Ene Panas!
Ene panas sebenarnya bukan hal yang baru, namun kali ini kejadian yang mengawalinya yang membuat hati Ibu mencelos—maaf, ini istilah Ibu untuk hati yang gundah gulana :). Ceritanya, Selasa 3 Mei 2005 yang lalu, ketika Ibu pulang dari kantor untuk istirahat makan siang, Ene menghampiri Ibu sambil terlihat bibirnya yang ileran. Cuma ilernya kok merah? Tadinya Ibu kira Ene habis makan atau minum sesuatu yang berwarna merah, tapi setelah Ibu periksa lagi mulut Ene, wah.. hati Ibu langsung mencelos begitu menyadari bahwa itu merah darah dan mulut Ene sudah penuh olehnya. Setelah Ibu perhatikan lagi, ternyata pipi kanan Ene terkelupas kulit arinya selebar ujung kelingking orang dewasa dan kulit ini lengket di gigi Ene sehingga Ene merasa risi, dia mengunyah terus seperti ada slilit di giginya. Sementara itu Ene sendiri tidak nangis, cuma ah-uh nggak jelas dan memandang Ibu dengan wajah kuyu dan memelas, membuat hati Ibu makin mencelos.
Ibu langsung memanggil si Mbak yang momong Ene, nanya Ene kenapa? Tapi ternyata si Mbak dengan wajah innocent-nya mengaku tidak tahu, bahkan dia tidak tahu kalau mulut Ene berdarah. How come? Ibu langsung menginterogasi si Mbak apa saja yang dilakukan Ene hari itu. Apa jatuh? Nggak! Apa mainan garpu seperti kesukaan Ene tanpa bisa dilarang? Nggak. Apa nabrak sesuatu? Nggak juga! Semua katanya berjalan seperti biasa, nggak ada yang aneh. Tapi terus Ene kenapa? Ibu jadi makin bingung saja karena penyebab mulut Ene berdarah tetap misteri. Ah.. andai Ene sudah bisa bercerita!
Akhirnya Ibu mengajak Ene ke kamar dan Ene bilang, "Mimik..mimik.." (sekarang Ene sudah bisa bilang 'mimik', bukan 'mimih' lagi), lalu Ene mimik ASI sampai tertidur. Setelah Ene tidur, Ibu mengambil cotton bud dan pelan2 membuka mulut Ene untuk melepaskan kulit pipi yang masih lengket di giginya. Ibu jadi mikir lagi, apa tergigit sendiri ya pipi Ene? Ya sudahlah, diobati saja, lantas Ibu mengambil obat bubuk buatan China yang biasa Ibu pakai untuk sariawan dan Ibu obatkan ke luka Ene, harapannya supaya luka itu tidak sampai jadi sariawan. Aduh.. kebayang kan kalau anak seumur Ene (1 tahun 5 bulan) kena sariawan? Ibu juga pesan ke Yuk supaya Ene dibuatkan bubur aja, siapa tahu pipinya sakit dan nggak bisa ngunyah. Setelah semua ok, Ibu balik lagi ke kantor.
Nah.. sore harinya sepulang dari kantor, Ibu merasa badan Ene agak hangat, dan setelah diukur ternyata memang 37,6oC, lebih dari batas normal (yang menurut ukuran Ibu maks. 37oC). Wah.. ini panas karena flu (Ene sedang pilek) atau panas karena luka di pipi tadi ya? Dan karena Ene sudah nampak mulai rewel, Ibu memberi obat turun panas, baru setelah itu Ene nampak ceria lagi dan mulai tertawa. Tapi malam harinya sekitar jam 1, Ene tidur gelisah, nangis, dan setelah Ibu ukur suhu badannya naik jadi 38,5oC. Obat turun panas lantas Ibu minumkan lagi, dan setelah mimik ASI, baru Ene bisa tidur lagi.
Rabu pagi ternyata Ene masih hangat, juga siangnya. Suhu badannya baru turun setelah minum obat turun panas, tapi nggak lama kemudian naik lagi. Ibu sudah berencana untuk membawa Ene ke dokter Rabu malam karena Kamis-nya libur. Ibu masih menduga ini ada hubungannya dengan pipi Ene yang berdarah, soalnya panasnya kok pas kejadian pipinya luka. Tapi Bapak (via sms) menyarankan nggak usah dulu, lihat perkembangannya, kalau memang masih panas baru ke dokter hari Jumat. Dan ternyata saran Bapak tepat karena Rabu malam itu Ene mulai bisa tidur nyenyak, suhu badannya sudah normal. Coba kalau Ibu ajak ke dokter, kan malah nggak bisa istirahat? Esok harinya Ene masih belum seceria biasa, maunya nempel terus sama Ibu, tapi suhu badannya sudah normal.
Ketika Bapak pulang ke Cilegon hari Sabtunya, Ene sudah jauh lebih baik, meski masih lengket ke Ibu seperti perangko. Dan alhamdulillah sekarang Ene sudah seceria biasanya, lompat2, joged2, makannya lahap, dan sudah nggak seperti perangko lagi :) Tapi penyebab panas masih menjadi teka-teki. Biarlah.. tidak semua hal ada jawabannya bukan? Yang penting anak2 sehat. Bukankah itu yang selalu menjadi doa seorang ibu?
Ibu langsung memanggil si Mbak yang momong Ene, nanya Ene kenapa? Tapi ternyata si Mbak dengan wajah innocent-nya mengaku tidak tahu, bahkan dia tidak tahu kalau mulut Ene berdarah. How come? Ibu langsung menginterogasi si Mbak apa saja yang dilakukan Ene hari itu. Apa jatuh? Nggak! Apa mainan garpu seperti kesukaan Ene tanpa bisa dilarang? Nggak. Apa nabrak sesuatu? Nggak juga! Semua katanya berjalan seperti biasa, nggak ada yang aneh. Tapi terus Ene kenapa? Ibu jadi makin bingung saja karena penyebab mulut Ene berdarah tetap misteri. Ah.. andai Ene sudah bisa bercerita!
Akhirnya Ibu mengajak Ene ke kamar dan Ene bilang, "Mimik..mimik.." (sekarang Ene sudah bisa bilang 'mimik', bukan 'mimih' lagi), lalu Ene mimik ASI sampai tertidur. Setelah Ene tidur, Ibu mengambil cotton bud dan pelan2 membuka mulut Ene untuk melepaskan kulit pipi yang masih lengket di giginya. Ibu jadi mikir lagi, apa tergigit sendiri ya pipi Ene? Ya sudahlah, diobati saja, lantas Ibu mengambil obat bubuk buatan China yang biasa Ibu pakai untuk sariawan dan Ibu obatkan ke luka Ene, harapannya supaya luka itu tidak sampai jadi sariawan. Aduh.. kebayang kan kalau anak seumur Ene (1 tahun 5 bulan) kena sariawan? Ibu juga pesan ke Yuk supaya Ene dibuatkan bubur aja, siapa tahu pipinya sakit dan nggak bisa ngunyah. Setelah semua ok, Ibu balik lagi ke kantor.
Nah.. sore harinya sepulang dari kantor, Ibu merasa badan Ene agak hangat, dan setelah diukur ternyata memang 37,6oC, lebih dari batas normal (yang menurut ukuran Ibu maks. 37oC). Wah.. ini panas karena flu (Ene sedang pilek) atau panas karena luka di pipi tadi ya? Dan karena Ene sudah nampak mulai rewel, Ibu memberi obat turun panas, baru setelah itu Ene nampak ceria lagi dan mulai tertawa. Tapi malam harinya sekitar jam 1, Ene tidur gelisah, nangis, dan setelah Ibu ukur suhu badannya naik jadi 38,5oC. Obat turun panas lantas Ibu minumkan lagi, dan setelah mimik ASI, baru Ene bisa tidur lagi.
Rabu pagi ternyata Ene masih hangat, juga siangnya. Suhu badannya baru turun setelah minum obat turun panas, tapi nggak lama kemudian naik lagi. Ibu sudah berencana untuk membawa Ene ke dokter Rabu malam karena Kamis-nya libur. Ibu masih menduga ini ada hubungannya dengan pipi Ene yang berdarah, soalnya panasnya kok pas kejadian pipinya luka. Tapi Bapak (via sms) menyarankan nggak usah dulu, lihat perkembangannya, kalau memang masih panas baru ke dokter hari Jumat. Dan ternyata saran Bapak tepat karena Rabu malam itu Ene mulai bisa tidur nyenyak, suhu badannya sudah normal. Coba kalau Ibu ajak ke dokter, kan malah nggak bisa istirahat? Esok harinya Ene masih belum seceria biasa, maunya nempel terus sama Ibu, tapi suhu badannya sudah normal.
Ketika Bapak pulang ke Cilegon hari Sabtunya, Ene sudah jauh lebih baik, meski masih lengket ke Ibu seperti perangko. Dan alhamdulillah sekarang Ene sudah seceria biasanya, lompat2, joged2, makannya lahap, dan sudah nggak seperti perangko lagi :) Tapi penyebab panas masih menjadi teka-teki. Biarlah.. tidak semua hal ada jawabannya bukan? Yang penting anak2 sehat. Bukankah itu yang selalu menjadi doa seorang ibu?
0 Comments:
Post a Comment
<< Home