Monday, April 03, 2006

Setelah Tiga Bulan di Jogja

Tentang Liburan

Long weekend kemarin kami (Bapak, Ibu, Uka dan Ene) ke Wonosobo, ke rumah Mbah Hardjo. Inilah salah satu hal positif tinggal di Jogja. Kami bisa menyempatkan main ke Manggis nengok Mbah Hardjo saat liburan pendek semacam ini. Saat tinggal di Cilegon dulu, kami harus nunggu libur Lebaran untuk bisa ke Manggis.

Sayangnya, pas di Manggis, Bapak malah masuk angin, pusing berat, jadi tidur melulu dan nggak pergi ke-mana2. Rencana semula untuk pergi mancing batal. Apalagi Uka juga terserang diare. Untungnya Ibu bawa perbekalan obat2an lengkap, termasuk obat pusing dan diare, pokoknya seperti apotik berjalan deh! :D Tapi masuk anginnya Bapak akhirnya sembuh bukan karena obat yang diminum, melainkan karena resep tradisional, KEROKAN! Hehehe...

Tentang Profesi Dosen

Perlu diketahui (buat yang belum tahu tentunya :D), Bapak sebagai dosen nggak mengenal istilah cuti resmi. Paling2 ya libur pendek semacam ini (hari Kamis libur Nyepi, jadi hari Jumat resmi diliburkan Pemerintah). Selain hari2 semacam ini, kegiatan Bapak amat padat, bahkan kadang2 hari Sabtu pun dipakai kegiatan di luar perkuliahan, yang kadang2 diadakan di luar kota. Di masa libur mahasiswa pun, aktivitas Bapak nggak berkurang, yang berkurang cuma jadwal ngajar di kelas aja, sementara kegiatan lain di luar ngajar (rapat jurusan, penelitian, bimbingan, seminar, workshop dll.) tetep jalan terus. Makanya, long weekend seperti kemarin menjadi saat yang berharga untuk refreshing buat Bapak. Inipun, pas lagi di Manggis, Bapak dapat sms undangan rapat hari Sabtu! Hehehe...

Kalo buat Ibu sih, hari2 di Jogja rasanya seperti hari2 libur yang tiada henti! Jadi kalo dulu Ibu sering baca tulisan di T-Shirt yang berbunyi “Everyday is holiday in Jogja!”, sekarang ini Ibu membuktikan sendiri! Asik kan?! Hehehe.... Tapi kok bisa sih? Kan Bapak dan Ibu sama2 dosen, tapi kesibukannya kok beda juauuuh ya?

Gini, Bapak kan dosen tetap, apalagi sejak Maret 2006 Bapak menjabat sebagai Kaprodi (Ketua Program Studi) Teknik Industri, jadi urusannya Bapak bukan sekedar perkuliahan, tapi juga masalah2 yang terkait dengan administrasi program studi. Beda dengan Ibu yang dosen paruh waktu, itu pun hanya ngajar satu mata kuliah untuk dua kelas. Kalo Ibu, datang ke kampus benar2 saat ngajar aja. Ibu nggak punya ruang kerja di kampus, jadi kalau mau nyiapin materi kuliah ya di rumah, di sela2 waktu bermain dengan Uka dan Ene hehehe...

Meski demikian, jangan mengira bahwa semua dosen tetap kesibukannya seperti Bapak. Banyak juga lho yang datang ke kampus hanya pas jam ngajar, setelah itu pulang lagi, jarang terlibat dengan kegiatan2 di luar pengajaran. Jadi nggak beda dengan dosen paruh waktu seperti Ibu. Terus, jam2 sisanya ngapain ya mereka? Entahlah... mungkin sibuk dengan urusan pribadi masing2 :) Nah... dosen2 semacam ini yang sering menimbulkan persepsi di masyarakat bahwa jadi dosen itu enak, jam kerjanya santai, banyak liburnya!

Wah.. hal tersebut di atas sama sekali nggak berlaku buat Bapak!!! Bapak justru lebih sibuk di Jogja sebagai dosen daripada ketika di Cilegon sebagai pegawai salah satu pegawai BUMN. Tapi alhamdulillah, Bapak justru menikmati hari2nya di Jogja karena bisa menyalurkan minat dan potensinya dengan tepat serta mendapat reward (yang nggak melulu berupa duit) yang sesuai. Bukankan hal ini suatu anugerah, karena tidak semua orang berkesempatan seperti itu.

Kalo buat Ibu, terus terang, sama sekali tidak pernah terlintas di pikiran untuk menjadi dosen. Dulu Ibu memandang dunia industri lebih menantang daripada 'hanya' menjadi dosen. Selain itu, Ibu merasa sama sekali nggak punya bakat ngajar. Tapi seiring perjalanan waktu, dengan banyaknya peristiwa dan pengalaman yang Ibu dapatkan di dunia industri serta dipengaruhi juga oleh diskusi yang tiada henti dengan Bapak tentang banyak hal, Ibu semakin menyadari bahwa pendidikan merupakan salah satu fondasi pembangunan sebuah bangsa. Dengan terjun langsung di bidang pendidikan, Ibu bisa merasakan denyut nadi sebuah masa depan bangsa dipersiapkan. Apalagi di pendidikan tinggi, menurut Ibu, adalah saat2 seseorang mulai membuka wawasan, tidak hanya tentang diri sendiri, tapi juga tentang interaksi dengan lingkungan, juga saat2 pembentukan watak, agar seseorang tidak kehilangan jati dirinya, sebagai individu, sebagai bagian masyarakat, maupun sebagai warga sebuah bangsa. Dan ternyata, belakangan ibu sadari bahwa menjadi dosen bisa membuat Ibu awet muda! Lho kok bisa? Hehe...

Maklum aja, para mahasiswa Ibu kan usianya kira2 berbeda 20an tahun dengan Ibu. Nah.. untuk bisa berkomunikasi dengan mereka supaya kelas Ibu nggak boring, Ibu harus ngerti dong apa yang menjadi interest mereka dan hal2 penting di mata mereka. Makanya Ibu jadi merasa muda lagi. Selain itu, Ibu juga mencoba mengimbangi guyonan mereka tanpa harus memaksakan diri menjadi pelawak hehehe...

Seperti cerita hari Selasa 28 Maret 2006 lalu. Hari itu adalah hari ujian Bahasa Inggris, mata kuliah yang Ibu ajarkan. Tidak ada keharusan Ibu untuk ikut menunggu ujian, karena sudah ada pegawai tata usaha jurusan yang bertugas untuk hal tersebut. Namun, untuk meyakinkan bahwa para mahasiswa mengerti dan memahami perintah dengan baik—Maklum selama satu semester mengajar, Ibu menemukan kenyataan bahwa banyak mahasiswa yang tidak memahami perintah dengan benar. Entah karena perintahnya berbahasa Inggris :(, atau karena memang tidak dibaca dengan baik—maka Ibu menyempatkan diri datang ke kampus untuk menjelaskan perintah soal dan memberi kesempatan mahasiswa untuk bertanya jika ada yang kurang jelas. Ketika Ibu memasuki kelas, tiba2 kelas langsung heboh berkasak-kusuk sambil memandangi Ibu. Ibu lantas tersadar kalo mereka mengomentari penampilan baru Ibu. Maklum aja, Ibu habis potong rambut. Pendek, model cowok! Tanpa merasa salting alias salah tingkah (iya lah.. masak dosen salting di depan mahasiswa hehe..) Ibu lantas berkata, “Ehmm.. ehmm.., kenapa? Penampilan baru ya? How do u think? Looking younger?” Dan ternyata mereka serentak menjawab, “Yeahh!!” Wah... Ibu jadi ge-er dan salting (akhirnya), dan cuma bisa say thank you hehehe...

Well, itu salah satu cerita menyenangkan jadi dosen. Masih banyak hal2 lucu dan menyenangkan lainnya, seperti ketika ketemu mahasiswa yang lagi kencan di sebuah restoran, dan mereka jadi ter-sipu2 melihat Ibu hehe... Meski ada juga saat2 menyebalkan, yaitu saat para mahasiswa mulai boring dan berisik sendiri di kelas :(( Tapi ini membuat Ibu introspeksi untuk mengubah cara/gaya mengajar sehingga kelas lebih bisa mencerna apa yang Ibu sampaikan tanpa harus menjadi boring. Ternyata hal2 semacam ini yang menjadi tantangan sebagai seorang dosen, yang tentunya tidak Ibu dapatkan selama di dunia industri.

Hal lain yang berbeda, sebagai dosen, tanggung jawab Ibu tidak hanya sebatas mengajar di kelas seperti kalo Ibu mengajar pelatihan2 singkat dulu semasa di Cilegon. Sebagai dosen, Ibu punya tanggung jawab untuk mengevaluasi sejauh mana materi yang Ibu sampaikan dapat diserap mahasiswa melalui kuis2 maupun ujian. Nah, memeriksa kuis dan ujian ini ternyata cukup menyita waktu juga. Bayangin aja, sekelas ada sekitar 50 mahasiswa dan Ibu megang dua kelas, jadi total ada sekitar 100 mahasiswa yang Ibu periksa pekerjaannya. Sementara di kontrak awal perkuliahan, Ibu mengusulkan setiap minggu (yang berarti setiap kali pertemuan di kelas) diadakan kuis yang kemudian disetujui mahasiswa. Jadi konsekuensinya tiap minggu Ibu harus memeriksa 100 lembar hasil kuis! Makanya ketika Ibu menceritakan ide kuis tiap minggu di awal kuliah dulu, Bapak cuma senyum2 aja sambil berkomentar, “Siap2 aja ngoreksinya, jangan di-tunda2”. Maklum aja, jam terbang Bapak sebagai dosen jauh lebih banyak daripada Ibu, jadi Bapak sudah merasakan pusingnya ngoreksi hasil kuis/ujian! Apalagi mata kuliah yang dipegang Bapak tidak hanya satu, bisa sampai 4-5 mata kuliah dalam satu semester. Hehehe... Sekarang ini Bapak sampai perlu asisten untuk ngoreksi kuis/ujian mata kuliahnya. Asisten ini biasanya mahasiswa tingkat akhir yang sudah tinggal menyelesaikan tugas akhir.

Wah.. dah panjang juga cerita tentang jadi dosen. Nggak terasa sudah kurang lebih 2 jam Ibu nongkrong di warnet sepulang ngantar Uka sekolah tadi pagi, sementara Ene menunggu di rumah dengan Yuk. Oke deh diakhiri dulu ceritanya, lain waktu disambung lagi. Salam kangen buat sahabat2 keluarga di Cilegon: Keluarga Reva, Keluarga Avary, dan Keluarga Ibumit. Ditunggu kunjungannya di Kaliurang. Bener lho! Ntar Ibu ajak mencicipi jadah tempe Mbah Carik hehehe...

2 Comments:

  • Nah, rak tenan, emang mBah Hardjo bisa menjadi sanctuary, pengobat rindu. Salam, ya, buat mBah Hardjo, walaupun belum pernah ketemu....

    By Blogger Bapak Avary, at Tuesday, April 04, 2006 7:04:00 pm  

  • mbak junnnnnnnn ! akhirnya apdet juga :D aku kangen nih :)

    wah... potong rambut kayak cowok ? mana dong fotonya :D
    hmm... ini salah satu kebiasaan yang sulit diubah dari mbak jun... hobi potong rambut ! hahaha

    kapan ya aku ke jogja. rencana cuti kesana batal karena jatahnya dipake nemenin reva di RS. aku sih nggak susah, ayahnya reva itu... hrs ada yg nikah ato yg sakit baru bisa cuti hehe.

    jadah tempe ? kayaknya aku pernah deh waktu ke kaliurang dulu ama tanteku :D

    By Blogger Bunda Reva, at Wednesday, April 05, 2006 9:05:00 am  

Post a Comment

<< Home