Tuesday, August 02, 2005

Lomba Burung Berkicau

Baru sempat cerita nih... Minggu kemarin, sepulang dari Ramayana—Huh?! Ramayana lagi? Bener2 gak kreatif! :) Maklum pilihan buat main di Cilegon terbatas :)—kami mampir ke Lomba Burung Berkicau yang diadakan di lapangan terbuka di seberang Hotel Permata Krakatau. Tadinya Ibu pikir kalo cuma nonton aja gratis, eh.. ternyata ada tiket masuknya Rp2000,- buat berempat. Atau mungkin yang diitung cuma Bapak dan Ibu aja kali ya? :)

Dari kejauhan, terlihat arena lomba begitu ramai. Ada orang2 yang lagi mandiin burung—Ternyata bukan cuma orang yang butuh mandi :) Ada orang2 yang lagi menenteng sangkar burung. Sangkar2 tersebut ditutup kain supaya burung2 tersebut tidak stress ketika di-pindah2—Bukan cuma orang lo... yang bisa stress, burung pun juga :). Banyak juga orang2 yang berjualan, mulai dari makanan—Ini juga bukan makanan orang aja, tapi makanan burung juga seperti jangkrik—sampai pernik2 untuk pemeliharaan burung, seperti CD suara burung (Kata Bapak, ini untuk melatih burung supaya berkicau sesuai suara burung pada CD), tempat minum keramik untuk burung, majalah2 tentang burung dan masih banyak lagi.

Semakin dekat ke arena lomba, terdengar suara hiruk pikuk orang2 ber-teriak2, "Juri, no.29 juri....!!!". "Juri... no.21!!!". "Juri... no.35 aja!!!". Ibu kaget juga mendengar suara2 itu. Tadinya Ibu membayangkan bakal mendengar suara2 merdu burung berkicau, sesuatu yang tergolong langka jika kita hidup di kota. Tapi ternyata yang terdengar kok seperti suara2 di terminal bis! :( Memang sih burung2 itu berkicau, tapi masih kalah oleh suara2 teriakan di sekitarnya.

Rupanya yang ber-teriak2 adalah para pemilik burung yang lagi dilombakan dan mereka sedang berusaha mempengaruhi para juri yang sedang serius menilai. Huh?! Sampai segitunya ternyata mereka menyemangati juri. Bukannya menyemangati burungnya! Hahaha... Ibu jadi berpikir, bagaimana juri bisa menilai suara burung dengan benar dengan suasana seperti itu. Dan setelah Ibu perhatikan, memang juri2 tersebut harus berkonsentrasi ekstra untuk dapat mendengarkan kicauan burung2. Belum lagi, mereka harus jeli membedakan suara burung satu dengan yang lain karena jarak antar sangkar relatif dekat (menurut Ibu).


Suasana penjurian salah satu kelompok burung berkicau.

Ketika apa yang Ibu pikirkan ini Ibu sampaikan ke Bapak, Bapak bilang, "Ya begini ini lomba burung berkicau. Makanya burung2 yang nggak biasa ikut lomba, pasti stress dengan suasana seperti ini dan justru nggak mau berkicau". Wah.. kok Ibu jadinya nggak simpatik ya dengan lomba burung berkicau semacam ini. Buat Ibu, lomba ini jadi seperti ajang egoisme pemilik burung. Ibu jadi ingat penggalan sebuah lagu (maaf, Ibu nggak tahu pengarangnya):

Wahai kau burung dalam sangkar...
Sungguh nasibmu malang benar...
Tak seorang pun ambil tau...
Luka dan lara di hatimu...

Bayangkan, burung2 itu diberi sangkar yang harganya ratusan ribu rupiah, diberi tempat minum dari keramik, diberi pakan yang terbaik, tapi 'harga' mereka di mata para pemiliknya hanya ditentukan oleh kicauan yang dihasilkannya. What a pity!

Ketika Ibu mencari tau lebih jauh, ternyata hadiah2 yang ditawarkan cukup menggiurkan. Selain dapat medali, pemenang juga mendapat barang2 elektronik mulai dari magic jar, televisi, sampai ke kulkas! Sementara biaya pendaftaran berkisar antara Rp50.000,- sampai Rp100.000,- tergantung jenis burung dan kelompok lombanya.

Sebagai contoh, untuk burung Anis Merah ada beberapa kelompok lomba, yaitu—urut mulai dari yang pendaftarannya paling mahal—Sanggabuana A, Sanggabuana B, Bintang Banten, Bintang PBI, Sejati A, dan Sejati B. Burung2 lain yang dilombakan adalah Anis Kembang, Cucak Hijau (bukan Cucakrowo seperti judul lagu itu lo... hehe..), Murai Batu, dan beberapa jenis burung lagi yang Ibu nggak ingat. Masing2 dibagi lagi menjadi beberapa kelompok seperti halnya Anis Merah.

Di atas adalah foto salah satu Anis Merah yang juara dengan hadiah yang diperolehnya, sebuah kulkas! Tapi tentu saja kulkas ini bukan buat si Anis Merah, tapi untuk pemiliknya! Tuh kan... semakin kelihatan egoisme para pemilik burung yang ikut lomba. Yang juara burungnya, yang dapat hadiah pemiliknya! :)


Bapak asyik memperhatikan burung2 dengan Ene yang tertidur di gendongannya, sementara Uka asyik dengan jangkrik di plastik yang dibelikan Bapak seharga Rp1000,- untuk 15 ekor. Ternyata ini pertama kali Uka tau jangkrik :)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home