2nya ke area Tahap IV dari perumahan yang sama dengan tempat kami tinggal (kami di Tahap I). Masalahnya, temen2nya pada naik sepeda sementara Uka lari2 mengikuti di belakang mereka! Tahap IV bersebelahan dengan Tahap I, tapi ya lumayan jauh kalo harus ditempuh dengan lari2! :D Ibu lantas minta tolong Yuk untuk nyusul Uka. Berikutnya sesampainya Yuk dan Uka di rumah, Yuk cerita kalo setibanya dia di Tahap IV saat nyusul Uka, ternyata Uka lagi melangkah gontai sendirian, balik menuju rumah. Temen2nya entah pada kemana (mungkin sudah balik duluan naik sepeda). Wajah Uka tampak legam dan penuh keringat! Ibu rasanya nggak tega melihat Uka seperti itu, tapi Uka sendiri ternyata hepi2 aja bahkan dengan bangga mengatakan bahwa dia habis olahraga! Dia sama sekali nggak mempermasalahkan temen2nya yang meninggalkannya seorang diri. Uka.. Uka..!!! Karena kejadian ini, Ibu lantas mengusulkan supaya Uka belajar lagi naik sepeda sampai bisa, tapi ternyata usul ini ditolak mentah2 oleh Uka. Alasannya dia takut jatuh! :D

Entah apakah karena aktivitas fisik Uka yang berubah secara drastis antara di Cilegon dan di Jogja (sekolah dari jam 8 pagi sampai jam 2 siang, dilanjut main dengan temen2 di rumah), selama dua bulan pertama tinggal di Jogja Uka jadi langganan dokter. Beberapa kali dia panas tinggi dan akibatnya nggak masuk sekolah. Kalo ditotal hari2 Uka nggak masuk sekolah, ada sekitar 2 minggu. Yang terakhir bahkan Uka sempat diambil darahnya karena kami khawatir Uka kena DBD ato tipus (di Jogja lagi ada wabah DBD). Alhamdulillah bukan kedua penyakit itu penyebabnya, tapi dari hasil lab ternyata Hb Uka rendah. Menurut dokter, biasanya hal ini disebabkan cacingan, jadi Uka dikasih obat cacing. Meski bersyukur karena Uka bukan kena DBD ato tipus, tapi dalam hati Ibu agak tengsin (malu hehe..) kok bisa Uka kena penyakit yang berhubungan erat dengan sanitasi! Gimana sih ibunya? Pasti jorok deh, hahaha...

Balik ke cerita long wiken (Hihi.. dongengnya ngalor ngidul ), sore harinya Bapak dan Ibu pergi berdua (Hal yang sangat juaraang terjadi! Udane nggak mau ikut karena lagi asyik main di rumah Brian dan Dimas) untuk nyari HP baru buat Bapak. Alasan Bapak, mau nyari HP yang ada kameranya at least 1 Mpixel. Alasan lain yang tidak disebut, menurut Ibu, adalah karena Bapak sudah bosan dengan HP lama, hehe.. Akhirnya Bapak mendapat HP baru Samsung SGH-X700. HP yang lama rencananya akan dilungsurkan (dihibahkan) ke Yang Nuk. Kebetulan sekali beberapa hari sebelumnya Ibu mendapat kabar kalo HP yang Nuk sudah rusak, nggak bisa diperbaiki lagi. Kata Bapak, beli HP baru selain menyenangkan diri sendiri juga menyenangkan mertua, jadi pahalanya dobel, hahaha...

Sebenarnya Ibu menyarankan Bapak untuk beli Nokia seperti Ibu dengan pertimbangan kalo pergi ke luar kota bareng cuma perlu bawa satu charger, jadi nggak ribet. Selain itu, kalo sama2 Nokia, Ibu nggak perlu bingung lagi dengan tombol2 yang berbeda (terutama buat sms) kalo harus pake HP Bapak. Ini karena Bapak sering minta tolong Ibu untuk membalas sms yang masuk ke HP Bapak di saat Bapak sedang nyetir. Biasanya kalo gitu Ibu jadi nunak-nunuk! Eh.. apa ya bahasa Indonesianya? Grothal-grathul? Ala.. ini juga bahasa Jawa, hahaha... Pokoknya jadi gak lancar! Sayangnya Bapak kurang sreg dengan model Nokia yang mempunyai fitur kurang lebih sama dengan SGH-X700 (kalo nggak salah Nokia seri N3230) karena kesannya ABG banget hehe..

Sabtu, 15 April 2006

Pagi nggak ke-mana2.

Sore belanja di supermarket Diamond di Saphir Square, Jl. Solo. Udane seneng belanja di sini karena selain tempatnya luas, juga ada trolley khusus untuk anak2 yang berbentuk mobil2an. Biasanya Ibu bawa keret dorong sendiri yang biasa sementara Udane dan Bapak muter2 pake trolley ala Bob the Builder (Ini istilah Udane untuk trolley tersebut sesuai salah satu tokoh kartun kesenangan mereka).

Pulangnya kami makan bebek goreng Cak Koting, kalo nggak salah di Jl. Wahidin. Ini bukan resto, tapi warung terbuka di pinggir jalan yang cuma buka di malam hari. Meski demikian, larisnya bukan main! Kalo kemalaman dikit aja (sekitar jam 8) bisa dipastikan menu bebek goreng sudah habis, yang ada cuma ayam goreng dan beberapa menu lain. Jam 9 malam, biasanya sudah tutup karena dagangannya sudah habis!

Minggu, 16 April 2006

Pagi nggak ke-mana2.

Sore jam 15.30 Ibu ada undangan silaturahmi dan arisan ibu2 RT. Ibu baru ikutan sekarang karena ada bukaan baru. Ssstt... se-umur2 baru kali ini Ibu ikutan arisan. Nggak besar sih, cuma Rp25.000,- per bulan karena yang lebih dipentingkan adalah acara kumpul2nya untuk menjaga tali silaturahmi. Selesai arisan, acara dilanjut nengok salah seorang ibu di RT kami yang baru saja melahirkan putra pertamanya.

Sampai di rumah, wah... Ibu langsung ditubruk Ene. Kata Bapak, tadi Ene nanyain Ibu melulu. Bapak sampai heran dengan perubahan ekspresi Ene setelah Ibu pulang, dari yang tadinya manyun jadi sumringah! Tadinya sih Ibu mau ngajak Ene arisan, tapi eh.. malah ditolak sama Ene karena dia lagi asyik main. Setelah bener2 Ibu tinggal baru dia nyari2 hehe.. Kata Bapak, Ibu sudah berhasil 'menancapkan kekuasaan' terhadap Udane! Hahaha... namanya juga seorang ibu.

Monday, April 03, 2006

Setelah Tiga Bulan di Jogja

Tentang Liburan

Long weekend kemarin kami (Bapak, Ibu, Uka dan Ene) ke Wonosobo, ke rumah Mbah Hardjo. Inilah salah satu hal positif tinggal di Jogja. Kami bisa menyempatkan main ke Manggis nengok Mbah Hardjo saat liburan pendek semacam ini. Saat tinggal di Cilegon dulu, kami harus nunggu libur Lebaran untuk bisa ke Manggis.

Sayangnya, pas di Manggis, Bapak malah masuk angin, pusing berat, jadi tidur melulu dan nggak pergi ke-mana2. Rencana semula untuk pergi mancing batal. Apalagi Uka juga terserang diare. Untungnya Ibu bawa perbekalan obat2an lengkap, termasuk obat pusing dan diare, pokoknya seperti apotik berjalan deh! :D Tapi masuk anginnya Bapak akhirnya sembuh bukan karena obat yang diminum, melainkan karena resep tradisional, KEROKAN! Hehehe...

Tentang Profesi Dosen

Perlu diketahui (buat yang belum tahu tentunya :D), Bapak sebagai dosen nggak mengenal istilah cuti resmi. Paling2 ya libur pendek semacam ini (hari Kamis libur Nyepi, jadi hari Jumat resmi diliburkan Pemerintah). Selain hari2 semacam ini, kegiatan Bapak amat padat, bahkan kadang2 hari Sabtu pun dipakai kegiatan di luar perkuliahan, yang kadang2 diadakan di luar kota. Di masa libur mahasiswa pun, aktivitas Bapak nggak berkurang, yang berkurang cuma jadwal ngajar di kelas aja, sementara kegiatan lain di luar ngajar (rapat jurusan, penelitian, bimbingan, seminar, workshop dll.) tetep jalan terus. Makanya, long weekend seperti kemarin menjadi saat yang berharga untuk refreshing buat Bapak. Inipun, pas lagi di Manggis, Bapak dapat sms undangan rapat hari Sabtu! Hehehe...

Kalo buat Ibu sih, hari2 di Jogja rasanya seperti hari2 libur yang tiada henti! Jadi kalo dulu Ibu sering baca tulisan di T-Shirt yang berbunyi “Everyday is holiday in Jogja!”, sekarang ini Ibu membuktikan sendiri! Asik kan?! Hehehe.... Tapi kok bisa sih? Kan Bapak dan Ibu sama2 dosen, tapi kesibukannya kok beda juauuuh ya?

Gini, Bapak kan dosen tetap, apalagi sejak Maret 2006 Bapak menjabat sebagai Kaprodi (Ketua Program Studi) Teknik Industri, jadi urusannya Bapak bukan sekedar perkuliahan, tapi juga masalah2 yang terkait dengan administrasi program studi. Beda dengan Ibu yang dosen paruh waktu, itu pun hanya ngajar satu mata kuliah untuk dua kelas. Kalo Ibu, datang ke kampus benar2 saat ngajar aja. Ibu nggak punya ruang kerja di kampus, jadi kalau mau nyiapin materi kuliah ya di rumah, di sela2 waktu bermain dengan Uka dan Ene hehehe...

Meski demikian, jangan mengira bahwa semua dosen tetap kesibukannya seperti Bapak. Banyak juga lho yang datang ke kampus hanya pas jam ngajar, setelah itu pulang lagi, jarang terlibat dengan kegiatan2 di luar pengajaran. Jadi nggak beda dengan dosen paruh waktu seperti Ibu. Terus, jam2 sisanya ngapain ya mereka? Entahlah... mungkin sibuk dengan urusan pribadi masing2 :) Nah... dosen2 semacam ini yang sering menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa jadi dosen itu enak, jam kerjanya santai, banyak liburnya!

Wah.. hal tersebut di atas sama sekali nggak berlaku buat Bapak!!! Bapak justru lebih sibuk di Jogja sebagai dosen daripada ketika di Cilegon sebagai pegawai salah satu pegawai BUMN. Tapi alhamdulillah, Bapak justru menikmati hari2nya di Jogja karena bisa menyalurkan minat dan potensinya dengan tepat serta mendapat reward (yang nggak melulu berupa duit) yang sesuai. Bukankan hal ini suatu anugerah, karena tidak semua orang berkesempatan seperti itu.

Kalo buat Ibu, terus terang, sama sekali tidak pernah terlintas di pikiran untuk menjadi dosen. Dulu Ibu memandang dunia industri lebih menantang daripada 'hanya' menjadi dosen. Selain itu, Ibu merasa sama sekali nggak punya bakat ngajar. Tapi seiring perjalanan waktu, dengan banyaknya peristiwa dan pengalaman yang Ibu dapatkan di dunia industri serta dipengaruhi juga oleh diskusi yang tiada henti dengan Bapak tentang banyak hal, Ibu semakin menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu fondasi pembangunan sebuah bangsa. Dengan terjun langsung di bidang pendidikan, Ibu bisa merasakan denyut nadi sebuah masa depan bangsa dipersiapkan. Apalagi di pendidikan tinggi, menurut Ibu, adalah saat2 seseorang mulai membuka wawasan, tidak hanya tentang diri sendiri, tapi juga tentang interaksi dengan lingkungan, juga saat2 pembentukan watak, agar seseorang tidak kehilangan jati dirinya, sebagai individu, sebagai bagian masyarakat, maupun sebagai warga sebuah bangsa. Dan ternyata, belakangan ibu sadari bahwa menjadi dosen bisa membuat Ibu awet muda! Lho kok bisa? Hehe...

Maklum aja, para mahasiswa Ibu kan usianya kira2 berbeda 20an tahun dengan Ibu. Nah.. untuk bisa berkomunikasi dengan mereka supaya kelas Ibu nggak boring, Ibu harus ngerti dong apa yang menjadi interest mereka dan hal2 penting di mata mereka. Makanya Ibu jadi merasa muda lagi. Selain itu, Ibu juga mencoba mengimbangi guyonan mereka tanpa harus memaksakan diri menjadi pelawak hehehe...

Seperti cerita hari Selasa 28 Maret 2006 lalu. Hari itu adalah hari ujian Bahasa Inggris, mata kuliah yang Ibu ajarkan. Tidak ada keharusan Ibu untuk ikut menunggu ujian, karena sudah ada pegawai tata usaha jurusan yang bertugas untuk hal tersebut. Namun, untuk meyakinkan bahwa para mahasiswa mengerti dan memahami perintah dengan baik—Maklum selama satu semester mengajar, Ibu menemukan kenyataan bahwa banyak mahasiswa yang tidak memahami perintah dengan benar. Entah karena perintahnya berbahasa Inggris :(, atau karena memang tidak dibaca dengan baik—maka Ibu menyempatkan diri datang ke kampus untuk menjelaskan perintah soal dan memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya jika ada yang kurang jelas. Ketika Ibu memasuki kelas, tiba2 kelas langsung heboh berkasak-kusuk sambil memandangi Ibu. Ibu lantas tersadar kalo mereka mengomentari penampilan baru Ibu. Maklum aja, Ibu habis potong rambut. Pendek, model cowok! Tanpa merasa salting alias salah tingkah (iya lah.. masak dosen salting di depan mahasiswa hehe..) Ibu lantas berkata, “Ehmm.. ehmm.., kenapa? Penampilan baru ya? How do u think? Looking younger?” Dan ternyata mereka serentak menjawab, “Yeahh!!” Wah... Ibu jadi ge-er dan salting (akhirnya), dan cuma bisa say thank you hehehe...

Well, itu salah satu cerita menyenangkan jadi dosen. Masih banyak hal2 lucu dan menyenangkan lainnya, seperti ketika ketemu mahasiswa yang lagi kencan di sebuah restoran, dan mereka jadi ter-sipu2 melihat Ibu hehe... Meski ada juga saat2 menyebalkan, yaitu saat para mahasiswa mulai boring dan berisik sendiri di kelas :(( Tapi ini membuat Ibu introspeksi untuk mengubah cara/gaya mengajar sehingga kelas lebih bisa mencerna apa yang Ibu sampaikan tanpa harus menjadi boring. Ternyata hal2 semacam ini yang menjadi tantangan sebagai seorang dosen, yang tentunya tidak Ibu dapatkan selama di dunia industri.

Hal lain yang berbeda, sebagai dosen, tanggung jawab Ibu tidak hanya sebatas mengajar di kelas seperti kalo Ibu mengajar pelatihan2 singkat dulu semasa di Cilegon. Sebagai dosen, Ibu punya tanggung jawab untuk mengevaluasi sejauh mana materi yang Ibu sampaikan dapat diserap mahasiswa melalui kuis2 maupun ujian. Nah, memeriksa kuis dan ujian ini ternyata cukup menyita waktu juga. Bayangin aja, sekelas ada sekitar 50 mahasiswa dan Ibu megang dua kelas, jadi total ada sekitar 100 mahasiswa yang Ibu periksa pekerjaannya. Sementara di kontrak awal perkuliahan, Ibu mengusulkan setiap minggu (yang berarti setiap kali pertemuan di kelas) diadakan kuis yang kemudian disetujui mahasiswa. Jadi konsekuensinya tiap minggu Ibu harus memeriksa 100 lembar hasil kuis! Makanya ketika Ibu menceritakan ide kuis tiap minggu di awal kuliah dulu, Bapak cuma senyum2 aja sambil berkomentar, “Siap2 aja ngoreksinya, jangan di-tunda2”. Maklum aja, jam terbang Bapak sebagai dosen jauh lebih banyak daripada Ibu, jadi Bapak sudah merasakan pusingnya ngoreksi hasil kuis/ujian! Apalagi mata kuliah yang dipegang Bapak tidak hanya satu, bisa sampai 4-5 mata kuliah dalam satu semester. Hehehe... Sekarang ini Bapak sampai perlu asisten untuk ngoreksi kuis/ujian mata kuliahnya. Asisten ini biasanya mahasiswa tingkat akhir yang sudah tinggal menyelesaikan tugas akhir.

Wah.. dah panjang juga cerita tentang jadi dosen. Nggak terasa sudah kurang lebih 2 jam Ibu nongkrong di warnet sepulang ngantar Uka sekolah tadi pagi, sementara Ene menunggu di rumah dengan Yuk. Oke deh diakhiri dulu ceritanya, lain waktu disambung lagi. Salam kangen buat sahabat2 keluarga di Cilegon: Keluarga Reva, Keluarga Avary, dan Keluarga Ibumit. Ditunggu kunjungannya di Kaliurang. Bener lho! Ntar Ibu ajak mencicipi jadah tempe Mbah Carik hehehe...