Wednesday, November 30, 2005

Imunisasi Polio 3

Pagi ini kembali Ene mengikuti imunisasi polio. Kali ini untuk yang ke-3 kalinya dari rangkaian program imunisasi polio gratis dari pemerintah. Yang ke-1 diadakan tanggal 30 Agustus 2005 dan yang ke-2 tanggal 27 September 2005. Awalnya program ini cuma dirancang dua tahap, tapi ternyata Departemen Kesehatan memutuskan untuk menambah tahapannya. Mungkin pertimbangannya selain karena masih banyak ditemukan kasus polio di Indonesia, juga untuk memberi kesempatan mereka yang berhalangan pada tahap2 sebelumnya. Siapa tahu setelah ini masih akan ada tahap ke-4 dst? :D

Pada kesempatan kali ini, Ene dalam kondisi pilek. Tapi Ibu nggak khawatir karena waktu yang ke-2 pun Ene lagi batuk dan kata dokter yang mendampingi PIN waktu itu nggak pa2 asal nggak lagi panas, so imunisasi jalan terus. Jadi alhamdulillah, ketiga tahapan imunisasi polio ini bisa diikuti semua oleh Ene.

Seperti yang ke-1 dan ke-2, kali ini pun Ene diimunisasi di RS Krakatau Medika (RSKM), soalnya ini lokasi Pos PIN yang terdekat dengan rumah. *Ngapain lagi nyari pos yang jauh :D* Tapi meski demikian, di RSKM-nya sendiri pelaksanaannya di lokasi yang ber-beda2 antara imunisasi tahap 1, 2, dan 3. Maklum aja, aktivitas ini kan sifatnya sementara, nggak permanen, jadi tergantung tersedianya tempat saat itu. Yang jelas ketiganya bukan diadakan di ruang tertutup, tapi di lokasi yang terbuka. Yang pertama di tenda yang didirikan khusus untuk PIN, di sebelah kanan gedung RSKM baru. Yang kedua di tempat nunggu pasien gedung RSKM yang lama. Dan yang ketiga ini di salah satu koridor RSKM di gedung baru.

Seperti yang lalu2 juga, kali inipun Ene bersikap manis, nggak rewel sama sekali. Cuma setelah selesai tetesan pertama, Ene menutup mulutnya, padahal masih harus satu tetes lagi. Giliran mau ditetesi kedua kali, eh... cairan vaksinnya nggak mau netes dari wadahnya padahal sudah di-pencet2 sama susternya hehe.. Susternya kali jadi grogi, dia lantas minta suster yang lain untuk ganti meneteskan vaksin tersebut. Hebat kan Ene, bisa bikin seorang suster grogi! Hahaha... Akibatnya, imunisasi polio yang cuma perlu dua tetes itu, harus dieksekusi oleh dua orang suster, masing2 satu tetes! :D

Selesai itu, kembali Ene mendapat tinta biru di jari kelingking kirinya. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Ene bersikap biasa aja, nggak ter-heran2 seperti sebelumnya :) Dan Ibu lalu diminta mengambil nomor undian, sepertinya ada souvenir yang disediakan oleh panitia setempat. Sayang, kertas undian yang Ibu buka kosong, nggak dapat, jadi Ibu nggak tau souvenirnya apa hehe... Habis malu sih kalo nanya2 souvenirnya apa, wong jelas2 sudah nggak dapat hahaha...

Monday, November 28, 2005

Animals Lover 2

Kecintaan Uka dan (terutama) Ene pada binatang sudah pernah diulas sebelumnya (lihat entry Animals Lovers). Nah.. selama mudik, kecintaan ini serasa mendapat katup pelampiasan karena bukan saja Uka dan Ene melihat langsung beberapa binatang2 yang hanya dilihatnya di buku cerita atau di layar kaca, seperti: kerbau, angsa, bebek dan kuda, tetapi Udane juga bisa berada secara dekat dengan binatang2 tersebut, bahkan menyentuhnya!

Perjumpaan dengan binatang diawali saat tiba di Hotel Alam Indah - Semarang (30/10/05). Tidak disangka di sekitar hotel tersebut berkeliaran sekelompok angsa. Pagi2 setelah mandi, Bapak dan Udane me-lihat2 sekitar hotel tersebut. Ketika Ibu menyusul, wah.. Uka dan Ene berteriak sahut-menyahut, "Ibu ada angsa! Ibu ada angsa! Ibu ada angsa!". Baru kali ini Udane melihat angsa secara langsung. Dan Ibu sempat mengabadikan momen Ene mengejar angsa2 tersebut! Sambil merekam dengan kamera, Ibu ganti ber-teriak2, "Ene, jangan dekat2!! Ene, jangan dekat2!!". Diam2, Ibu khawatir juga kalo tiba2 angsa2 itu berbalik arah dan ganti mengejar Ene! Hehehe...


Ene ngejar2 angsa di Hotel Alam Indah - Semarang.

Berikutnya dalam perjalanan Semarang - Wonosobo, saat melintas Ungaran, Ambarawa, dan Temanggung, Ene sering melihat kuda2 yang menarik delman, salah satu moda transportasi di kota2 tersebut. Setiap kali melihat kuda, Ene akan berteriak, "Uda! Uda! Uda!".—Hihihi... buat para Uda dari Minang, jangan tersinggung ya! Ene belum bisa menyebut 'kuda' dengan benar :D—Ketika memasuki kota Wonosobo, wah... Ene nyaris histeris, "Uda! Uda! Ibu, uda! Uka, uda!", karena di sini semakin banyak ketemu delman. Dan teriakan semacam ini masih terus berlanjut setiap kali Ene ikut ke Wonosobo kota untuk belanja dsb.

Sampai di rumah Mbah Hardjo, setelah meletakkan tas dan koper di kamar, Bapak langsung mengajak Udane ke halaman samping rumah Mbah Hardjo, tempat Mbah Hardjo memelihara ayam dan bebek (dulu pernah memelihara menthok, sejenis bebek, juga). Lagi2 Ene hampir histeris, "Ibu..., ayam! Ibu..., bebek!".—Ini bukan berarti ibunya Ene itu ayam ato bebek lo! Hehehe...—Dan setiap bangun pagi, setelah mengabsen keberadaan Uka dan Bapak, Ene segera menuju halaman samping ini ditemani Bapak. Mungkin setelah ngabsen Uka dan Bapak, dia melanjutkannya dengan ngabsen bebek dan ayam Mbah Hardjo! Hahaha...


Di halaman samping rumah Mbah Hardjo. Ene (jongkok) sedang ngambil makanan untuk ayam, Yusuf (celana panjang biru) baru saja melempar makanan untuk ayam, Uka (kaos putih) sedang mendekati ayam, Salma (kaos hijau) sedang mengamati saudara2nya.

Gara2 kegemaran Ene akan binatang, Mbah Hardjo sampai rela ikan2 kecil dan udang2 di aquariumnya mati! Ceritanya, melihat antusiasnya Ene memandangi aquarium di rumah Mbah Hardjo (yang awalnya berisi ikan2 kecil dan udang), Mbah Hardjo kakung lantas berinisiatif menambah koleksi aquarium dengan ikan yang lebih besar. Mbah Hardjo kakung diam2 (maksudnya tanpa sepengetahuan anak dan cucunya) pergi ke tambak ikan milik salah seorang saudara untuk mengambil dua ikan besar (tentunya atas ijin si pemilik) yang ternyata adalah ikan louhan! Bayangkan, di Manggis (desa Mbah Hardjo) louhan dipelihara di tambak ikan! Dua louhan ini lantas dicemplungkan ke aquarium. Dan karena ikan louhan ini makanannya adalah ikan kecil dan udang, lama2 ikan2 kecil dan udang2 di aquarium habis! Nggak hanya itu, salah satu louhan yang lebih kecil akhirnya mati juga dimakan louhan yang lain karena pada dasarnya louhan adalah jenis ikan soliter, nggak bisa dikumpulin dengan louhan lain dalam satu aquarium!

Selama di Manggis, Ene bisa melihat dari dekat binatang2 ternak, mulai dari ayam, bebek, sapi dan kerbau, juga kuda. Bahkan begitu dekatnya Ene dengan sapi (yang akan disembelih untuk lebaran) sampai Mbah Hardjo putri mau copot jantungnya! (lihat entry Jurnal Mudik). Ene juga berkesempatan memegang ikan segar yang masih menggeliat hasil pancingan. Di Surabaya pun, acara melihat ayam masih berlanjut, cuma bukan ayamnya Yang Nuk, tapi ayam tetangga, hehe..! Saat di Sea Master, restoran dengan hidangan hasil laut yang dipilih sendiri, Ene juga terpuaskan dengan macam2 binatang laut, mulai ikan berbagai jenis, udang berbagai jenis, cumi berbagai jenis, dan tripang (bahasa Inggris: sea cucumbers), juga berbagai jenis!


Ki-ka: Mbak Rena, Uka, Mas Rico, Ene. Lihat tuh ekspresi Ene yang mencoba mengintip ikan2 segar di bak merah bakal santapan di restoran Sea Master - Surabaya.

Balik ke Cilegon lagi, Ene masih bertemu dengan gajah dan badak di mall!!! Bahkan mereka bisa menunggangi kedua binatang hutan ini. Tapi yang ini sih gajah dan badak boneka yang bisa dinaiki keliling mall! Hahahaha....


Naik gajah dan badak di Cilegon Supermall sepulang mudik lebaran.

Friday, November 25, 2005

Mancing di Manggis

Benernya entry tentang mancing di Manggis-Wonosobo (tempat kelahiran Bapak) ini pengin Ibu tulis just right after entry Jurnal Mudik, tapi dengan pertimbangan entry ini banyak fotonya—Kata orang, gambar berbicara lebih banyak dari kata2 :)—sama seperti entry Jurnal Mudik, jadi Ibu tunda supaya pas buka blog ini ga terlalu berat. Jadi langsung aja Ibu bercerita lewat gambar ya :D


Berangkat mancing 2 hari sebelum lebaran (01/11/05), masih fresh meski puasa! Ada 3 newcomers: Ibu (bawa ransel), Ene (bercelana biru) dan Salma (di belakang Ene). Sedangkan peserta tahun sebelumnya (2004): Bulik Wur (berkerudung biru), Bulik Ning (berkaos putih), Uka (bercelana merah), dan Bapak (yang motret). Perbekalan yang dibawa: alat pancing 2 buah, nasi untuk umpan (bukan untuk bekal yang mancing lo, hehe...), ember dan kantung2 plastik untuk wadah ikan yang dipancing, pakaian ganti untuk para kurcaci, dan nggak lupa makanan dan minuman untuk para kurcaci! Yang terakhir ini paling penting karena nggak ada warung di sekitar lokasi mancing! :D


Bapak dan Bulik Wur mancing, sementara para kurcaci ngobok2 ikan di ember hasil pancingan. Mancingnya bukan di sungai, tapi di tambak kepunyaan Mbah Hardjo. Secara rutin Mbah Hardjo menebar benih ikan ke dalamnya, jadi kalo mancing di situ sudah pasti dapat ikan! Hahaha... Tapi meski demikian, ketika Ibu mencoba mancing eh.. nggak dapet2!! Kalah ama Uka! Dasar nggak sabaran hehe... Makanya Ibu milih jadi sie dokumentasi aja, jepret sana jepret sini :)


Bapak nangkap kepiting air tawar (bahasa Jawa: yuyu) dan menunjukkannya ke Uka. Sementara Salma dan Ene asyik dengan aktivitas masing2.


Ene pengin ikutan megang ikan seperti Uka dan Salma, jadi Uka nunjukin ke Ene cara megang ikan. Setelah ngerasain asyiknya megang ikan, Ene maunya semua ikan buat dia. Jadinya bertiga berebut ikan sambil teriak2, nggak ada yang mau ngalah! Ribut pokoknya! Untung bawa kantung2 plastik, jadi akhirnya sama Bapak Ene dikasih ikan di kantong plastik tersendiri :)


Area di sebelah kiri sampai ke ujung kiri atas, di depan Bulik Wur dan Bulik Ning yang lagi mancing, adalah tambak ikan Mbah Hardjo yang tertutup oleh tanaman air. Kata Bapak, ketika tahun lalu mancing, tambaknya tidak tertutup tanaman air seperti ini. Di latar belakang adalah kebun salak pondoh, tapi yang ini bukan milik Mbah Hardjo. Kebun salak pondoh Mbah Hardjo ada di lokasi lain. Sssstt... lihat tuh gaya Bapak.. Bossy ya! Hahaha... Bapak mancing cuma di awal2 aja, selanjutnya yang beneran mancing dan menghasilkan banyak ikan adalah para bulik hehe...


Yang di belakang Uka, Salma, dan Ene itu, yang seperti kolam air, juga tambak ikan, tapi punya orang lain. Ibu ngebayangin, kalo tambaknya Mbah Hardjo nggak tertutup tanaman air mestinya seperti itu tampilannya.


View di sekitar tambak ikan. Masih segar udaranya!


Ini tipikal kebun salak pondoh. Kalo orang dewasa mau jalan di antara pohon2 itu, mesti membungkuk. Buat yang belum tahu, buah salak terletak di bagian bawah pohon. Jadi kebayang kalo orang memanen salak harus mem-bungkuk2 terus! Belum lagi duri2nya yang tajam. Salah seorang saudara Bapak yang sering membantu Mbah Hardjo memanen salak pernah memperlihatkan telapak tangannya ke Ibu. Wah... di bawah kulit arinya terlihat banyak duri2 salak pondoh!! Tapi saking banyaknya, lama2 dia kebal. Kata dia paling2 digosok aja pakai balsam, beres! Padahal Ibu kalo tlusupen (kemasukan sesuatu di bawah kulit air) aja, duh.. rasanya ampun2 deh!


Setelah bosen mancing, Uka dan Salma akhirnya nyebur ke sungai kecil di sebelah tambak. Ene masih belum tergerak bergabung. Kali dia lihat2 situasi dulu hehe..


Akhirnya Ene pun ikutan nyebur ke sungai! Benernya dia mau dipakein celana sama Ibu, tapi ternyata Ene memilih bugil!


Kiri: Pose terheboh Ene! Belum pernah ada kan anak yang ngedot sambil bugil di tengah sawah dan nenteng2 ikan di plastik? Benernya sama Ibu mau dipakein baju dulu, ikannya ditaruh dulu, terus baru ngedot. Tapi dasar Ene keukeuh dengan maunya, jadi daripada terjadi keributan lebih lanjut, biarkan saja! Hehehe... Kanan: Setelah lumayan banyak dapat ikan, ikan langsung dibersihkan di pancuran air di sebelah tambak.


Yang membersihkan ikan cuma satu orang, Bulik Wur. Tapi yang nonton, hehehe.. banyak!!!.


Uka dalam perjalanan pulang. Jalan ini juga yang kami lalui saat berangkat. Sepintas mirip dengan jalan yang kami tempuh untuk menuju makam (lihat entry Jurnal Mudik), tapi jalan ke arah tambak ini selain lebih jauh, juga lebih terjal (turun-naik, turun saat berangkat dan naik saat pulang). Kadang ketemu jalan yang terang dan terbuka (foto kiri), kadang ketemu jalan yang tertutup oleh pohon2 dan gelap (foto kanan). Semasa Bapak kecil, Bapak sempat mengalami kalo mandi harus menyusuri jalan ini untuk sampai ke pancuran yang dipakai membersihkan ikan. Kalo sekolah pagi, berangkat mandinya jam 3 pagi!! Soalnya perjalanan ke sekolahnya juga juauuuhhh! Mana waktu itu kendaraan umum masih langka. Ibu salut deh dengan perjuangan Bapak untuk menempuh studinya! Bulik Wur dan Bulik Ning sudah tidak mengalami lagi masa2 ini karena fasilitas di lingkungan rumah Mbah Hardjo sudah relatif lebih baik.


Di jalan seperti ini nggak memungkinkan untuk bergandengan haha... Jalannya mesti satu-satu seperti orang baris. Sayangnya, ketika perjalanan pulang ini Salma nangis sepanjang perjalanan, sepertinya dia capek dan ngantuk. Dia minta digendong terus sama Bulik Wur, nggak mau digendong sama yang lain karena memang Bulik Wur itu ibu kedua buat Salma (Bulik Prie, ibunya Salma, lagi tugas ke Canada).


Kiri: Jalanan yang menanjak. Ene digendong Bapak, sementara Bulik Wur dan Salma tertinggal di belakang. Kanan: Sampai di belakang rumah Mbah Hardjo, Ene menguap! Hehe...


Rumah Mbah Hardjo, tampak belakang. Tembok di sebelah kanan adalah pagar pembatas halaman rumah Mbah Harwanto, adik Mbah Hardjo kakung, tempat dilaksanakannya pemotongan sapi pagi harinya (lihat entry Jurnal Mudik). Jadi acara pemotongan sapi bisa disaksikan dari dalam rumah Mbah Hardjo melalui jendela yang terbuka. Jendelanya model tempo dulu yang sudah jarang ditemui saat ini. Jendela tersebut memiliki daun dobel, yang satu membuka ke luar, yang lainnya membuka ke dalam. Yang ke luar terbuat dari kayu dengan celah2 angin, sementara yang ke dalam terbuat dari kaca dengan frame kayu.

Thursday, November 24, 2005

Rambut Keren

Siang ini, ketika Ibu sedang memakai lipstick di depan cermin meja rias, Uka ikutan berdiri di sebelah Ibu dan berkomentar.

"Kenapa sih perempuan kok pakai lipstik, laki2 kok nggak?".

"Karena perempuan suka dandan, biar cantik." Jawab Ibu pendek.

"Iya, kalo laki2 sukanya rambut keren!!". Sambil berkata demikian, Uka melihat cermin dan mengelus rambutnya. Sejenak kemudian, keluar lagi komentar Uka.

"Rambutku nggak bisa keren soalnya nggak bisa di-apa2in. Tapi rambutku rambut jabrik!!". Uka berkata bangga sambil ngeloyor pergi dari meja rias :D

Kartu Lebaran dari Uka

Sejak Uka sekolah Play Group 2 tahun lalu—Sekarang dia duduk di TK B, dulu istilahnya Nol Besar! Apa karena sebutan "Nol" dirasa 'meremehkan' eksistensi anak ya, kok sekarang istilahnya jadi A dan B? :) Tapi dalam percakapan se-hari2 sih masih sering keluar "Nol Kecil" dan "Nol Besar" :D—setiap tahun tidak pernah absen mengirimkan kartu lebaran untuk Bapak dan Ibu. Ini memang program dari sekolah Uka.

Dibalik pengiriman kartu lebaran ini, ada proses pembelajaran bagi anak2 karena mereka diajak terlibat langsung. Kartu memang dicetak oleh pihak sekolah, tapi nama si pengirim ditulis sendiri oleh mereka (terutama yang TK). Mereka juga dilibatkan dalam proses menempelkan perangko. Dan yang paling seru, mereka rame2 ke kantor pos untuk mengirimkan kartu lebaran tersebut. Bisa dibayangin kan sekian banyak anak TK 'menyerbu' kantor pos! Apalagi kantor pos yang dikunjungi Uka dan teman2nya ini tempatnya kecil karena merupakan kantor pos pembantu. Hihihi... pasti Pak Pos-nya 'amaze' oleh tingkah polah mereka! :D

Nah.. kalo buat Ibu, yang paling di-tunggu2 dari kartu lebaran ini adalah foto di dalamnya! Di dalam kartu ini ditempelkan foto Uka dan teman2 sekelasnya! Kenapa ini penting buat Ibu? Karena dengan foto ini Ibu bisa tahu persis teman2 sekelas Uka, juga guru2 Uka. Maklum, Ibu jarang ke sekolah Uka karena kerja. Apalagi sejak TK A, Uka sudah bisa dilepas sendiri, berangkat dan pulang sekolah dengan tukang ojek langganan. Praktis Ibu hanya nongol di sekolah Uka kalo ada undangan khusus seperti evaluasi anak, halal bil halal, dsb.

Ibu merasa perlu tahu teman2 Uka satu per satu, karena kalo pulang sekolah Uka sering cerita temannya si A begini, temannya si B begitu, temannya si C tadi nangis, temannya si D tadi mukul dia, dsb. Selain itu, sering di saat Ibu nongol di sekolah, tiba2 salah seorang teman Uka memanggil, "Mama Uka! Mama Uka!". Nah, Ibu akan merasa amat bersalah kalo nggak tau nama anak yang memanggil tersebut. Ditambah lagi, nama2 anak ini juga menjadi panggilan untuk ortu mereka, terutama para ibunya. Seperti Ibu, di sekolah Uka lebih beken dengan panggilan 'Mama Uka'.

Panggilan semacam ini memang lebih egaliter dan akrab, tidak memerlukan perkenalan secara formil untuk tau persis nama Bu Ini dan Bu Itu. Cukup dengan bertanya ke anak namanya siapa (kalo anaknya nggak menjawab, pasti ibunya yang akan menjawab), maka itu pula lah nama ibunya, hehe... Bukankan kita sering rikuh jika sudah ber-hahahehe dengan seseorang tapi kita nggak tau nama orang tersebut?

Setelah menerima kartu lebaran, Ibu lantas menanyakan ke Uka nama teman2 dan guru2 kelasnya. Lucunya, kadang2 Uka lupa dengan nama temannya. Biasanya karena teman tersebut jarang main ato ngobrol dengan Uka. Kalo sudah gitu, Ibu lantas mengambil daftar nama teman sekelas Uka, kemudian membacakannya satu per satu untuk dicocokkan dengan fotonya. Uka biasanya akan bilang, "Oh iya, itu si E!" :D

Berikut ini hasil pencocokan foto dan nama teman sekelas Uka :))


Kelas TK-B Rafflesia 2005-2006. Depan duduk ki-ka: Dila, Saila, Putri, Hanifa, Puput, Salma. Tengah berdiri ki-ka: Salsa, Abi, Irfan, Allen, Fathan, Fadil, Uka, Zahra. Belakang berdiri ki-ka: Bu Vivi, Bu Fitri, Rassel, Farras, Diva, Zakiy, Faiz, Dimas, Aria, Bu Fatma (wali kelas).

Wednesday, November 23, 2005

Kangen Bapak

Selama mudik, Uka dan (terutama) Ene sangat menikmati saat2 kebersamaan dengan Bapak. Ene jadi punya kebiasaan baru. Setiap bangun tidur dia ngabsen Bapak dan Uka. Ibu nggak diabsen, soalnya kalo Ene bangun terus nangis, biasanya yang nyamperin duluan Ibu. Ato kalopun dia pas nggak nangis, yang dipanggil duluan ya Ibu. Mom is the best! Hahaha... lebih baik ge-er daripada minder!

"Uka ana (mana)?...".
"Itu masih tidur...". Jawab Ibu sambil nunjuk Uka yang masih tidur di sebelah Ene. Biasanya memang Ene bangun lebih dulu daripada Uka.
"Bapak ana?".
"Bapak dah bangun. Ada di luar. Yuk ke Bapak..". Lalu Ibu menggendong Ene keluar kamar untuk nyari Bapak. Ketika bertemu Bapak, senyum Ene pun merekah :)
"Bapak!". Teriak Ene memanggil Bapak.

Bapak pun sangat menikmati kebersamaan dengan Udane. Iya lah! Bayangin aja, sejak Ene lahir, Bapak cuma ketemu Ene saat weekend aja. Seringkali Bapak ter-kaget2 dengan perkembangan Ene. Demikian juga dengan kemajuan Uka yang sekarang sudah mulai bisa baca.
"Lo... Ene (atau Uka) wis iso ngono to (sudah bisa gitu)?". Begitu komentar yang sering diungkapkan Bapak ke Ibu.

Dan akhirnya kami harus pulang lagi ke Cilegon dan Bapak harus balik ke Jogja.
"Rasanya kok ada yang tertinggal? Apa ya?". Kata Bapak sambil mikir ketika pamitan ke Ibu.
"Ya jelas ada yang tertinggal. Istri dan anak2 Bapak!". Jawab Ibu tertawa. Bapak pun tersenyum.

Keesokan paginya setelah Bapak ke Jogja. Ada yang ngabsen!
"Bapak ana?".
"Bapak ke Jogja, kerja". Ene pun lalu asyik main. Tapi beberapa saat kemudian.
"Bapak ana?".
"Kan tadi udah Ibu bilang kalo Bapak ke Jogja". Ene pun main2 lagi. Dan beberapa jam kemudian.
"Bapak ana?".
"Bapak ke Jogja, sayang". Dan syukurlah, ini pertanyaan terakhir yang diajukan Ene tentang keberadaan Bapak :D.


Bapak dan Udane di rumah Mbah Hardjo saat malam2 mati lampu.

Tuesday, November 22, 2005

Wonosobo vs Surabaya

Wonosobo dan Surabaya, dua lokasi mudik kami, adalah dua kota dengan karakteristik yang berbeda 180 derajat. Wonosobo adalah kota pegunungan—Barangkali ada yang lupa atau memang belum tahu, daerah wisata Dieng terletak di Kabupaten Wonosobo. Sayangnya, meski hampir tiap tahun Ibu mudik ke Wonosobo, belum sekalipun Ibu berkesempatan ke Dieng :((—sementara Surabaya boleh dibilang merupakan kota pantai karena letaknya di pesisir utara Pulau Jawa—Masih ingat pelajaran IPS di masa SD kan? Bahwa Surabaya punya pelabuhan yang namanya Tanjung Perak? :D.

Perbedaan lokasi yang mencolok tersebut, sudah jelas berakibat pada iklim dan cuaca yang berbeda. Wonosobo dingin, Surabaya panas. Hal ini berakibat lebih lanjut pada beberapa aktivitas keseharian. Masih ingat kan cerita (lihat satu entry sebelum ini) tentang berburu diaper untuk Ene di Wonosobo gara2 celana Ene nggak kering2 setelah dicuci? Nah, kalo di Surabaya, tidak perlu khawatir hal tersebut bakal terjadi. Baju2 yang dicuci pagi hari (kira2 jam 8), sudah tersetrika rapi siang harinya (kira2 jam 12)!!! Saking panasnya Surabaya, cuma memerlukan waktu beberapa jam untuk mengeringkan jemuran!

Sedangkan soal tersetrika rapi, ini juga kontradiksi Wonosobo dan Surabaya, tapi sama sekali nggak terkait dengan iklim dan cuaca. Di Wonosobo, mode yang terpasang adalah "do it yourself", sementara kalo di Surabaya mode yang terpasang adalah "everything's ready" :). Dalam artian, di Wonosobo Ibu mencuci dan menyetrika sendiri, sementara di Surabaya nyuci pake mesin cuci—Itu pun Yang Nuk yang ngerjain :D—dan Yang Nuk juga yang nyetrika! Haha... Maklum aja, di Wonosobo nggak ada pembantu, sedangkan di Surabaya ada Mak (keponakan Ibu dari Nganjuk) dan kedua anaknya Aris dan Tri, jadi Yang Nuk banyak yang membantu.

Kontradiksi lain adalah soal mandi. Di Wonosobo, Ibu cukup mandi sehari sekali karena dingin (Ah alasan! Dasar malas! Hehe..). Benernya sih Mbah Hardjo putri selalu masak air untuk siapa aja yang mau mandi, tapi tentunya Ibu prioritaskan untuk Udane dulu. Nah.. ketika giliran Ibu mau mandi, harus masak air lagi. Karena nggak sabar nunggu masak air dulu (apalagi kalo buru2 mau pergi), Ibu (terpaksa) memilih mandi air dingin, brrrrr!!! Itupun mandinya agak siangan biar nggak terlalu dingin :) dan sorenya cukup cuci muka, tangan dan kaki hehe...

Di Surabaya, Ibu mandi normal dua kali sehari. Itupun bawaannya pengin mandi mulu saking gerahnya! Lucunya, di Surabaya justru Ibu selalu mandi pakai air hangat!!! Ini gara2 Pakpuh Tri (kakak sulung Ibu) memasang water heater di kamar mandi Yang Nuk sejak beberapa waktu lalu. Dan setiap kali Ibu mau mandi, kebetulan water heaternya baru saja dinyalakan, jadi Ibu nggak pernah berkesempatan mandi air dingin! Mau nunggu airnya dingin dulu kok ya lama lagi, jadilah mandi pakai air hangat. Seharusnya water heater ini dimutasikan ke Wonosobo hahaha...!!!

Selain dalam hal iklim dan cuaca, Wonosobo dan Surabaya juga berbeda dalam hal geliat kota. Surabaya is the second biggest city in Indonesia, jadi hiruk pikuk kotanya nggak jauh beda dengan Jakarta. Kemacetan lalu lintasnya pun sekarang ini menyamai Jakarta, padahal ketika Ibu masih berdomisili di Surabaya (dari lahir sampai akhir tahun 1992), kemacetan hanya terjadi di area CBD (Central Business District) di Jl. Basuki Rahmat dan sekitarnya. Tapi sekarang ini, jalan di belakang rumah Yang Nuk pun, Jl. Kertoarjo, yang di masa Ibu kecil masih berupa sawah, ikut2an macet!

Wonosobo, meski memiliki satu hotel berbintang 4, Hotel Kresna, tetap berciri khas kota kabupaten yang adem, ayem, tenang, dan tentram. Memang di area CBD-nya macet juga, tapi itu karena lebaran. Hari2 biasa arus lalu lintas Wonosobo masih tergolong normal. Selain itu, di Wonosobo masih bisa ditemukan hal2 khas yang sama sekali berbeda dengan Surabaya. Contohnya, di sekeliling alun2 kota Wonosobo, Ibu masih menemukan pohon2 beringin besar yang umurnya barangkali sudah ratusan tahun. Transportasi kotanya, selain ada angkot juga ada delman yang jumlahnya lumayan banyak. Selain itu, di Wonosobo (khususnya di sekitar rumah Mbah Hardjo) Ibu dan Udane masih bisa melihat sawah, kebun salak pondoh, tambak ikan, dan sungai.

Ngomongin sungai, di Surabaya pun ada sungai di depan rumah Yang Nuk. Semasa Ibu kecil, sungai ini cukup dalam, berair jernih, dan arusnya lumayan deras. Saking dalam dan lumayan derasnya, pernah ketika kecil (kira2 seumur Uka sekarang) Ibu kecebur di sungai itu di salah satu sisi jembatan, terbawa arus, dan nongol lagi di sisi jembatan yang lain hahaha...! Ceritanya waktu itu Ibu main perahu layar yang terbuat dari daun, niatnya daun tersebut hendak diluncurkan di salah satu sisi jembatan dan ditangkap lagi di sisi jembatan yang lain. Nah.. waktu mau naruh daun itu di permukaan air Ibu harus nungging, rupanya nunggingnya kebablasan! Jadi bukan cuma daunnya yang terbawa arus, tapi juga Ibu hehe... Sekarang sungai ini sudah semakin dangkal, sempit, dan kadang2 berbau. Karena itu, ketika ke sawah dan sungai di Wonosobo, Ibu seperti mengenang kembali masa kecil Ibu. Kembalikan Surabaya-ku padaku!

Beda lain lagi terlihat pada area pemakamannya. Di Surabaya, pemakaman umum (khususnya tempat Yang Gik disemayamkan) seperti kompleks perumahan kedua—Memang iya sih itu 'rumah masa depan' kita, hehe..—yang dibangun megah dan cantik. Untuk perawatannya, diserahkan kepada salah satu penduduk di sekitar situ yang dibayar rutin. Di Manggis, kompleks pemakaman keluarga Bapak sangat sederhana. Perawatannya pun cukup dilakukan oleh keluarga sendiri.


Kiri: Pemakaman di Surabaya. Kanan: Pemakaman di Manggis.

Begitulah, Bapak dari Wonosobo, Ibu dari Surabaya, bertemu di Cilegon. Jadi teringat kata pepatah, "Asam di gunung, garam di laut, bertemu dalam belanga". So what gitu loch! Hahaha...

Thursday, November 17, 2005

Jurnal Mudik

Hari ini hari ketiga Ibu masuk kerja setelah mudik lebaran. Sejak hari pertama masuk kerja sebenarnya sudah pengin cerita tentang mudik, tapi belum ada kesempatan. Ngomongin mudik, wah.. bingung harus mulai dari mana. So many stories to tell! Jadi kayaknya mesti beberapa kali posting nih. Untuk awalnya dimulai aja dari jurnal mudik kami ya, starting at 29 Oct 2005.

Sabtu, 29/10/05: Berangkat dari Cilegon jam 4 pagi tepat sampai Semarang sekitar jam 6 petang. Karena Bapak sudah exhausted nyopir, jadi kami menginap di Hotel Alam Indah Semarang, di daerah Gombel, tepatnya di Jl. Setiabudi 12-14 Semarang 50234. Kamarnya nyaman, view-nya bagus, dan rate-nya nggak terlalu mahal. It's recommended! :)


Di mobil dalam perjalanan ke arah Wonosobo. Bapak nyetir, Uka main games, Ene pulas, dan Ibu motret :)


Bergaya di Alam Indah, kamar 605.


Kota Semarang di pagi hari dilihat dari ketinggian Hotel Alam Indah. Masih kelihatan kabutnya.

Minggu, 30/10/05: Berangkat dari Semarang sekitar jam 11 siang sampai di rumah Mbah Hardjo di Wonosobo sekitar jam 3 sore. Lama karena mampir dulu beli oleh2 untuk keluarga di Manggis (desa tempat Mbah Hardjo tinggal) terus nyari2 apotik untuk beli obat batuk buat Bapak yang ternyata belum ada yang buka :(

Sampai di rumah Mbah Hardjo sudah ada Salma dan Yusuf, putra-putri Bulik Prie (adik Bapak), tapi Bulik Prie sendiri nggak ada karena sedang ada tugas ke Montreal, Canada dari tanggal 29 Okt sampai 5 Nov 2005. Jadi Bulik Prie berlebaran sendiri di Montreal. Rencananya sepulang dari Montreal Bulik Prie dan Paklik Arqo baru ke Manggis untuk menjemput Salma dan Yusuf.


Bergaya di halaman samping rumah Mbah Hardjo. Ki-ka: Salma, Uka, Yusuf, Ene.

Senin, 31/10/05: Bapak, Ibu, Mbah Hardjo putri, Udane serta Salma dan Yusuf ke Wonosobo (maksudnya ke kotanya karena rumah Mbah Hardjo kira2 10 km dari kota). Mbah Hardjo putri mau belanja sementara anak2 mau main di alun2 yang waktu itu terlihat sudah terpasang beberapa perlengkapan permainan seperti komidi putar, kincir angin, dll.

Setelah menurunkan Mbah Hardjo putri di pasar, kami ke alun2. Tapi ternyata permainan di alun2 tersebut belum dibuka, masih dalam tahap instalasi :( Wah.. anak2 kecewa berat, terutama Uka! Untuk menghibur mereka, Bapak dan Ibu mengajak mereka jajan bakso di pinggir jalan. Selesai jajan bakso terus menjemput Mbah Hardjo lagi.


Di warung bakso. Benernya warungnya belum buka, masih persiapan. Tapi karena kami dah nanyain, jadi bukanya dipercepat. Tirainya buru2 dipasang sama yang jual karena masih bulan puasa hehe..

Sebelum pulang Bapak punya ide mengajak anak2 naik delman atau dokar yang menjadi salah satu angkutan umum di Wonosobo. Jadi akhirnya Bapak parkir mobil dan menunggu di pangkalan delman, sementara Mbah Hardjo putri dan Ibu serta anak2 naik delman keliling kota dan balik lagi ke pangkalan delman tersebut.

Ene yang dipangku Ibu tampak menikmati naik delman untuk pertama kalinya. Begitu menikmatinya sampai tak terdengar suaranya hehe... Ekspresinya seperti orang yang terpesona, persis ketika naik angkot (angkutan kota) untuk pertama kalinya di Cilegon hehehe... Kalau buat Uka, ini bukan kali yang pertama. Sebelumnya dia sudah pernah naik delman di Malioboro Jogja, bahkan Uka pernah naik kuda di Bromo. Selama perjalanan naik dokar ini, Uka dan Salma malah ribut mengomentari bau tahi kuda. Maklum, pas kami naiki eh.. kudanya pas BAB hahaha.. Sementara itu, Yusuf tertidur pulas di pangkuan Mbah Hardjo putri. Sepertinya dia serasa di-ayun2 dalam buaian hehe... Lumayanlah, ide dadakan ini mampu mengobati kekecewaan anak2 yang nggak jadi main komidi putar hehe...

Selasa, 01/11/05: Hari ini hari seru! Pagi lihat pemotongan sapi di belakang rumah Mbah Hardjo. Pemotongan sapi ini sudah rutin dilakukan di Manggis tiap tahun sebagai persiapan lebaran.

Jadi sudah menjadi tradisi di Manggis, sejumlah keluarga (biasanya 14-16 keluarga) urunan membeli sapi sebulan ato dua bulan menjelang lebaran untuk dipotong 2 hari menjelang hari H lebaran. Motongnya dilakukan sendiri secara gotong royong di halaman salah satu partisipan.

Pembagian daging sapi dan bagian2 lainnya juga sudah jelas, nggak pernah ada yang protes. Lucunya, bagian buntut yang termasuk mahal kalo di kota dan bisa jadi masakan sop buntut yang terkenal enak itu, di Manggis malah kurang populer hehe.. Untuk bagian kulit sapi, sudah ada pedagang penadahnya yang keliling dari satu lokasi pemotongan ke lokasi pemotongan yang lain. Uang hasil penjualan kulit ini dibagi rata lagi ke para partisipan.

Dengan cara seperti ini, selain terasa sekali kegotongroyongan dan keguyuban warga Manggis (hal yang sudah langka di kota besar), juga harga daging per kilonya jatuhnya lebih murah daripada beli di pasar. Dan yang jelas, terjamin masih fresh lah ya! :)


Uka dan Salma dengan latar belakang sapi yang akan dipotong di halaman rumah Mbah Harwanto (adik Mbah Hardjo kakung). Posisi rumah ini di belakang rumah Mbah Hardjo. Uka semangat, Salma masih ngantuk hehe..

Oya, ada sedikit insiden sebelum pemotongan dilaksanakan. Ceritanya Bapak ngajak Ene untuk lihat sapinya sebelum dipotong. Di tempat pemotongan, Bapak ketemu dengan tetangga dan karena lama nggak jumpa Bapak jadi asyik ngobrol. Ternyata, tanpa ada yang memperhatikan, Ene mendekat ke arah sapi yang akan disembelih itu tanpa rasa was2 ato khawatir. Hal ini baru disadari Bapak ketika Mbah Hardjo putri melihat dari kejauhan dan berteriak! Bapak langsung lari dan mengangkat Ene menjauh dari sapi. Duh Bapak, nyaris aja!

Untuk diketahui, sapi (apalagi ini sapi jantan dewasa) bisa saja mengamuk tiba2 dalam kondisi stress (sapi bisa stress juga lo hehe..). Terlebih Ene cuma setinggi paha sapinya hehe... Ibu mendapat cerita ini dari Mbah Hardjo putri. Waktu itu Ibu lagi di dapur.

Selesai pemotongan sapi, Bapak mengajak kami mancing. Asyik! Lebaran tahun lalu, cuma Bapak dan Uka yang pergi mancing, ditemani Bulik Wur, Bulik Ning (adik2 Bapak) dan Fatin (adik sepupu Bapak). Ibu dan Ene nggak ikut karena waktu itu Ene masih terlalu kecil, malah belum bisa jalan. Sekarang Ene sudah cukup besar, jadi bisa diajak, dan otomatis Ibu bisa ikut juga. Kali ini yang berangkat mancing Bapak, Ibu, Udane, Bulik Wur, Bulik Ning, dan Salma. Yusuf nggak ikut karena lagi nggak enak badan. Yang terutama menarik dari acara mancing ini adalah perjalanannya. Cerita lengkapnya ntar di entry tersendiri aja biar komplit sekalian foto2nya!


Berangkat mancing, masih segar, apalagi jalannya menurun, cincai lah! Pulangnya, wah.. keringat segede jagung! Jalannya nanjaaaaakk terus! Besoknya baru kedua betis Ibu terasa seperti kram hahaha...


Bulik Wur dan Bulik Ning mancing di tambak Mbah Hardjo, Udane dan Salma ngobok2 ikan hasil pancingan di ember, sementara Bapak asyik menikmati pemandangan. Ibu? Sudah tentu asyik jepret sana jepret sini, hehehe...


Udane dan Salma dengan latar belakang pemandangan yang masih asri. Duh.. jadi pengin ke sana lagi nih!

Rabu, 02/11/05: Bapak, Ibu dan Ene ke Wonosobo nyari diaper yang model celana buat Ene. Uka nggak mau ikut, asyik main dengan Salma dan Yusuf. Semula Ibu perkirakan diaper yang dibawa dari Cilegon cukup untuk persediaan selama di Manggis, tapi ternyata selama di Manggis ini Ene kehabisan celana ganti. Gara2nya cucian nggak bisa kering dalam sehari akibat cuaca di Manggis (dan Wonosobo pada umumnya) yang sering mendung, bahkan hujan. Padahal dalam sehari, kalau nggak pakai diaper, Ene bisa pipis sampai 4-5 kali. Selama di Manggis malah bisa lebih, lagi2 karena cuaca yang dingin! Jadi solusinya, selama di Manggis Ene pakai diaper seharian (setelah kehabisan celana), dan akibatnya ganti kehabisan diaper hehe...

Celakanya, agak susah nyari diaper model celana di Wonosobo. Rita, supermarket terbesar di Wonosobo, letaknya di tengah kota yang ramai banget! Untuk parkir mobil aja susah, jadi Bapak enggan ke situ. Sebagai alternatif, Ibu beli diaper yang biasa, yang pakai velcro atau perekat, tapi ternyata Ene sama sekali nggak mau pakai diaper model ini, katanya sakit. Di saat Ene tertidur pun, Ibu nggak berhasil memakaikan diaper jenis ini, tetap aja Ene terbangun dan menolak! Mungkin karena pas bagian velcro-nya terbuat dari plastik yang agak keras, sementara dia nggak terbiasa.

Jadilah, Bapak dan Ibu harus hunting diaper lagi. Untungnya ada minimarket baru, Eva Mart, di pinggir kota Wonosobo. BTW, nama market-nya asyik2 ya? Pakai nama2 cewek, kayak nama2 topan di Amerika hehehe... Di Eva, alhamdulillah, kami menemukan bungkus terakhir diaper model celana. Wah.. Bapak senengnya kayak nemu barang berharga, soalnya berarti nggak perlu ke Rita haha...


Makan es krim rame2 yang dibeli di Eva Mart.

Kamis, 03/11/05: Idul Fitri 1426H! Sholat Ied di masjid dekat rumah Mbah Hardjo, imamnya Mbah Romadlon, adik ipar Mbah Hardjo putri alias bapaknya Fatin. Selesai sholat, keluarga besar dari pihak Mbah Hardjo putri rame2 ke makam. Rangkaian acara ini sudah rutin dari tahun ke tahun. Perjalanan ke makam lumayan jauh, menyusuri kebun2 yang kebanyakan ditanami salak pondoh. Tentu saja, jalan kaki!!!


Sambil menunggu sholat Ied selesai, Ene bergaya di depan kamera dengan baju koko pertamanya :) Sejak sering foto rame2 bareng Salma dan Yusuf dengan berbagai gaya, sekarang Ene jadi pandai bergaya juga. Padahal sebelumnya kalo difoto dia justru mendekati kamera dan mau ikutan megang kamera hehe...

Ketika pertama kali ke makam ini (setelah menikah dengan Bapak), Ibu merasa jarak ke makam kok jauh amat, rasanya nggak nyampe2! Apalagi waktu itu Ibu pakai baju model baju kurung dan sandal yang agak tinggi!!! Waktu itu Ibu ngebayanginnya model lebaran orang2 kota yang pada tampil cantik dan anggun. Tapi ternyata Ibu saltum, alias salah kostum! Hahaha...!!! Sesudah acara ini selesai Ibu protes ke Bapak karena nggak cerita tentang kegiatan rutin ke makam hehe...

Kalau sekarang sih Ibu sudah well prepared! Uka dan Ene pun tampak menikmati perjalanan ini saat berangkat, tapi ketika pulang kami menjadi yang terakhir sampai di rumah. Udane kecapekan! Hahaha..


Perjalanan menuju makam. Bapak dan Udane memimpin di depan. Tapi saat berangkat aja, pas pulangnya justru paling belakang hahaha...


Bulik Wur dan Salma diikuti rombongan keluarga besar Mbah Hardjo putri di belakang.


Ki-ka: Mbah Buyut Udin putri (nggendong Om Aji, putra ke-3 Mbah Prapti), Om Bagus (putra ke-2 Mbah Prapti), Bulik Iis (putra ke-1 Mbah Sri, adik Mbah Hardjo putri), Bulik Fatin (putra ke-4 Mbah Sri, baju hijau), Mbah Prapti (putra ke-2 Mbah Buyut Udin, baju biru), Mbah Buyut (ibunda Mbah Hardjo putri, posisi di depan), Mbah Sri (posisi di belakang), Bulik Iin (putra ke-2 Mbah Sri), Yusuf, Bulik Ning (di belakang Yusuf). Sebutan Mbah Buyut, Mbah, maupun Paklik dan Bulik dilihat dari posisi Udane. Moga nggak bingung dengan keterangan ini hehehe...


Ki-ka: Mbah Tikno (suami Mbah Prapti), Mbah Hardjo kakung, Bapak (nyengir hehe..), Paklik Ya'im (putra ke-3 Mbah Sri), Mbah Romadlon (suami Mbah Sri), Mbah Udin kakung.

Sampai sini acara rutin belum selesai. Setiba dari makam diteruskan dengan sarapan bersama di rumah Mbah Buyut, ibunda Mbah Hardjo putri. Pokoknya asyik lah, ngumpul dengan keluarga besar! Sayang lebaran kali ini tidak dihadiri Paklik Pangat (adik Bapak) sekeluarga yang tinggal di Jember, karena Paklik Pangat lagi sekolah di Korea. Juga tidak dihadiri Bulik Prie dan Paklik Arqo. Moga2 lebaran tahun depan kami bisa lengkap! Amin.

Malamnya Bapak, Ibu dan Ene ke Wonosobo dan lagi2 Uka nggak mau ikut. Tujuannya selain ke ATM, juga untuk beli mie ongklok pesanan Bulik Wur. Sayangnya, warung mie ongklok langganan Bapak yang paling terkenal di Wonosobo sekarang ini tidak melayani pembelian yang dibawa pulang! Maklum, untuk melayani pembeli yang makan di tempat aja mereka sudah kewalahan karena ramainya! Akhirnya cuma Bapak dan Ibu yang jajan mie ongklok. Ene cuma mau makan satenya.

Mie ongklok adalah mie (jenis mie telur) rebus yang diberi sedikit sayur dengan bumbu terbuat dari petis (bumbu berbentuk pasta berwarna hitam terbuat dari udang) kemudian ditaburi bawang goreng. Rasanya sebenarnya nggak terlalu istimewa (menurut Ibu), tapi setiap lebaran ramai dikunjungi orang. Rata2 sih mereka yang punya nostalgia di Wonosobo atau turis lokal yang penasaran dengan makanan khas Wonosobo. Sayang Ibu baru ingat untuk motret mie ongklok ini setelah isi mangkuk tinggal separo, jadi nggak bisa ditampilkan di sini. Maklum dah kelaparan haha..!!

Jumat, 04/11/05: Hari ini kami melanjutkan perjalanan mudik ke Surabaya. Berangkat dari Manggis jam 10 pagi sampai di rumah Yang Nuk di Surabaya jam 10 malam! Perjalanan agak lambat karena mobil kami rewel, beberapa kali ajrut2an, jadi nggak berani kenceng dan sempat mampir dulu ke bengkel siaga Suzuki di daerah Caruban.


Bapak dan Ene dengan latar belakang Pos Siaga Suzuki dan mobil kami yang sedang diperbaiki.

Tapi alhamdulillah kami akhirnya tiba dengan selamat sampai di Surabaya, dan yang terpenting Udane nggak rewel selama perjalanan. Di Surabaya sudah ada Pakde Antok (kakak Ibu), Bude Evi, Mas Rico dan Mbak Rena yang sudah lebih dulu mudik dari Jakarta. Jadi Udane ketemu lagi dengan sepupu di sini.

Sabtu, 05/11/05: Agenda hari ini, ramai2 dengan Yang Nuk, Pakpuh Tri (kakak Ibu yang sulung) dan Pakde Antok sekeluarga, ke rumah Eyang Sugik dan Eyang In. Eyang In adalah adik sepupu alm. Yang Gik (ayahanda Ibu), tapi hubungannya lebih dekat dibanding dengan saudara kandung Yang Gik karena Eyang In sejak kecil tinggal di rumah Yang Gik di Surabaya. Jadi yang momong Ibu dan kakak-adik waktu kecil ya Eyang In ini. Karena Eyang In masih relatif muda, katanya nggak mau dipanggil Eyang oleh Udane, panggil aja Bude In, hehehe...

Oleh Eyang Sugik, kami semua diajak makan siang di Sea Master. Restoran ini menyediakan segala macam jenis hidangan laut segar yang bisa dipilih sendiri saat mentahnya.


Yang Nuk dan Eyang In lagi milih santapan makan siang.


Meja depan memutar ki-ka: Pakde Antok, Yang Nuk, Bapak, Eyang Sugik. Meja belakang memutar ki-ka: Pakpuh Tri, Hendry (putra ke-2 Eyang In), Andry (putra ke-1 Eyang In), Eyang In (tertutup Eyang Sugik), Bude Evi. Anak2 sudah pada kabur keluar melihat ikan2 di kolam.


Berpose dengan saudara tua di Sea Master hahaha... Ki-ka: Mbak Rena, Uka, Mas Rico, dan Ene.

Malamnya, Bapak, Ibu dan Ene belanja ke supermarket dekat rumah Yang Nuk naik becak. Ini pertama kalinya Ene naik becak! Seperti halnya ketika naik angkot dan naik delman untuk pertama kalinya, kali ini pun ekspresi Ene seperti orang yang terpesona tanpa sepatah kata hehe...

Minggu, 06/11/05: Hari ini Bapak, Ibu, Ene, Yang Nuk dan Pakde Antok nyekar Yang Gik. Uka nggak ikut karena asyik main dengan Mas Rico dan Mbak Rena. Lagian, Uka sudah pernah ke makam Yang Gik, tinggal Ene yang belum. Tapi sampai di makam ternyata Ene tertidur, jadi tetep aja dia belum pernah tahu makam Yang Gik hehe...


Ibu nyekar di pusara Yang Gik sementara Ene tertidur di gendongan Bapak.

Setelah ngedrop Yang Nuk dan Pakde Antok di rumah, kami bertiga keluar lagi untuk nyuci mobil. Nyuci mobilnya model drive thru (nggak perlu turun). Tapi karena Bapak khawatir Ene ketakutan di dalam mobil jadinya tetep aja Ibu dan Ene turun dari mobil hehe...

Sorenya Bapak, Ibu, Udane dan Yang Nuk ke Tunjungan Plaza. Tujuan utamanya nyari sandal buat Ibu karena sandal yang lama putus talinya saat di Manggis. Sebenarnya pengin pergi bareng Pakde Antok sekeluarga, tapi mobilnya nggak cukup, sementara mobil Pakde Antok sedang bermasalah dengan radiatornya.

Setelah dapat sandal, tanpa direncanakan sebelumnya (at least Ibu nggak merencanakan hehe..), Bapak ngajak nonton film. Memang Bapak pernah janji sama Uka mau ngajak nonton film di bioskop, tapi nggak bilang kapannya :) Untung aja ada film anak2 yang lagi diputar, yaitu Chicken Little. Tapi kata Bapak, meski nggak ada film anak2, tetep aja saat itu bakal ngajak Uka nonton hehe..

Ini untuk pertama kalinya Udane nonton di bioskop. Bapak, Ibu dan Yang Nuk juga sudah cukup lama nggak pernah ke bioskop, jadi kami menikmatinya. Uka nonton sampai mulutnya ternganga dan sempat terlunjak kaget saat adegan pesawat luar angkasa datang. Ene juga tampak asyik, bahkan sempat mojok sendiri di kursi paling ujung dekat dinding yang berjarak dua kursi dari Bapak, entah ngapain :D. Tapi paruh kedua pemutaran film, Ene lebih memilih mimik ASI dan tertidur di pangkuan Ibu :D

Ketika lagi menengok toko mainan sekeluarnya dari bioskop, tiba2 terdengar suara Mas Rico dan Mbak Rena, "Tante Ita...! Tante Ita...!" (panggilan mereka untuk Ibu). Ternyata Pakde Antok sekeluarga akhirnya juga memutuskan untuk jalan2 di Tunjungan Plaza. Karena mobilnya lagi ngadat, jadi mereka naik sepeda motor. Wah, kebayang deh berempat naik motor. Apalagi badan Mas Rico kan sudah tidak bisa digolongkan anak2 lagi hehe...

Yang bikin surprise, kok bisa kami ketemuan! Soalnya yang namanya Tunjungan Plaza kan begitu luas dan terdiri dari beberapa lantai. Akhirnya Mas Rico ikut bergabung dengan kami (biar ban motornya nggak gembos hehe..), sementara Pakde Antok, Bude Evi dan Mbak Rena berpisah untuk nyari sepatu beroda buat Mbak Rena.


Jalan2 di Tunjungan Plaza. Ene dan Yang Nuk tertinggal di belakang.

Senin, 07/11/05: Jam 9 pagi kami sudah meluncur meninggalkan Surabaya. Tujuannya sebenarnya ke Semarang dengan pertimbangan, jarak Semarang-Cilegon lebih dekat daripada Jogja-Cilegon (biasanya kami transitnya di Jogja). Tapi ternyata, malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, mobil kami ajrut2an lagi gasnya.

Mau mampir bengkel siaga di Caruban lagi eh.. sudah tutup. Nelpon bengkel di Solo (yang paling dekat) ternyata tutupnya jam 3 sore, sementara kami sampai Solo jam 3 sore lebih. Mau tetap ke Semarang sesuai rencana nggak berani karena jalan menuju ke sana naik dan berliku. Jadi akhirnya kami memutuskan menuju ke Jogja dan mau ke bengkel di Jogja dulu.

Wah... ternyata memang kami nggak boleh melewatkan Jogja begitu saja dalam perjalanan mudik hehe... Di Jogja kami menginap di Hotel Ishiro Kencana, Jl. Kaliurang Km. 4,2 Jogjakarta 55281. Tadinya nggak berencana nginap di sini, tapi dari 6 hotel di Jogja yang Ibu hubungi sebelumnya, akhirnya Ishiro lah yang masih ada kamar kosong, itupun tinggal satu. Maklum lagi peak season!


Sarapan di Ishiro. Ene sudah bisa makan sendiri lo! Selama mudik ini Ene memang sering nggak mau disuapi. Banyak hal2 baru yang dilakukan Ene selama mudik ini. Sepertinya karena dia menyerap banyak hal2 baru juga.

Selasa, 08/11/05: Pagi Bapak segera ke bengkel, sementara Ibu dan Udane jalan2 di sepanjang Jl. Kaliurang. Suasana jalan Kaliurang masih belum crowded seperti biasa, beberapa toko masih tutup, dan trotoarnya cukup lebar untuk pejalan kaki, jadi nyaman sekali jalan2 di sepanjang Kaliurang. Ene sampai jalan sambil loncat2, nggak mau dipegangi Ibu. Setiap ada yang menarik perhatiannya, dia berhenti dulu dan me-lihat2, Ibu sampai harus me-manggil2 Uka yang jalannya sudah ngebut duluan hehe... Ah.. andai saja tiap hari Jogja seperti ini. Mimpi kali ye? Hahaha...

Siangnya saat jam check-out, kami melanjutkan perjalanan ke Semarang untuk nginap di sana. Ini dilakukan untuk nyicil perjalanan. Lumayan menghemat waktu perjalanan sekitar 4 jam yang harus ditempuh untuk Jogja-Semarang. Di Semarang kami menginap lagi di Hotel Alam Indah. Kalo sebelumnya (ketika transit dalam perjalanan menuju Wonosobo) dikasih kamar no.605, kali ini kami dikasih kamar no.606, sebelahnya. Kata petugasnya biar ganti suasana. Rupanya mereka masih mengenali kami.


Bergaya di Alam Indah, kamar 606.

Oya, meski diawali angka 6, bukan berarti kamar ini terletak di lantai 6, tapi di lantai 1. Hotel ini cuma terdiri dari 2 lantai dan kamarnya nggak begitu banyak. Ini mungkin kode khusus dari pihak hotel, karena selain ada hotel, kelompok usaha ini menawarkan juga motel, restoran, dan ballroom. Tapi, apa ya bedanya hotel dan motel? Ada yang tau?

Rabu, 09/11/05: Akhirnya perjalanan ke Cilegon dimulai. Kami berangkat dari Semarang jam 5 pagi tepat, dan alhamdulillah tiba di Cilegon jam 5 sore dengan selamat. Ini seperti yang kami harapkan, sampai Cilegon nggak terlalu malam. Tahun2 sebelumnya, kami biasa start dari Jogja jam 5 pagi dan sampai di Cilegon jam 9 malam. Capek rasanya, terutama untuk Bapak yang nyetir.

Di Cilegon kami cari makan dulu sebelum pulang ke rumah, soalnya di rumah pasti nggak ada makanan. Apalagi setelah Ibu nelpon ke rumah, Pak Kiwil (yang jaga rumah kami selama ditinggal mudik) bilang bahwa Yuk belum balik dari mudiknya ke Magetan seperti yang dijanjikannya. Baru hari Sabtu pagi (12/11) Yuk datang. Untuk aja si Mbak sudah bisa datang Kamis (10/11) karena memang rumahnya di Cilegon, dekat kompleks rumah kami.

Kamis, 10/11/05: Bapak ke bengkel dan nyuci mobil sementara Ibu nyuci baju kotor yang setumpuk oleh2 mudik dan beres2 rumah. Sorenya Bapak balik ke Jogja naik pesawat. Setelah ditinggal Bapak, Ene bolak-balik nanya, "Bapak ana (mana)? Bapak ana?". Duh.. sedih juga ngeliatnya. Setelah tiap hari ngerasain kumpul sama Bapak akhirnya dia harus back to real life. Moga aja kami bisa cepat kumpul lagi sekeluarga. Amin.

Demikian sekilas—Hah!? Sekilas apanya? Segini panjang kok dibilang sekilas haha...—perjalanan mudik kami. Masih banyak detil cerita yang menarik, tapi ntar ya di posting tersendiri aja, biar posting ini nggak jadi novel hehe... Oya, meski cuti Ibu sampai Senin (14/11), Ibu sudah di Cilegon sejak Rabu malam karena menyesuaikan dengan libur Bapak. Selama di rumah, nggak banyak yang dikerjain. Main2 aja sama Udane dan di-puas2in tidur siang, soalnya kalo hari kerja kan nggak mungkin lagi hehe....