Bapaknya Dong!
Sabtu sore 21 Mei 2005, sesudah Uka dan Ene mandi dan makan, Ibu, Uka, dan Ene nonton TV. Saat itu ada iklan sabun mandi keluarga yang storyboard-nya tentang seorang ibu yang care dengan kebersihan badan anaknya. Si ibu dalam iklan tersebut menjelaskan kepada penonton bahwa meskipun anaknya tampak bersih, tapi si ibu tahu bahwa kuman2 ada pada tubuh anaknya karena aktivitas si anak di luar rumah seharian. Oleh karena itu si ibu mempercayakan kebersihan badan anaknya pada sabun mandi keluarga yang diiklankan. Pada akhir kisah, si ibu berujar, "Kalau bukan kita (maksudnya para ibu) yang mengurus mereka (maksudnya anak2), siapa lagi?". Mendengar kalimat terakhir itu, Uka sambil mengunyah krupuk spontan menjawab, "Bapaknya dong!".
Wah.. Ibu terperangah mendengarnya! Nggak menyangka bahwa Uka di usia sedini itu—genap 5 tahun 1 Juni 2005 nanti—sudah menyadari bahwa tanggung jawab mengurus anak2 bukan hanya menjadi tanggung jawab para ibu, tapi juga para bapak. Padahal, orang dewasa saja—at least setahu Ibu di Indonesia—banyak yang berpendapat bahwa urusan anak adalah urusan ibu, sehingga kalau ada yang salah dengan seorang anak, biasanya orang akan berkomentar, "Gimana sih ibunya kok nggak bisa mendidik anak?". Apalagi kalau ibunya bekerja, komentarnya akan ditambahi, "Oh.. ibunya kerja sih, pantes anaknya nggak terurus!". Makanya mendengar komentar Uka yang singkat dan spontan itu, Ibu—yang kebetulan bekerja—merasa mendapat dukungan moral dari Uka. Terima kasih Uka! Mudah2an kelak Uka menjadi seorang bapak yang turut bertanggung jawab dalam mengurus anak. Demikian juga Ene. Amin.
Wah.. Ibu terperangah mendengarnya! Nggak menyangka bahwa Uka di usia sedini itu—genap 5 tahun 1 Juni 2005 nanti—sudah menyadari bahwa tanggung jawab mengurus anak2 bukan hanya menjadi tanggung jawab para ibu, tapi juga para bapak. Padahal, orang dewasa saja—at least setahu Ibu di Indonesia—banyak yang berpendapat bahwa urusan anak adalah urusan ibu, sehingga kalau ada yang salah dengan seorang anak, biasanya orang akan berkomentar, "Gimana sih ibunya kok nggak bisa mendidik anak?". Apalagi kalau ibunya bekerja, komentarnya akan ditambahi, "Oh.. ibunya kerja sih, pantes anaknya nggak terurus!". Makanya mendengar komentar Uka yang singkat dan spontan itu, Ibu—yang kebetulan bekerja—merasa mendapat dukungan moral dari Uka. Terima kasih Uka! Mudah2an kelak Uka menjadi seorang bapak yang turut bertanggung jawab dalam mengurus anak. Demikian juga Ene. Amin.
0 Comments:
Post a Comment
<< Home