Wednesday, September 27, 2006

Ramadhan di Jogja

Ramadhan tahun ini adalah Ramadhan kami yang pertama di Jogja. Kemarin Tante Weni nanya via sms "gimana puasa di yk?" dan Ibu belum sempat jawab, jadi sekalian jawabannya di posting kali ini :D

Pada kenyataannya, Ibu baru mulai puasa hari Selasa kemarin. Biasaaa... halangan seorang perempuan :) Dan kalo sudah 'libur' di awal puasa, biasanya juga 'libur' saat sholat Ied, seperti tahun lalu. Tapi seandainya pun tidak lagi 'libur' biasanya Ibu juga nggak bisa sholat Ied karena harus nemenin Ene yang nggak bisa duduk diam, bahkan suka narik2 mukena Ibu kalo Ibu lagi sholat.

Seperti semalam saat Ibu berkesempatan sholat Tarawih di Masjid Darussalam, persis di belakang tempat tinggal kami. Malam sebelumnya saat Ibu masih berhalangan, Bapak 'berhasil dengan sukses' membawa Uka dan Ene ke masjid meski hanya untuk sholat Isya. Pulang dari masjid Uka dengan antusias cerita begini:

"Ibu... Ibu... tadi Ene pinter lo, Bu... Dia bisa ngikuti gerakan sholat. Waktu orang2 begini, Ene juga begini. Waktu orang2 begini, Ene ikut2an begini. Terus waktu orang2 begini, eh.. Ene juga begini lo Bu..."

Hihihii.... kalo cuma membaca kalimat di atas pasti bingung apa yang dimaksud Uka dengan 'begini'-nya yang ber-ulang2. 'Begini' yang pertama Uka mendemonstrasikan sikap berdiri bersedekap dalam sholat. 'Begini' yang kedua Uka nunjukin sikap ruku' dan 'begini' yang ketiga Uka kasih contoh gerakan sujud :D

Nah, dengan bekal cerita sukses Uka tentang perilaku Ene selama di masjid, semalam Ibu melangkah dengan mantap ke masjid bersama bapak, Uka, dan Ene.

Sampai di masjid, Uka sok tau nunjukin jalan bagi Ibu ke arah sap perempuan, se-olah2 Ibu sama sekali tidak tau kalo area sholat untuk perempuan dan laki2 dipisah! Hehehe... Sementara itu Ene masuk ke sap laki2 dengan Bapak. Baru saja Ibu memakai mukena, tiba2 Ene mulai nangis sambil bilang, "Ibu nggak boleh di situ.... Ibu di sini aja". Maunya Ene, Ibu bergabung dengan Bapak di sap laki2! Bapak berusaha menenangkan Ene tapi tidak berhasil. Tangis Ene tambah kenceng sehingga Bapak membawanya ke luar masjid supaya tidak mengganggu jamaah lain yang sedang sholat sunah.

Akhirnya Ibu memutuskan sholat di teras luar masjid saja dengan beberapa ibu yang juga membawa anaknya, jadi Ene bisa dekat Ibu tanpa mengganggu ibu2 yang lain. Sampai sejauh itu persoalan seolah selesai karena Ene sudah mau diam meski masih ada sesenggukan sisa tangis.

Nggak lama kemudian Ene minta minum! Walah... mana Ibu terpikir harus bawa bekal minuman ke masjid? Untungnya persis di depan agak ke kiri Ibu ada beberapa jumbo minuman plus gelas plastik sisa tajilan (Kali Ene sudah mengincar minuman ini duluan ya? Hehehe...). Ibu lantas mengambilkan segelas air putih untuk Ene. Tante Erna, tetangga depan rumah kami, yang duduk di sebelah Ibu, turut mengambilkan segelas teh hangat buat Ene. Awalnya Ene nolak teh itu, jadi Ibu taruh aja di dekat Ene dengan pesan supaya Ene ngambil sendiri kalo mau teh.

Berikutnya, baru saja Ibu dan jamaah lain masuk rakaat pertama sholat Isya, Ene sudah me-narik2 mukena Ibu sambil bilang, "Bu... Ene mau teh...", sambil memandang teh yang ada di depannya tanpa berani mengambil sendiri. Kali malu karena tadi sudah nolak dari Tante Erna, hehehe.... Ibu lantas membatalkan sholat untuk mengambilkan teh buat Ene, lalu menyusul sholat lagi.

Masuk rakaat kedua, eh... Ene mulai rewel lagi, narik2 mukena lagi. Ibu diemin aja dengan harapan Ene akan diam sendiri. Tapi ternyata tarikannya tambah keras dan naga2nya nangisnya bakal tambah kenceng!! Wahhh... daripada mengganggu yang lain dan jadi bahan omongan tetangga, akhirnya Ibu melepas mukena dan melipat sajadah, lantas mengajak Ene pulang!

Oalah Ne.. Ne.. gara2 maunya Bapak dan Ibu nggak boleh 'pisah' di masjid, jadinya gatot alias gagal total deh rencana Ibu sholat berjamaah di masjid! Rupanya Ene berprinsip 'bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh' ala Bhinneka Tunggal Ika! Hahaha.....

Friday, September 01, 2006

Uka dan Dokter Gigi

Ini cerita tentang Uka yang akhirnya mau juga ke dokter gigi. Sebenarnya kejadiannya sudah bulan Maret 2006 yang lalu dan sebenarnya Ibu sudah tidak berniat mempostingnya (sudah hilang mood hehe..), tapi karena (lagi2) dengan alasan sebagai dokumentasi Uka (sesuai dengan tujuan utama keberadaan blog ini) jadi akhirnya Ibu niatkan untuk tetap mempostingnya. Mumpung materi kuliah belum terlalu padat (Semester ini Ibu mengajar mata kuliah Sistem Informasi Industri, masih di Teknik Industri UGM seperti semester lalu), karena kalo sudah padat, wah... sepertinya Ibu bakal makin jarang posting hehe...

Sebagai prolog, sejak usia 2 (dua) tahun, sudah ada tanda2 bahwa gigi Uka jelek. Istilah orang Jawa-nya 'gigis', sedangkan istilah medisnya 'carries'. Semula hanya dua gigi seri atas tengah yang gigis, berikutnya disusul gigi seri atas kiri-kanannya. Jadi 4 (empat) gigi seri atas Uka 'habis'! Ibu menyadari bahwa ini se-mata2 kesalahan Ibu.

Sejak bayi sampai usia dua tahun Uka hanya minum ASI tanpa tambahan susu formula. Karena itu, Ibu pikir pasti gak ada masalah dengan gigi Uka karena sepengetahuan Ibu biasanya yang menimbulkan masalah pada gigi adalah susu formula. Oleh karena itu, Ibu tidak terlalu perhatian dengan gigi Uka. Dalam arti, Ibu tidak membersihkan gigi Uka secara rutin tiap hari, hanya sesekali aja kalo Ibu lihat gigi Uka mulai menguning. Tapi ternyata persepsi Ibu ini salah besar!!!

Belakangan, dari diskusi dengan beberapa dokter gigi, Ibu mendapat 'pencerahan' bahwa meski seorang anak hanya minum ASI, tapi sejak dia mengenal makanan padat, maka sejak itu pula kebersihan gigi dan mulut harus dijaga. Karena artinya sejak itu pula selalu ada sisa makanan yang melekat di gigi dan tentunya kalo tidak rutin dibersihkan akan menjadi carries gigi.

Better late than never! Begitu pikir Ibu. Jadi setelah empat gigi seri atas Uka terserang carries yang makin lama makin parah sampai giginya terkikis habis, Ibu jadi rajin membersihkan gigi Uka. Yang sudah rusak ya apa boleh buat, tapi sebisa mungkin dijaga agar gigi2 Uka yang lain tidak mengalami carries juga.

Tapi entah kenapa, meski Ibu jadi begitu rajin membersihkan gigi Uka sampai kadang2 Uka merasa 'tersiksa' (hehe..) dengan keseriusan Ibu membersihkan giginya, tetap saja carries ini 'menular' ke beberapa geraham Uka terutama yang bagian bawah. Ibu sampai prihatin setiap kali memeriksa gigi Uka. Duh.. gimana kalo carries ini keterusan sampai ke gigi tetapnya.

Ibu sudah pengin aja buru2 memeriksakan Uka ke dokter gigi untuk perawatan gigi2 Uka tersebut, tapi setiap kali Ibu rayu Uka supaya mau ke dokter gigi, setiap kali itu pula Uka menolak dengan tegas, bahkan kadang2 sampai nangis! Kalo Ibu ke dokter gigi, sebisa mungkin Ibu mengajak Uka supaya dia akrab dengan suasana di ruang praktik dokter gigi dan gak merasa takut lagi. Tapi pendekatan ini sama sekali tidak manjur. Uka tetap keukeuh menolak ke dokter gigi! Akhirnya Ibu menyerah dan cuma bisa berharap bahwa gigi2 Uka masih bisa diselamatkan.

Sampai akhirnya kami pindah ke Jogja awal Januari 2006, dan di TK Uka yang baru (waktu itu) ada program pemeriksaan gigi bersama oleh tim dokter gigi dari "Prof. Sudibyo" Dental Center. Jadi dokter giginya datang ke sekolah. Tiap murid diobservasi giginya kemudian diberi catatan untuk ortu, gigi mana saja yang bermasalah dan tindakan apa yang perlu dilakukan. Setelah pemeriksaan gigi di sekolah, Ibu nanya ke Uka apakah sakit diperiksa giginya? Uka jawab gak. Terus dokter giginya baik gak? Uka bilang baik. Uka mau gak kalo diperiksa dokter gigi itu lagi? Jawab Uka, mau!

Wah surprise banget Ibu dengan jawaban Uka tersebut, jadi tanpa menunggu lama Ibu mengontak "Prof. Sudibyo" Dental Center untuk menanyakan jam praktik drg. Enny yang memeriksa Uka di sekolah. Uka gak mau ditangani dokter gigi yang lain hehe... Ternyata drg. Enny praktik tiap hari dari pagi sampai sore, jadi beberapa hari kemudian Uka Ibu bawa ke Dental Center (DC) tersebut.

Sambutan di DC ramah banget! Uka diajak ngobrol dulu tentang sekolah dll., baik oleh drg. Enny maupun petugas yang lain, jadi Uka merasa nyaman. Apalagi Uka juga diberi hadiah senter kecil, padahal giginya belum juga diperiksa! Ibu puas dengan layanan di sini. Dan akhirnya kedatangan pertama ke DC ini disusul kedatangan Uka berikutnya. Dan perlu dicatat, Uka datang dengan sukarela tanpa paksaan Ibu sama sekali!!!

Berikut ini catatan kedatangan Uka ke DC:
  • 21 Maret 2006: menambal 2 geraham bawah, satu kiri, satu kanan (gigi susu).
  • 22 Maret 2006: menambal 2 geraham bawah, satu kiri, satu kanan (gigi susu).
  • 23 Maret 2006: menambal 3 geraham atas, satu kiri, dua kanan (gigi susu).
  • 3 April 2006: observasi gigi seri atas yang gigis.
  • 11 April 2006: mencabut satu gigi seri atas, tengah-kanan (gigi susu) ,karena akarnya sudah mencuat menembus gusi (saking parahnya hehe..).
  • 18 April 2006: mencabut satu gigi seri atas, tengah-kiri (gigi susu), karena sudah goyah dan dikhawatirkan akarnya bakal menembus gusi juga seperti 'tetangganya'.
Untuk anak yang baru pertama kalinya ke dokter gigi dan langsung mau ditambal dan dicabut giginya ber-turut2 dalam jangka waktu kurang dari sebulan, Uka patut diacungi jempol! Buat Ibu ini benar2 hal yang tidak terbayangkan sebelumnya. Apalagi sebelumnya Ibu pernah mendengar cerita Tante Mita yang kesulitan mengajak mas Bagas (putra keduanya) ke dokter gigi karena masalah yang sama dengan Uka. Kata Tante Mita, pertama ke dokter gigi, dokternya cuma ngobrol aja dengan mas Bagas. Kedatangan berikutnya baru mas Bagas mau buka mulut. Itupun setelah dibujuk rayu sedemikian rupa hehe...